Fakta2 di dalam tak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Tpi untuk fakta sejarah, saiia usaha browsing nyari info. Tpi mian klu ada keganjilan ya.. intinya, happy reading aja^^
Cast :: Falianda Clara Ondubukey as Kim Hyeri
Melisa ‘melt’ lophaxia as Lee SoRa
Gisyana kartika as Seung won
Nishaa Primeshawol as choi serry
Four seasons
“ku sebut ini perasaan paling indah di dunia. Melihatmu dari sisiku terasa begitu luar biasa. Aku mengingatmu seperti bernapas. Sayangku,, bisakah kau melihatnya?”
**************
Part I :: At The Time
************
Seoul, Winter, 1895
Story of Lee SoRa
“Sora-sshi…ku mohon masuklah. Diluar dingin sekali…” ahjuma menyampirkan mantel ke pundakku.
“Sebentar lagi ahjuma…” aku mengelak.
Terlalu singkat jika pergi sekarang. Aku tidak ingin melewatkan saat ini. aku ingin melihatnya lebih lama. Kim Heechul. Murid paling cerdas di korea! Aku bertemu dengannya sejak kepindahanku ke negara yang baru saja dilanda perang ini.keadaan politik sangat kacau, sahabat bisa saja membunuhmu dari belakang.Ayahku yang seorang petinggi negara membawaku sekeluarga ke Eropa .pertama kali aku kembali menginjakkan kaki di tanah kelahiranku dan melihat dirinya. Seperti sihir, ia mengikat hatiku padanya. Begitu sulit berpaling dari mata hitamnya. Aish… pipiku memerah.
“Noona…” rengek ahjuma yg takut dimarahi ayah.
“Ne,,ne.. araseo ahjuma,, ayo kita pulang..” aku mengalah. Repot sekali bergerak dengan hanbok begini. Aku belum terbiasa.
“Noona..!” panggil seseorang.
Aku menoleh dan melihat kim heechul berlari ke arahku. Rambutnya melambai ringan.
********
Seoul, Spring, 1945
story of Seung Won
Air mataku sudah tumpah. Tak bisa kutahan. Zhou mi meraihku dan memelukku. Tubuhnya hangat dan wangi seperti yang selalu kuingat.
“Mianhe…” suaranya bergetar tertahan.
“Waeyo oppa??” tanyaku tak berharap mendapat jawaban apapun. dan memang, ia hanya diam lalu melepas pelukkannya. Zhou mi menatapku sesaat kemudian membuka kalung yang melilit lehernya selama ini, memakaikannya padaku.
“Saranghaeyo Seung Won…” wajahnya mendekat. Aku menutup mata dan merasakan harum nafasnya di hidungku tanpa batas lagi,”Jeongmal saranghae…”
Tiba2 aku terbangun. Tubuhku berkeringat. Ah mimpi itu lagi! Hampir setahun ini aku selalu memimpikan hal yang sama. Perpisahan dengan dirinya. Kenapa tak juga bisa kulupakan kejadian itu? Aku menatap gaun pernikahan bergaya Eropa tergantung angkuh di dinding sana.
“Seung Won…!” panggil umma dari luar,”Ada yang mencarimu…”
********
Seoul, Summer, 1991
Story of Kim HyeRi
“Ottoke HyeRi-aah? Hya..! apa kau mendengarku?” tanya jinki menatap langsung tepat ke mataku. Sial! Pipiku memerah. aku hanya mengangguk meski tak tahu apa2.
“Kau tidak mendengarku! Ayolah, beri saran. Apa aku harus mengatakan perasaanku padanya?”
Aku melepas earphone walkman dan mengangkat wajah dari komik yg kubaca.
Mulai lagi. Aku mengedikkan bahu tak peduli pada sahabatku sejak kecil ini. berhari2 ia merongrongku dengan pertanyaan yang sama.
“Kalau kau suka katakan saja. Aku tidak peduli…” kataku dan beranjak meninggalkannya.
“Hya! Kelinci gendut!” jinki memegang tanganku. Aish! Nama panggilan itu lagi! aku menghentak dan menatapnya tajam.
“Jangan sentuh aku!”desisku. entah sejak kapan aku tak suka ia terlalu dekat denganku secara fisik.
Jinki hanya nyengir,“Ayolahh…” ia menatapku serius. Sesuatu yang membuat jantungku berhenti berdetak sesaat.
“Tidak bisakah kau berhenti membicarakan cewek itu dan melihatku?” pikirku, tapi yang keluar hanyalah,”Aku tidak peduli…”
“Aku menyukaimu! Tidakkah kau lihat?!” jeritku dalam hati.
**********
Seoul, Autumn, 2010
Story of Choi Serry
“Hya!! Cewek pabo! Kemari kau!” kibum memberi isyarat dengan telunjuknya.
“Jangan panggil aku begitu!” bentakku tak kalah nyaring. Semua orang menoleh pada kami.
Kibum membalas dengan tersenyum jahil. Ia sengaja mempermalukanku kemudian tanpa merasa bersalah berjalan mendekatiku. Aku membuang muka.
“Serry-aahh..”Tubuhnya yang jauh lebih tinggi berdiri tepat dihadapanku, aku menatapnya marah. tanpa mempedulikan ratusan pasang mata yang menatap kami, ia menunduk dan mengecup keningku,”Saengil chukkaeyo jagiya…” bisiknya dan memasukkan sesuatu ke sakuku.
Aku mengerjap kaget. Tak bisa berpikir apa2.
“Hahaha..” kibum tertawa jahil melihat ekspresiku,”Jam 7 di taman malam ini. kalau terlambat, mati kau!” ancamnya lalu menjauh pergi.
Sial! Bisa-bisanya aku menyukai Devil guy seperti ini, hah????
**********
Part II :: And my heart is beating…
**********
Seoul, winter, 1895
Heart of Kim heechul
Tak peduli berapa kali pun aku menatap gadis bernama Lee SoRa ini otakku seperti teracuni merah pipinya yang bersemu sendu. Matanya malu-malu tapi ingin tahu. Terkadang ragu dan yakin disaat bersamaan. Kulitnya lebih bening dibanding butiran salju yang melekat di rambut hitam pekatnya sekarang. Apa ini pengaruh hidup di dunia Barat? Dunia yang tak pernah kujamah sama sekali.
“Anyeonghaseo Noona…” aku memberanikan diri menyapa Nona Besar ini.
Ia membungkuk sopan dan menatapku penasaran,”Heechul-ssi?”
“Ahh, cheosonghamnida… bisakah kita bicara sebentar?”
“Noona…” panggil ahjuma di sampingnya. SoRa memberi isyarat menyuruhnya menunggu.
“Ne.. tentu saja,” jawabnya dengan merdu seperti suara air yang mengalir.
“Ahh…” aku gugup,”Aku hanya ingin mengajakmu menonton opera malam ini,” tambahku melihat keningnya berkerut,”Kalau tidak bisa juga tidak apa2…”.
“Opera? Apa itu?” katanya dalam logat hangul yg pas2an.
“Opera. Pertunjukkan manusia di atas panggung…” jelasku.
“Ahh, I got it…” jawabnya dalam bahasa Barat,”Tentu saja…” ia mengangguk.
“Jinja??” tanyaku tak percaya…”Jam tujuh kalau begitu.” Aku pamit pergi. Tak bisa kusembunyikan kesenangan yang membuncah sekarang. Entah ia menyadarinya atau tidak.
********
Seoul, Spring, 1945
Heart of Zhou Mi
Udara sisa musim dingin ini begitu menusuk sampai ke dalam sepatuku, terasa semakin kejam karena aku berdiri diluar ruangan layaknya pengantar koran. Berbahaya memang di saat jaman perang seperti sekarang. Terkadang tanpa sadar aku seolah mendenger dentuman bom di ujung jalan sana.
“Seung won…” Panggilku menatap gadis di hadapan itu. Ia begitu banyak berubah sejak terakhir kami bertemu. Tulang pipinya naik. Bibir mungilnya terkatup rapat, namun tak mengurangi kecantikannya sama sekali. Hanya saja caranya menatapku. Seolah aku tembus pandang. Ia berhak, tentu saja.
“Zhou Mi-ssi…” ia mengangguk,”Tidak disangka bertemu denganmu lagi,” katanya dingin.
“Ne. annyeonghasimnika?” tanyaku basabasi.
“Seperti yang kau lihat,” jawabnya seadanya,”Lebih baik tanpamu…”
“Seung Won-ah. Aku datang menepati janji…”
“Terlambat!” ia berbalik . Aku menahannya.
“Jeongmal mianhe. Aku tidak mengira akan terlambat satu tahun. Tapi aku kembali ‘kan?”
Ia tak menjawabku, lalu menghela napas,”Aku akan menikah sebentar lagi…”
“Mwo?!” aku terkejut luar biasa,”Tapi kau masih terlalu muda untuk menikah…”
“Di jaman seperti ini, cepat2 memiliki keturunan adalah pilihan terbaik kalau kau tidak mau generasimu terhenti karena perang,”
“Hah!” aku mendesah,”Hanya itu alasanmu?”
“Ne… mau apalagi. Di banding kau yg tidak memberi penjelasan apapun padaku dan pergi begitu saja dua tahun lalu…”
“Aku tahu. Tapi apa kau tidak lihat bangsa kami di usir dari tanahmu?”
“Cih! Menjadikan masalah seperti itu alasan!”
Aku melepas tangannya,”Baiklah kalau kau memang lebih suka melihatku dibantai habis2an. Mungkin kau lebih senang…”
“Mungkin saja…” jawabnya sinis.
“Seung Won-aah! Dengar! Aku tidak tahu apa yg ada di pikiranmu sekarang, tapi kumohon. Jika kau memang masih mencintaiku, datanglah besok ke depan stasiun inceon. Pukul tujuh. Aku menunggmu.”
aku memakai lagi topi dan mantelku, pergi menembus pekat malam.
***********
Seoul, Autumn, 1991
heart of Lee Jinki
Aish! Aku benar2 bingung. HyeRi sama sekali tidak membantu. Selalu kata tak peduli yang ia katakan! Aku benar2 butuh saran sekarang. Gadisku tak kan lama menunggu. Aku begitu bingung dengan perasaan ini. haruskah kukatakan terus terang? Bagaimana kalau ia menolakku? Bukan apa2. Hanya saja—AKU BENAR2 BUTUH SARAN SEKARANG!
Sudah lama aku memperhatikannya. Seorang gadis sederhana yang terlihat indah di balik seragam sekolahnya. Menyebut namanya saja aku tak sanggup. Terlihat bodohkah? Mungkin saja. Tapi ini benar terjadi padaku…
HyeRi-aahh. Bukankah kau sahabatku? Kenapa kau lari disaat seperti ini??
Gadisku, bersabarlah. Mungkin agak lama. Tapi kuharap kau mengerti. Tunggu aku!
Tiba2 terlihat olehku dri kaca jendela. Itu dia—gadisku!
“Cari siapa?” HyeRi muncul dri pintu kelas di samping kelasku sambil menenteng komik di tangannya seperti biasa.
“Ahh… dia sudah pergi!” umpatku kecewa.
“Nugu?” hyeri berjingkat mencari2,”tidak ada siapa2…”
“Ada! Tadi aku melihatnya dari refleksi kaca jendela ini! masa kau tidak lihat?”
Ia menatap jendela yg kutunjuk,”Tidak ada! Dasar pabo!” hyeri memukul kepalaku dengan komiknya.
“Hya!” bentakku meraih tangannya. hyeri menepis lenganku kasar.
“Mianhe,” kataku,”Kelinci gendut… bantu aku malam ini yaa.. aku ingin membuat kejutan untuk gadis itu. Bantu aku yaa…” aku memelas meski tahu ia tak suka di panggil begitu.
Hyeri cemberut,”aku tidak mau!” tolaknya kasar.
“HyeRi-aahh.. ayolahh. kau cewek paling cantik di duniaa…” aku merayunya.
“Lebih daripada gadismu?”
“Umm,,” aku menggaruk kepala,,”Ituu…” aku belum sempat menjawab ketika ia menghentakkan kaki lalu masuk ke kelasnya tanpa mempedulikanku.
“Jam tujuh di Kedai biasa!” seruku.
**************
Seoul, Summer, 2010
Heart of Kibum
“Cincin permata? Kalung? Gelang? Aish… kenapa semua mahal…?” aku menggumam menatap lemari kaca yang dijaga seorang wanita muda, ia tersenyum geli mendengar perkataanku.
“cheosonghamnida…” aku membungkuk malu.
si cewek pabo itu suka apa yaaa? Sulit sekali memilih hadiah hanya untuk cewek begitu. Aku terkikik mengingat wajah bodohnya setiap kali kukerjai. Matanya pasti mengerjap dan pipinya menggembung menahan kesal. Hahaha! Lucu sekali, membuatku semakin ingin mengerjainya. Apalagi hari ketika dengan polosnya ia mengatakan suka padaku. Benar2 lucu! Dikiranya surat cinta masih berlaku di jaman seperti ini?? Ngomong2 surat cinta, apa ia sudah membaca surat yang kuberikan tadi pagi? Kuharap.
“Ah! Itu saja!” aku keluar dari toko perhiasan dan masuk ke etalase di sebelahnya.
“mini Handycam.,” pintaku pada si penjaga yg lalu mengeluarkan beberapa barang. Sial! MAHAL!! Ia merekomendasikan satu dengan harga,yah,lumayan terjangkau tapi bagus.
“Awas kalau kau tidak datang cewek pabo!” aku mengeluarkan credit card berisi seluruh tabunganku sebulan ini.
“Demi kau! Supaya tidak pabo lagi!” aku tertawa ketika kurasa rasa sakit itu muncul lagi. Menusuk tepat ke jantung. Aku bersandar di dinding. Kepalaku pening sekali. Ayolahh.. sedikit lagii…
**************
Part III :: The Title is Love
***************
Seoul, Winter, 1895
Story of Lee SoRa
Opera? Seperti apa itu di sini? Di eropa aku tidak begitu banyak bepergian. Sejak kecil selalu di awasi membuatku seperti dipingit. Bagitu banyak hal yang diatur dalam hidupku sampai aku tak bisa memilih sendiri. Berjalan dengan seorang laki2 pun aku tidak pernah. Malang sekali… tapi aku tak menyesalinya. Berapa tahun pun menunggu untuk saat ini aku tidak keberatan. Cinta pertama dan terakhirku ada di sini. Aku tidak ragu! Dan sebentar lagi kami akan bertemu!
Aku mengaduk isi lemari kayuku, mencari pakaian yg cocok. hanbok2 ini tampak terlalu wah hanya untuk jalan2. Ottoke? Aku harus bagaimana?
“Noona…” ahjuma muncul,”Tuan memanggil Anda…”
“Waeyo?” tiba2 perasaanku benar2 buruk melihat ekspresi wajahnya.
Aku segera ke ruang utama ketika kulihat tempat itu di penuhi orang2 yg tak kukenal. Ayah memanggilku. Wajahnya pucat pasi. Keringat mengalir ke dahinya yang berkerut keras.
“SoRa-ah, dengarkan Appa. Kembalilah ke eropa malam ini juga… Larilah bersama umma-mu…”
Aku sangat terkejut,”Waeyo appa?”
Appa menggeleng pahit,”Lakukan saja! Tak ada waktu. Rakyat akan menyerang ke rumah ini sebentar lagi…”
“Appa, kau menakutiku..”
“Tenang saja. Appa sudah mengumpulkan orang2 yg bersedia membantu. Dan, ingatlah Sora. Apapun yang orang2 katakan diluar, semua itu tidak benar. Kau percaya appa tidak akan melakukan sesuatu yang merugikan negara kita kan?”
Aku mulai menangis. Appa menghapus air mata di pipiku dan memelukku begitu erat,”Kalau masalah sudah selesai appa akan menjemput kalian di sana,” ia melepaskan giok yg menggantung di dadanya dan menyerahkan ke tanganku.
Belum sempat aku mengatakan apa2 umma sudah menarikku ke kamar dan menghambur meraup sembarang baju.
Aku teringat sesuatu. Kim heechul! Bagaimana janjiku malam ini? aku mengambil kertas di bawah laci dan menulis dengan tergesa2 sewaktu suara gemuruh ramai terdengar dari luar. Rakyat sudah di depan gerbang.
“Ahjumma tolong berikan ini padanya,” kataku terburu2 naik ke atas kereta kuda. Ahjuma mengangguk mengerti,”Kamsahamnida ahjuma..” aku membungkuk pada ahjuma yg menangis melambai padaku.
**********
Seoul, Spring, 1945
Story of Seung Won
Aku menatap punggungnya yg menghilang di balik malam. kau datang sayang? Benar2 datang! Aku tidak bermimpi lagikan? Tubuhmulah yg tadi memelukku hangat? Iya kan? Kakiku lemas. Aku terduduk di lantai. Air mataku mengalir deras tak terkendali. Kerinduan ini begitu dalam sampai terasa sakit menyesak. Zhou Mi-ku sudah datang. Mengapakah aku harus menangis dan mengelaknya?
Aku sangat ingin memeluknya lebih lama hanya untuk memastika ia nyata! Tapi aku tidak bisa. Terlambat. Aku akan menikah besok, meski satu2nya hatiku sudah ku berikan padamu. Aku tak bisa apa2. Mianhe Zhou Mi. Aku menggenggam butiran kalung darinya yang masih kupakai. Aku berharap di kehidupan selanjutnya kita bisa bersama.
**************
Seoul, Summer, 1991
Story of Kim HyeRi
“Gadis? Gadis? Cih! Menggelikan!” umpatku menatap kesal jinki di ujung pintu.
Sebegitukah gadis itu? Apa ia lebih baik dariku sampai jinki lupa kalau hari ini jadwal kami mengembalikan komik?
“Aish! Kenapa aku ini?” aku mengacak rambutku. Benar2 tak tahan melihat ia begitu. Jinki berubah gara2 cewek itu! Ia bukan sahabatku lagi! Aku hanya ingin menangis sekarang. Sejujurnya aku tak siap ditinggalkan secepat ini. aku ingin ia selalu ada untukku. Aku egois sekali ya?
Haruskah aku membantunya? Tapi bagaimana dengan hatiku? Aku tak bisa lebih lama lagi bersembunyi di balik topeng ini. pura2 tak peduli disaat aku benar2 peduli. Kau tahu? Rasanya sakit sekali…
**********
Seoul, Autumn, 2010
Story of Choi Serry
“Hei cewek bodoh!—hahaha—mianheyo. Tanganku terlalu gugup untuk menulis namamu. Choi Serry ‘kan? Choi serry dengan pipi gembung. Ups! Maap lagi!XDD… aku tidak ahli menulis kata2 romantis. Jadi langsung saja ya. Datanglah ke taman bermain malam ini. aku menunggumu tepat di bawah menara jam. Aku punya sesuatu yg ingin kukatakan…” aku memicingkan mata membaca kalimat terakhir, ditulis dengan hurup sangat kecil,”—with love, Kibum^^”
“Hahaha! Cowok pabo!” seruku.
“Mwo?” pak guru menatapku.
Aku menggeleng dan kembali mengerjakan soal remidi di atas meja. Sial! Aku lupa hari ini detensi gara2 nilai matematikaku yg skak mat. pukul 18.08. aku janji jam 7. Tapi dri 50 soal, baru sekitar 15 yg bisa kujawab. itu pun kalau benar. Aku melirik pak guru yg sedang melamun dihadapanku.
********
********
Part IV :: Love’s Way
*******
Seoul, Winter, 1895
heart of Kim Heechul
Dingin sekali. Aku berjingkat mencari2 sora-ssi. Sudah hampir pukul 7 malam. tak kurasakan kehadiraanya. Apa ia akan datang? Atau ia tersesat? Pikiran2 bodoh bermunculan di otakku ketika kudengar pengumuman opera hari ini dibatalkan. Terjadi penyerangan lagi!
“Kudengar rumah keluarga bangsawan lee di serang rakyat! Ia ketahuan melakukan penipuan uang istana!” kata seorang pria paruh baya.
Aku mencegatnya,”Bangsawan Lee? Benarkan itu ahjussi?”
Ia mengangguk. Tanpa berpikir panjang aku langsung beranjak pergi ke rumah Sora-ssi. Di sana rakyat sudah berkumpul membawa obor di tangan masing2. Mereka mencoba mendobrak masuk dan berhasil. Gerbang kayu itu tumbang. Dengan beringas mereka menghambur menghancurkan apa yg ada.
“Sora-ssi!” aku berlari ke gedung utama. Tak ada siapa2.
“Tuan.” Seseorang menepuk punggungku, “Ahjuma!”
“Ini dari noona. Ia memintaku memberinya padamu..”katanya lalu buru2 pergi.
Aku membuka lipatan kertas tipis itu. Terlihat ditulis dengan sangat tergesa2. Aku membacanya cepat dan sangat terkejut. Tidak mungkin!
***************
Seoul, Spring, 1945
Heart of Zhou Mi
Belum terbiasa dengan cuaca tak menentu ini Aku mengeratkan mantelku. di luar hujan deras. Aku menatap murung jarum arloji yg menunjuk pukul 18.32. Tak ada tanda2 keberadaan Seung Won. Aku akan menunggu seperti cowok2 bodoh dalam novel romance. Seung won tak akan datang karena ia menikah hari ini. aku tahu, tapi tetap tak bergeming menyaksikan org lalulalang di stasiun ini hingga pukul 7 tepat.
Asap mulai mengepul dari cerobong kereta yg akan segera berangkat.Tampaknya kami memang tak berjodoh di kehidupan kali ini. mungkin di generasi selanjutnya. Aku menyerah dan mengangkat koper ke pintu gerbang kereta. Kami tak akan pernah bertemu selamanya. Aku takkan kembali lagi.
“BRUUKK!!” seorang laki2 yg tampak terburu2 menabrakku. Ia mengedarkan pandangan panik mencari2. Tak menemukan apapun, ia lalu turun lagi dan menghilang di kerumunan orang2.
Semua kompartemen penuh. Aku berjalan ke gerbong paling ujung ketika seseorang mengetuk salah satu jendela yg kulewati…
*******
Seoul, summer, 1991
Heart of Lee Jinki
Di kedai teh…
“Hmm..Apa yg kurang?” aku mengamati ruangan yg sudah kutata seharian. melihatnya membuatku teringat si gadis. Apa tak berlebihan semua kejutan ini?
huaah! Uangku pun terkuras habis untuk menyewa. tak apalah! Demi dirinya. Tapi HyeRi belum juga datang. Apa ia benar2 niat mau membantuku? Aish~kenapa kelinci gendut itu begitu sulit dimintai bantuan? Ia berubah beberapa hari ini.
Jam digitalku berbunyi. Lima belas menit lagi menuju pukul 7. Aku semakin gugup bertemu dengan gadisku! Dan, HyeRi-aah! Kau bukan sahabatku lagi!
******
Seoul, Autumn, 2010
Heart of Kim Kibum
Kenapa harus banyak orang di tempat ini padahal bukan akhir pekan? Merepotkan saja! Aku menatap geli kotak kecil ditanganku. Sampulnya merah hati kekanak2an. Benar2 mirip cewek pabo itu. Ngomong2 cewek pabo, DI MANA DIA SEKARANG??? Berani2nya membuatku menunggu? Dia pikir siapa dirinya?
“Ayolah…” aku melirik cemas ponselku. Berkali2 mencoba menghubunginya, tapi hanya si tante cerewet itu yg mengabarkan ponselnya tidak aktip. Apa ia sengaja mengerjaiku? Jangan2 ia menganggapku tidak serius?
“RRrrrr…” ponselku bergetar, aku menekan layarnya.
“Sebentar lagi noona…” kataku menjawab omelan yg memberondong dri ujung telepon,”Dua puluh menit? Anio… lima belas…? Oke! Sepuluh!” ia menutup kasar pembicaraan.
“Serry-ahh. Aku berjanji tidak akan memanggilmu pabo lagi jika kau datang kali ini saja…”
**********
Part V :: The End of Endless Story
**********
Seoul, Winter, 1895
Lee SoRa&Kim Heechul
Kim Heechul berlari menghambur ke dalam rumahnya dan menyambar sembarang benda yg bisa dibawa. Ia mengetuk pintu rumah tetanggnya tergesa2. Seorang laki2 paruh baya keluar.
“Ahjussi, aku titip rumahku. Tidak tahu kapan kembali. Tapi aku pasti kembali!”katanya cepat dan memeluk si pria tua yg kebingungan.
Di lain tempat…
“Sebentar umma, kumohon…” SoRa memelas pada ummanya.
“kita tak punya byk waktu. Lihatlah, air bahkan hampir beku…” jawab umma.
“Ia pasti datang…” Sora berdoa sewaktu dilihatnya org yg dimaksud.
“Kau datang!”
“Tentu saja!” kata Heechul dibantu sora naik ke atas kapal,”Meski sulit sekali membaca tulisan hangulmu,” ejeknya membuat sora tersenyum malu.
“Tapi…bagaimana dengan keluargamu..?”
“I’m free,” heechul meniru sora,”Aku sebatang kara, tak punya siapapun…”
Sora menarik napas lega dan tanpa pikir panjang memeluknya sampai heecul hampir terjengkal.
Mereka pun berlayar ke eropa. Bangsawan lee terbukti tidak bersalah, sehingga mereka kembali ke korea beberapa tahun kemudian membawa seorang balita bernama Kim HeeRa.
Lee SoRa&Kim Heechul :: THE END
*****
Seoul, Spring, 1945
Seung won duduk di ujung tempat tidur menatap kosong gaun pernikahannya. Matanya sembab habis menangis. Ia membelai benda dengan tangan kanan, sementara yg lain menggenggam untaian kalung bermata saphire.
“Mianhe… semua orang berhak bahagia ‘kan?” katanya bangkit berdiri dan mengambil mantel di balik pintu.
Seung won kabur ke stasiun. Terlalu cepat beberapa jam. Ia menghabiskan waktu dan masuk ke salah satu kompartemen. Hampir tertidur karena bosan, seung won terkaget melihat mantan tunangannya naik ke gerbong tempatnya berada, menabrak Zhou mi yg terlihat kebingungan. Lelaki itu mengedarkan pandangan mencari. Seung won menyurukkan kepala bersembunyi dan lega ketika ia sudah pergi. Seung won hampir kehilangan zhou mi ketika dilihatnya cowok itu melintas di depan jendela kompatemenya. Seung won mengetuk.
“Lama sekali…” katanya pada Zhou mi.
“Seung won-ahh! Kau…!”
Seung won menarik tangan zhou mi masuk.
“Kupikir 19tahun terlalu muda untuk menikah,” jelasnya enteng.
Zhou mi masih tidak bisa percaya, ia berusaha mengendalikan diri mengingat kenekatan cewek ini,”Kalau begitu kubuang saja ini,” dikeluarkannya sekotak cincin indah.
“Andwe!” Sambar seung won,”untukku saja!”
Zhou mi tertawa.
“Apa di cina ada kimchi?”tanya seung won.
“Wae? Kau suka sekali kimchi!” zhou mi mengacak rambut kekasihnya.
Seung Won&Zhou Mi:: THE END
*****
Seoul, Summer, 1991
Kim HyeRi&……..
Hyeri membolakbalik komiknya di halaman yg sama selama setengah jam. Ia tak bisa berkonsentrasi.
“Bip…bip…”pagernya berbunyi. Satu pesan.
“HyeRi-ahh. Ke mana saja kau? Aku menunggumu. Cepatlah bantu aku!—Jinki.”
Hye ri menghela napas dalam. Haruskah aku menemuinya dan melihat gadis itu?
“Bagaimana denganku? Apa hatiku tidak penting? Apa rasa ini memang harus mati?” hye ri tak menyadari sebentuk sungai kecil mengaliri mungilnya,”Tuhan, kenapa hidupku tidak bisa semudah cerita komik ini??”
Di kedai…
Jinki bersandar gelisah di depan pintu.
“HyeRi-ah!” sapanya senang melihat cewek itu akhirnya muncul juga. Matanya sembab, tapi jinki pura2 tak menyadarinya,”Cepat bantu aku! Aku tidak bisa melakukannya tanpamu…” jinki menarik tangan hyeri.
Seperti biasa, hyeri berkelit. Hanya saja, kali ini jinki tidak berniat melepaskannya.
“Cepat katakan saja apa yg perlu kubantu…”
“aku hanya ingin kau bertemu dengan gadisku. Ia sudah menunggu di dalam…”
HyeRi berdecak,”Hanya itu? Bertemu? Aku tidak mau. Aku punya banyak urusan yg lebih penting..”
“Kumohon. Terakhir kali sebagai sahabat…” katanya memandang hyeri.
Hye ri mengalah dan menurut saja jinki menuntunnya masuk.
“Perkenalkan, gadisku…” tunjuknya.
HyeRi mengangkat kepala. Ia tak bisa percaya . Seperti sedang bercermin ia melihat Puluhan sketsa wajah mirip dirinya terpajang rapi sepanjang dinding.
“chogii.. na?” hyeri menunjuk dirinya.
“Entahlah,” jinki mengedikkan bahu,”Mungkin saja. Kebetulan namanya juga kim hyeri…” jawab jinki lalu tertawa,”Aku sudah bilang ini permintaan terakhirku sebagai sahabat, karena setelah ini, aku tidak berpikir jadi sahabat pilihan bagus… ottoke hyeri-ah? Apa kau setuju?”
Hyeri tak menjawab. Jinki menariknya ke satu2nya meja di ruangan itu,”Aku juga membuat ini! komik tentang kelinci gendut! Lihatlah…”
Hye ri maju lebih dekat ke benda yg ditunjuk. Wajahnya hanya berjarak dua senti dri permukaan meja ketika tanpa peringatan jinki merengkuh kepalanya dan mengecup hangat kening cewek itu tepat diantara kedua alisnya.
“Saranghae, kim hyeri…” bisiknya dan tersenyum hangat.
Cewek itu hanya melongo.
“Hya! Katakan sesuatu…”
Bukannya menjawab, hyeri menangis.
“Hei-hei, jangan menangis. Kau tidak perlu menjawabnya sekarang. Pikirkan saja dulu…”
HyeRi malah menangis semakin keras membuat Jinki panik. Tapi kemudian ia mengangguk.
“Mwo? Jadi kau setuju?” tanya jinki tak percaya.
“N-ne…” jawab hyeri sesegukan.
“Hahaha…!” jinki tertawa meledak.
Kim HyeRi & Lee Jinki :: THE END
*************
Seoul, autumn, 2010
Choi Serry & Kim Kibum
Serry berlari sekencang mungkin melawan arus kerumunan orang 2. Ia tak sempat ganti baju. Dari sekolah langsung menuju taman bermain.
“Gawat! Terlambat setengah jam!” ia terengah.
Serry sempat tersesat, lupa di mana letak menara jam sampai akhirnya ia menemukannya. Gadis itu membungkuk mengatur napas. Kakinya lemas menyadari ternyata tempat itu sudah kosong melompong. Kibum tidak ada di manapun.
“Kibum-aahh…” ia berbisik kecewa,”Kenapa kau begitu egois? Pertama kalinya aku terlambat dan kau bahkan tidak mau menunggu?”
Serry terduduk di sisi menara. Membenamkan wajahnya yg menangis.
“dari pertama, selalu aku yg menunggumu. Kau bahkan tidak pernah balas mengatakan menyukaiku. Atau sebenarnya memang tidak?”
Telapak tangannya menyentuh sesuatu. Kotak kecil bersampul merah hati bertulis namanya. Serry mengusap wajahnya dan membuka benda itu. Ia menemukan sebuah mini handycam, menekan tombol power dan play.
“Anyeong serry-ahh. ..”Kibum muncul di layar, ia merekam dirinya sendiri,”ketika kau melihat ini, mungkin aku sudah tidak ada di korea. Aku akan pergi untuk melakukan pengobatan. Doakan aku berhasil yaa..” ia tersenyum,”Si bodoh ini sudah terbenam sejak kecil dikepalaku, dan entah kenapa akhir2 ini ia jadi sering muncul. Dokter bilang aku harus melakukan sesuatu, jadi mereka mengirimku ke amerika… dan serry-ahh," kibum menarik napas,"-- mianheyo, tidak banyak kebahagiaan yg sanggup kuberikan selama ini. aku sering mengecewakanmu. Terlambat di setiap janji, mengerjaimu, dan banyak hal lain. Dan untuk ulang tahunmu Aku hanya bisa membuat sebuah lagu untukmu,,” ia tampak menghilang, sedetik kemudian muncul dengan gitar di tangannya,”dengarkan ya…” terdengar lagu akustik mengalun selama beberapa menit, serry tak sanggup menahan laju air matanya,” aku tahu aku terlihat keren. Hahaha… rekamlah semua kegiatanmu selama aku tidak ada dengan benda ini. aku Pasti kembali! Tunggu aku ya… dan… dengarkan baik2. Aku hanya mengatakannya sekali …” kibum memperbaiki letak duduknya,”Saranghaeyo Choi Serry…” ia tersenyum dan video itu berakhir.
Serry bangkit berdiri dan memasukkan handycam itu ke dalam tas sekolahnya. Ia berlari dan menyetop taksi pertama yg muncul.
“Bandara Incheon!” katanya.
Tempat itu lumayan ramai dengan turis2 yg baru saja tiba. Serry berlari ke bagian penerbangan luar negeri. Terlalu luas! Ia tak bisa menemukan kibum di manapun. Ponselnya kehabisan baterai. Serry hampir putus asa ketika dilihatnya cowok itu berjalan melewati portal sebening air.
“Kibum-aah!” teriak serry tidak memperdulikan sekitar.
Kibum menolah dan terkejut melihatnya. Tapi ia sudah terlajur masuk dan etalase tertutup selain untuk penumpang. Serry berlari ke arahnya. Kibum memberitahu agar ia berdiri di sisi sebelahnya. Mereka berhadapan terhalangi kaca sebening embun itu.
Serry tidak lagi berniat menyembunyikan air matanya.
kibum mengetuk dan menulis,”Jangan menangis…” tapi justru membuat gadis itu semakin tersedu.
Kibum menggaruk kepalanya bingung dan menggores dinding itu lagi,”Aku pasti kembali…”
Serry mengangguk. Kibum tersenyum memberi isyarat agar serry mendekat. Ia menunduk dan mengecup tepat di mana bibir serry seharusnya berada.
”Saranghae,” tulisnya dan melambai pergi.
Choi Serry & Kim Kibum :: The End
************
EPILOG
Seoul, 2027
YooNe menutup buku tua yang ditemukannya di laci beberapa hari lalu. Benda paling asing yg pernah ia lihat. Jadi dengan ini orang2 jaman dulu mengabadikan kisah mereka? Ia mengangguk.
“Cinta, satu diantara sedikit hal yg masih tersisa ketika bumi mulai menua…” ia membaca kalimat terakhir.
Akankah kisahku berakhir indah juga? Batinnya.
“Apa itu?” taemin muncul dari belakang.
“Bukankah kau yg menaruh di laciku?” tanya Yoone pada kekasihnya.
“Aniyo…” taemin menggeleng.
“Jadi, siapa…?”
“Entahlah…” taemin mengangkat bahu.
Tidak mungkin! Yoone semakin bingung.
“Ayo kita cari makan. Aku lapar,” ajak taemin padanya.
Yoone mengangguk masih dalam kebingungan.
=THE END=
selesai juga,, hehe
Showing posts with label Fanfic. Show all posts
Showing posts with label Fanfic. Show all posts
Friday, November 15, 2013
Wednesday, April 20, 2011
FF (OneShoot) Blue Minded
Title :: Blue Minded
Cast :: Park Sang Hyun alias Thunder – MBlaQPark Hye Jin..

Park Hye Jin mengeratkan pegangan pada tali ranselnya, menatap kosong tengkuk seseorang di hadapannya. Ia duduk di deretan paling belakang ruang tunggu, sambil mengayunkan kakinya diujung kursi. Lelaki itu sama sekali tak bergeming di balik topi hitam misterius. Hye Jin tak peduli. Ia sedang berpikir sesuatu yang lain. Untuk pertama kali ia berjalan sejauh ini dari rumah. Sudah dua hari Hye Jin tidak mendengar ocehan ibu atau gerutu ayah yang ternyata sangat membuatnya rindu.
Mengejar cinta. Ia tertawa sendiri menggumamkan kata2 itu. Hye Jin sedang dalam pencarian akan cinta pertamanya. Ia tak percaya kalimat cinta pertama tak kan berakhir bahagia. Ia cukup bahagia sekarang mendengar alunan musik cinta pertamanya dari sepasang earphone di telinganya. Ia kemudian mengeluarkan sesuatu dari dalam saku tas.
“Sebentar lagi...” ia menggumam menatap benda itu. Secarik kertas usang yang sudah lecek di mana2. Ia mengelusnya sayang dan dengan berhati-hati membuka lembaran tipis dari dalam.
“ Annyeong Park Sang Hyun atau Thunder—mianhe, aku lebih suka memanggilmu begitu. Mungkin tak ’kan berarti ribuan kata-kata yang ingin kutumpahkan sesaat lagi. Mungkin kau bisa menganggapnya omong kosong atau surat cinta biasa. Tapi satu yang kupastikan, aku mengumpulkan kepingan keberanian untuk—bahkan—hanya membayangkan ini. Menulisnya. Mengatakan padamu hal memalukan ini...*wajahku benar2 panas—aish~>.<*
Bodohnya hatiku. Aku sudah berusaha membunuh perasaan ini sejak lama. Percayalah. Tapi ternyata ia terlalu kuat. Hatiku ternyata egois. Akal sehatku mati dihadapannya. Aku terpaksa tersiksa, memberi air kehidupan pada perasaan terlarang ini. Ia memaksaku menegak racun berbisa. Tak mudah, kau tahu. Memendam monster mengerikan yang melukaiku dari dalam.
*aku sedang menarik napas panjang sekarang...*
...Dan aku menyukaimu. Dengan segenap cerita hidup yang sanggup kulukiskan agar kau mengerti. Aku menyukai desauan angin yang terbawa beserta tawamu. Mataku tak bisa beralih dari senyum sederhanamu. Semakin jauh aku mengakuinya, semakin kepengecutanku menari-nari. Aku tidak punya cukup keberanian mengatakannya padamu. Aku tak sanggup menatap dua mata menyelidik itu, takut ia mengetahui rahasia hatiku. Jari-jariku bergetar hebat meraih satu persatu helaian keyakinan yang tersisa. Aku berteriak lelah menanggung semuanya sendiri. Hatiku tak mau mengerti. Ia bersikeras memilihmu. Aku sudah mengatakam tidak ribuan kali yang di balasnya kejam jutaan kali.
Mengertilah, aku hanya ingin kau tahu kisah sedih hati ini...
Seonggok hati keras kepala...
Sekeping hati yang menyukaimu dengan cara sesederhana mungkin hanya agar kau tahu bahwa ia hidup...”
Hye Jin menelusuri satu persatu kata dengan tergesa-gesa. Ia sudah hapal semua. Setiap tanda baca. Hanya beberapa mil lagi ia akan bertemu cinta pertamanya. Park Sang Hyun. Yang sekarang sudah menjadi member grup rookie baru di korea. Hye Jin ikut bangga meski itu tak kan berarti apa2. Tak kan merubah kisah di antara mereka. Ia hanya menyesal terlambat mengatakannya. Membiarkan gebu cinta itu berlalu. Sepotong cinta usang. Ia membiarkannya pergi tanpa sempat berkata apa-apa. Masa lalu muram, pikirnya. Tapi terlambat bukan berarti tidak akan pernah. Kata itu terus di ulang dalam kepalanya.
Tiba-tiba speaker raksasa menggema menyelimuti dinding. Penerbangan dibatalkan malam ini. Cuaca Desember terlalu buruk untuk di lalui. Hye Jin mengerang kecewa. Ia tak punya banyak waktu. Ia tak boleh melewatkan kesempatan malam natal terakhir yang mungkin di dapatnya bersama Thunder. Tidak kali ini.
Semua orang melakukan protes2 heboh di meja pemesanan tiket seolah itu bisa mengubah keadaan. Hye Jin bangkit, namun pandangannya tiba-tiba berkabut. Ia bersandar pada bahu kursi sesaat meraih segenggam butiran kecil di dalam tas dan menelannya cepat-cepat. Ia lalu berdiri dengan gontai dan berjalan keluar.
Langit sedang tidak bersahabat. Ia memuntahkan jutaan salju beku malam ini. Dentingan lagu-lagu natal mengalun indah dari balik etalase toko pernak-pernik di seberang sana. Hye Jin menggigil mundur beberapa langkah ketika tubuhnya menabrak seseorang.
“Cheosonghamnida...” ia membungkuk beberapa kali pada laki-laki yang duduk di depannya tadi--sebelum seperti tersambar petir, ia menyadari sesuatu. Hye Jin berbalik, menghindar pergi.
“Hye Jin-ahhh!” panggil lelaki itu, “Yaaa!!”
“A-annyeong... Sang Hyun-ah..” jawab Hye Jin pelan.
“Apa yang kau lakukan di sini?? Penerbangan dibatalkan bukan...?”
Hye Jin mengangguk tanpa menatap lawan bicaranya, “Ne... aku mau pergi, menunggu penerbangan besok...”
“Pergi?? Melewatkan malam natal seindah ini?” tanyanya heran, “ Ikut aku keliling kota saja!” tawarnya riang, yang labih terdengar perintah dri pada permintaan.
“Tapi...”
Terlambat. Thunder sudah menarik ujung syalnya—kebiasaan yang tak berubah-- menembus derai salju yang berkilauan. Mereka mengunjungi hampir semua tenda makanan kecil yang buka malam ini. Thunder tak berhenti menceritakan lelucon semasa mereka sekolah dulu. Gosip-gosip tua yang kebanyakan ternyata benar. Cowok itu masih sama berkilaunya seperti dulu, bahkan setelah bertahun-tahun tidak bertemu sejak kepindahannya ke Filipina, Hye Jin sama sekali tidak merasakan perbedaan. Seolah itu semua terjadi hanya beberapa menit lalu.
Sampai jam menunjukkan pukul 11.45. Semua orang berkumpul di aula kota di sekitar pohon natal super besar yang menjulang indah menembus langit hitam. Di detik-detik terakhir semuanya menghitung mundur ke pukul 12. Thunder menarik tangan Hye Jin menerobos kerumunan, mengambil tempat paling dekat dekat pohon.
“5... 4... 3... 2...” teriak mereka bersamaan ketika pada hitungan terakhir Thunder menunduk dan mengecup kening Hye Jin hangat.
“Merry Chrismast!” bisiknya lembut di telinga gadis itu kemudian menepuk kepalanya pelan.
Hye Jin terpaku menatap cowok di hadapannya. Salju semakin lebat tapi ia malah berkeringat hebat. Thunder hanya tertawa melihat ekspresi di wajah gadis itu. Tiba-tiba ia merasakan ribuan jarum menusuk pusat kepalanya. Hye Jin meringis kesakitan.
“Tidak sekarang!” umpatnya marah, “ Jangan sekarang, aku mohon...” ia menangis perih.
“Hye Jin.. gwaencanayo??” tanya Thunder melihat sesuatu tidak beres.
Hye Jin tak sanggup mendengar apapun lagi. Lututnya lemas. Ia terjatuh dan tak melihat apapun lagi...
***
Thunder menatap kertas usang di tangannya. Ribuan kali sampai ia ingat persis di bagian mana saja garis-garis tua itu merusak rangkaian tulisan tangan di dalamnya. Udara pemakaman ini begitu dingin. Tapi tak tahu kenapa, ia cukup betah berlama-lama di sini. Mengusap-usap sayang batu nisan dari pualam yang beku bagai es.
“Yaa... ayo kita pulang...” panggil seseorang.
Thunder menoleh dan mengangguk, kemudian berbalik pada nisan di hadapanya, “Aku pulang dulu. Nanti aku kembali lagi, sampai jumpa,” ia mengusap benda itu sekali lagi.
“Ibu pasti senang punya anak sepertimu,” Hye Jin tersenyum pada kekasihnya.
“Ibu senang mendenger surat cintamu,” ledeknya.
“Mwo? Kau membacakannya untuk ibu??” protes Hye Jin.
Thunder mengangkat bahu.
“Ya...!!!!” teriak Hye Jin kesal.
Thunder hanya tertawa semakin keras.
“Emm, pada malam natal waktu itu, sebenarnya kau mau kemana?” tanya Hye Jin.
“A—oh , itu! Aku mau pulang,”
“Mwo? Waeyo?”
“Mencarimu,”
“Mencariku? Kenapa?”
“Karenaaa~ Rahasia!” ia mengedipkan mata dan mengacak rambut Hye Jin.
=The End=
Jeongmal mianhe Ny. Park alias mamahnya Thunder and Dhara onni, uda saiia bikin passed away di ff ini. Ini Cuma ff. Trust me! Saiia pribadi berdoa supaya ahjuma umur panjaaannggg... amiiinnn.... hehehhh...
fakta2 di dalam hanya karangan saja...
mian juga kalu ada ketikan yg salah yaaa
FF (OneShoot) Foolish Love
Title ::
cast :: seungri BigBang


=Day 1=
“Itu gadis yang berpakaian aneh di pesta musim panas tahun lalu ‘kan? Kau ingat kejadian memalukan itu?” bisik seorang cewek kepada temannya yang mengangguk geli mengiyakan.
“ku dengar ia menyatakan cinta pada seung ri sunbae…” tambahnya.
“gurraeyo?”
“ne… tapi ditolak tentu saja…! sunbae tak kan suka gadis seperti itu! Dia punya wanita lain…”
“Benarkah? Kasian sekali…”
Kemudian mereka terkikik keras tanpa berusaha disembunyikan lagi.
Yong mi berjalan menunduk menyusuri koridor sekolah. Ia tak suka orang-orang menyadari nya dan terus membicarakan kehadirannya, apalagi menyinggung masa lalu ‘itu’, yang ingin dikuburnya dalam2. Ia terus memandang ujung sepatu ketsnya yang berdebu, setengah berlari menaiki anak tangga ke atap sekolah. Satu2nya tempat tersembunyi yang jauh dari perhatian murid-murid populer lain.
Sesampainya di sana ia seketika berlari menuju dinding yang menghadap timur. Permukaannya berkilauan terselimuti embun tadi malam. Yong mi menyusurinya dengan tak sabar. Seperti orang kelaparan matanya mencari-cari sesuatu. Itu dia! Tepat di bawah tulisannya yang rapi kemarin.
“kenapa aku tidak boleh mengetahui tentang dirimu?”
Itu saja? Yong mi mundur kecewa. Hanya itu balasan dari pesannya yang begitu panjang.?
Yong mi mengambil spidol kecil dri sakunya dan menulis.
“aku bertaruh kau tidak akan mau tahu siapa aku. Begini saja sudah cukup…” tulisnya.
Ia tak tahu lagi harus berkata apa. Mungkin seperti cinta pertamanya. Permainan ini juga akan berakhir percuma.
***
Yong mi terlambat ke kelas selanjutnya. Ia berlari sekencang mungkin menapaki lantai.
“Brukk!!” ia menabrak seseorang. Tubuh mungilnya terjengkal.
“mianhe…” ia menepuk ujung roknya dan bangkit lagi…
“Hei, lihat siapa ini…! park yong mi,,,!” seru seseorang sambil menginjak spidol birunya yang terlempar.”Ini cewek yang menyatakan cinta padamu ‘kan?!”
Jantung yoong mi memburu cepat mengetahui siapa makhluk di hadapannya.
Seung ri tak menjawab ejekan temannya.
“Gwaencanayo?” ia menanyai yong mi.
Yong mi diam, membuang muka jijik.
“Yaa! Dia bertanya padamu! Dasar cewek tidak tahu di untung! “ temannya yang lain mendorong kepala yong mi kasar. Yong mi tak bergeming. Ia sudah biasa diperlakukan seenaknya oleh seluruh penghuni sekolah ini. Biarkan mereka melakukan sesuka hati sampai mereka muak sendiri. Pikirnya. Ia tak peduli. Sebaliknya, yong mi menganggap mereka hanya sekumpulan orang tak berguna yang kebetulan satu sekolah. Mata mereka buta dan tak mampu melihat kebaikan hati dibalik seragam sederhananya.
“Ayo pergi…” kata seung ri datar dan berjalan melewatinya begitu saja.
Mereka berlalu sambil menatap remeh yong mi.
***
“Aku benci mengakui ini. Mencintai pesona kepedihan dalam relung matanya. Seung ri sunbae? Begitukah namanya? Mengapa pandangannya begitu kelam di balik wajah angkuh itu? Kenapa ia harus memakai topeng seolah semuanya sempurna? Siapa dia sebenarnya? Begitu banyak pertanyaan bias dalam kepalaku. Tapi pertanyaan yang paling besar adalah… mengapa aku peduli?”
****
=Day 2=
Tak ada balasan hari ini. Dinding itu kosong melompong. Hampa tanpa nyawa. Yong mi mendesah, menggenggam erat spidol di jarinya. Aku akan terus menulis meski tak kan ada jawaban lagi. Aku akan terus bersuara meski tak ada yang mendengar. Pikirnya.
“annyeong wallman-kau tahu aku tidak punya panggilan lain untukmu. Bagaimana harimu? Apa begitu sibuk sampai tak sempat membalas pesanku? Mianhe, aku benar2 berharap kita bisa menjadi teman baik. Aku tak bisa mengatakan siapa diriku. Tidak sekarang. Kuharap kau mengerti. Asal kau tahu, kau satu2nya makhluk di sekolah ini yang mau mendengar ceritaku… gomawoyo…”
***
Yong mi menuruni satu persatu anak tangga dari atap sekolah dengan perasaan datar ketika ia mendengar sesuatu.
“waeyo oppa? Kau harus punya alasan menolakku!” desak suara pertama.
Tak ada jawaban.
“Apa kau menyukai cewek lain? Nugu? Apa dia lebih baik dariku?” suara itu terdengar gusar, “Oppa,, katakan sesuatu…” desaknya.
“ya, aku punya…” jawab suara kedua, membuat langkah yong mi yang tadinya berniat tak peduli terhenti. Ia mengenali suara itu…
cewek itu melihat yong mi di ujung pintu. Ia berdecak, menatap marah dan menghampirinya.
“Apa yang kau lihat cewek bodoh?!” ia mendorong tubuh yong mi kasar,”pergi!” teriaknya.
Yong mi menatap seung ri kemudian beralih pada cewek itu,”Kau tidak lebih bodoh dariku asal kau tahu,” ia mengangguk pada seung ri yang duduk di salah satu meja di kelas sana.
“Mwo? Kau pikir kau siapa hah?!”
“Yang kau lakukan buang-buang waktu saja. Percayalah…” kata yong mi memandang benci seung ri.
***
=Day 5…=
“annyeonghasimnika? Sepertinya kau benar-benar sibuk dan tak punya banyak waktu sekarang. Gwaencana. Aku akan terus menulis agar kau tahu aku tetap di sini. Tunggu! Kau benar2 manusiakan? Maksudku, apa kau juga murid sekolah ini? Bukan…yah… hantu atau semacamnya? Hahaha…”
***
=Day 10=
“Aku memutuskan untuk berhenti menyukainya.—cowok yang pernah kuceritakan. Tidak mudah memang. Tapi aku pasti bisa… kau mendukungku, kan, wallman??—entah kau cowok atau cewek. Dan Jennie—anjingku, kau ingat? Sudah punya 4jenie-jenie kecil sekarang. Mereka benar2 cerewet berebut makanan…>.<”
***
=Day 14=
Seluruh sekolah sedang sibuk mempersiapkan ujian bagi siswa tahun terakhir. Yong mi masih menyempatkan diri menulis pesan di dinding.
“Hari ini semua masih biasa2 saja. Sebentar lagi aku akan lulus dari sarang monster ini. Aku akan pindah keluar kota. keluargaku ingin memulai hidup baru di luar sana. Aku sangat senang. Tapi aku tak kan bisa berhubungan denganmu lagi. Itu membuatku sedih. Aku ragu akan menemukan teman sepertimu lagi. Kuharap kau baik-baik saja. Kita berjuang untuk ujian ya!!—meski aku tidak tahu kau siswa tahun ke berapa-- Fighting wallman!”
***
=Day 30=
Yong mi menghirup dalam-dalam udara di sekitarnya. Pemandangan dari atap sekolah memang yang terbaik. Sayang hanya sedikit orang yang mempedulikan tempat ini. Semuanya sibuk di dunia bawah sana. Saling memamerkan brand2 terbaru peralatan sekolah mereka atau berbagi cerita bagaimana mereka baru saja menghamburkan uang. Mempergunakan sebaik mungkin kesempatan menyombong satu sama lain. Atau terkecoh cerita2 seram tentang murid cewek yang meninggal setahun lalu. Yong mi percaya yang mati tak kan memilih kembali ke dunia yang sekejap ini. Paling tidak, bukan dirinya.
Ia menoleh pada dinding yang hampir berubah warna menjadi biru langit di seberangnya. Ia sudah berhenti menulis di situ. Tak ada jawaban apa pun. Hanya celotehan2nya sendiri bercerita tentang hidupnya yang biasa-biasa saja. Wallman benar2 menghilang. Atau bahkan sebenarnya tak pernah muncul? Sebelumnya memang pernah begitu. Tapi hanya sekitar dua minggu ketika kemudian ia datang lagi dengan kisah2 yang berbeda. Yong mi terus mengingat cerita2 seru mereka dulu. Meski berjalan sangat lambat, tapi persahabatan mereka terasa sangat hangat. Sekarang tinggal menunggu hari ia meninggalkan sekolah ini.
Yong mi memutuskan membaca kembali coretan2 dinding itu hanya untuk bernostalgia. Ia benar2 melewatkan tiga tahun yang aneh berteman dengan makhluk maya seperti ini. Tapi yong mi tak pernah menyesal. Ia cukup senang dengan begini saja.
Jari-jarinya menelusur pelan.
“kenapa kau bosan? Yah,, sebenarnya aku juga bosan…” pesan paling pertama dari si wallman dan diikuti pesan yang berbunyi senada…“Aku dapat nilai jelek ujian hari ini…”,”aku berharap bisa bermain dengan jenie^^ … kedengarannya ia anjing yang lucu…” dan cerita-cerita biasa lain yang dibalas yong mi dengan kisah cinta klasiknya pada seseorang yang sudah ia pendam lama tapi tak berani mengakui pada siapapun, sampai yang terakhir,”kenapa aku tidak boleh mengetahui siapa dirimu?” sampai di situ saja. Biasanya yong mi akan menemukan balasan setiap keesokan pagi. Tapi tidak lagi.
Kemudian tanpa disadarinya, yong mi tersentak. Ada sebaris tulisan bertinta hitam diantara carut marut pesan lain. Ia baru mengetahui hari ini sejak sekian lama tidak menulis lagi. Tulisan itu hampir pudar tersapu embun.
,i>“Aku tahu siapa kau…”
Jantung yong mi berdetak cepat. Ia tak percaya. Wallman tahu siapa dirinya di saat sekian lama mereka tidak berhubungan lagi? Ia sudah tiga tahun berusaha sepintar mungkin mencari timing yang tepat untuk pergi ke atap sekolah agar tak ada yang mengetahuinya. Tapi fakta ini…??
“Kuharap kau mau menemuiku di pesta perayaan kelulusan nanti. Tepat pukul 8 di pintu masuk menghadap timur…dan—percayalah. Aku sudah tahu siapa kau…”
***
Pesta. Yong mi benci 5huruf itu. Kenangan menyakitkan pesta setahun yang lalu. Ia menyatakan cinta pada cowok yang tidak tepat, di saat yang tidak tepat, dengan kostum paling memalukan sedunia. Ia melakukannya atas dorongan wallman yang mengatakan cinta yang tulus tak seharusnya di sembunyikan dan dibiarkan padam begitu saja. Cinta berhak di ungkapkan dengan cara seindah mungkin.
Begitulah yong mi yang datang malam itu dengan dandanan berbeda. Tidak buruk jika saja itu pesta kostum. Cantik malah melekat di tubuhnya yang ramping. Hanya saja cahaya itu terhalang gemerlap gaun prestisius dan dandanan mahal murid2 lain. Ia terlalu sederhana sampai dianggap aneh dan tak layak. Belum lagi predikat freaky girl penggila novel yang melekat pada dirinya…
1 year before…
Yong mi menghampiri seung ri dengan cukup berani. Ia tahu ia akan gagal. Bukan keberhasilan yang diimpikannya, tapi bebasnya perasaan cinta dan hati yang rapuh ini. Ia hanya ingin seung ri tahu.
Seluruh aula heboh ketika seseorang meneriakan, “Freaky girl menyatakan cinta pada Pangeran Es!”
Wajah Yong mi memanas begitu semua orang menoleh ke arah mereka. Ia mengepalkan tangannya erat hanya untuk tidak tumbang sekarang juga.
“Aku tidak berpikir cinta sesuatu yang penting sekarang…” jawab seung ri lalu meneguk minuman merah dari gelas pialanya.
“Maaf Anda gagal!” ejek cowok yang berteriak tadi diikuti kekeh keras teman2nya.
Yong mi benar2 ingin menangis, tapi tak ada tanda2 air mata itu muncul. Ia terus berdiri terpaku seolah patung tak bernyawa. Hatinya seperti menguap, tak sanggup merasakan perasaan apapun. Ia tidak sedih, tidak juga marah. Ia hanya merasa—kosong.
Lama kemudian ia menyadari Cinta sederhana itu bahkan tak dianggap penting. Hati itu ternyata bukan apa-apa. Ribuan tetes air matanya berarti hampa. Yong mi menyerah dan mengubur perasaannya di ujung langit paling kelam. Tapi wallman tetap memberinya dukungan dengan cara paling aneh di dunia. Menulis pesan dinding.
***
Upacara kelulusan sudah dilaksanakan. Dan malam hari pesta perayaan dimulai. Yong mi menatap muram butiran mungil salju dari balik jendela kamarnya. Barang2 mereka semua sudah dikemas dan harus berangkat malam ini juga jika tidak ingin penerbangan dibatalkan karena cuaca buruk.
***
6.18pm…
ia tak berniat bertemu si wallman. Yong mi memilih menjadikan semuanya kenangan indah tanpa harus berakhir buruk jika temannya tahu ia hanya seorang murid paling tidak populer di sekolah.
Yong mi melangkah menjauhi halaman rumah yang sudah ditinggalinya sejak 3tahun yang lalu. Keluarganya memang selalu berpindah2 sehingga ia sulit berteman. Dan ini kota terlama yang pernah mereka singgahi.
***
6.45pm…
bandara hiruk pikuk. Bangku2 tunggu penuh dengan orang2 yang hendak bepergian. Yong mi bersandar pada pilar paling besar sambil mendenger “Blue Tommorow”-super junior dri ipod mungilnya menunggu segala macam administrasi ketika tiba2 ia teringat sesuatu. Spidol birunya—satu2nya kenangan indah yang sanggup ia bawa—tertinggal di atap sekolah.
“Umma, apa kita masih punya waktu?”
“waeyo? Kau mau ke mana?”
“sebentar saja. tidak akan lama. Aku janji!”
Sebelum ibunya mencegah, yong mi sudah berlari menembus kerumunan. Ia menghentikan taksi pertama yang lewat dan buru2 turun tepat di depan gerbang sekolah. Tempat itu ramai di sebelah barat. Aula penuh murid2 yang merayakan kelulusan.
Gelap gulita di pintu masuk gedung. Yong mi tak peduli. Ia terus menerobos melewati jalan rahasia yang biasa ia gunakan untuk menghindari bertemu orang lain. Ia tiba di lantai teratas tanpa halangan.
Tak terlihat apapun. ia berjongkok menggapai2 lantai yang beku sedingin es tapi tetap tak menemukan apapun. memang harus berakhir begitu saja.
Yong mi berdiri dan menarik napas panjang. Ia menyerah.
“Mencari ini?” tanya seseorang di belakangnya.
Yong mi terkejut. Ia berbalik dan tak yakin akan apa yang dilihatnya. Terlalu gelap.
“Seung ri sunbae!”pekiknya tertahan,” Jangan bilang kau si wallman…?”
“Aku sudah bilang aku tahu itu kau… setiap hari datang dan pergi menulisi dinding…”
“Tidak mungkin itu kau!” bentak yong mi tak percaya.
“Memang. Pada awalnya. ..”
“Apa maksudmu?”
“si wallman--sahabatmu itu adalah shin hyo ri. Cewek yang meninggal setahun yang lalu…”
Yong mi tersentak luar biasa. Ia tak percaya sahabatnya telah pergi bahkan tanpa ia tahu.
“Mwo? Bagaimana kau tahu?”
“Hyo ri bilang padaku. ..Tentang teman mayanya yang selalu menghindari pertemuan…”
Yong mi terdiam. Ia tak punya kata2 untuk menggambarkan apa yang ada di otaknya.
“Hyo ri gadis yang mudah sakit. Tapi ia tak suka orang2 mengetahui dan mengasihaninya. Ia selalu kabur ke atap sekolah setiap penyakitnya datang. Dan—ia melihat tulisanmu…”
“Tapi…” yong mi menelan ludah.
“Hyo ri belum tahu kau siapa sampai saat ia meninggal…”
“Bagaimana kau tahu itu aku?”
Seung ri melambaikan spidol birunya,”Terjatuh ketika kau menabrakku di ujung tangga…” lanjutnya,”untuk beberapa minggu kau tak mendapat balasan kan? Itu masa kritis hyo ri. Ia tak bisa sekolah lagi dan terus menghabiskan waktu di rumah sakit. Ia memintaku menggantikannya ketika ia tahu waktunya sudah tak ada. Aku menolak tentu saja. Tapi aku sudah berjanji…”
Yong mi merasa seperti menemukan kepingan puzzle yang hilang. Inilah alasan ketidak hadiran dan perbedaan pada tulisan2 selanjutnya dari jenjang waktu yang cukup lama itu.
“tulisan kalian tidak jauh berbeda…”
Seung ri terkekeh,”Tentu saja. Kami tumbuh besar dengan segala sesuatu hampir sama. Semua orang mengira kami bersaudara…”
“Tapi kau mencintainya, ya kan? Begitu mengenal dan selalu berada di sampingnya sampai saat terakhir…”
“aku tidak tahu itu cinta atau hanya perasaan egois, tapi, ya, aku selalu ingin bersamanya,”
Perkataan itu mengiris hati yong mi entah bagaimana caranya. Mendengar dari mulutnya sendiri, cowok yang kau sukai selama tiga tahun lebih memilih orang lain.
“arasseo…”bisiknya mengerti.
“Kemudian hyo ri mengajakku masuk ke duniamu. Kami bersama Membaca cerita2 tentang hidupmu. Ia menganggap kau manusia paling unik di dunia…”
Pipi yong mi memerah. Ia malu menyadari orang lain mengetahui jalan hidupnya yang biasa2 saja.
“Hyo ri benar. Kau polos sekali,” seungri bersandar ke pagar pengaman,”Kau hanya cewek yang sok tahu,”
“Sok tahu?!” protes yong mi,”Kau tidak tahu apa2!”
“Aku tahu. Hyo ri bilang kau menyukaiku sejak tahun pertama ‘kan? Di upacara penerimaan…”
“aku tidak pernah menyinggung sedikitpun namamu…”
“dia hanya menebak…” seungri memainkan spidol di tangannya,”Dan dia benar pada malam pesta tahun lalu…”
“Cih…” desah yong mi,”I wasn’t on my right mind…” kilahnya.
“Guraeyo? Sayang sekali…”
“Sudahlah… kembalikan barangku, aku harus segera pergi,” pinta yong mi melihat jam tangannya.
Seungri mengulurkan spidolnya. Yong mi menyambar benda itu berbalik pergi. Namun langkahnya terhenti ketika seungri menggengam erat pergelangan tangannya.
“Jangan pergi…” kata seungri sangat pelan.
“Mwo?” yong mi tak mengerti.
“kau menulis kau akan pindah…” ia mengangguk pada dinding di seberang.
“Ah… ne… aku tidak bisa di sini lagi…”
“Kau tidak mengerti?” kata seungri tak sabar,”Jangan pergi…” lanjutnya dalam bisikan tanpa memandang Yong mi.
“ap--pa…?”
“Lihat!” seungri menunjuk langit.
Yong mi sontak menoleh ke arah yang dimaksud ketika tiba2 sebuah kecupan singkat mendarat di bibirnya. Ia terkejut sampai mengira dirinya sedang bermimpi.
“Langitnya indah bukan?” kata seungri tanpa memandangnya,”Ya! Kau tidak lihat bintang di sana? Lihatlah…” tambahnya.
“Apa itu…?” tanya yong mi bodoh.
“Mwo? Apa maksudmu?”
“Itu—tadi…” yong mi memberi isyarat dengan jarinya,”Itu…”
“Aku tidak mengerti apa yang kau katakan…” jawab seungri nakal membuat pipi yong mi memanas.
***
“Yoboseo… umma??”
“Ne… yong mi! kemana saja kau!” bentak umma dari seberang telpon.
“Aku tidak jadi pindah. Aku tetap disini!”
“Mwo??”
“Aku tidak jadi pindah… mianhe…”
“Tapi…”
“Tuuutt..tuuutt…tuuuuut….”
***
“Sepertinya Hyo Ri benar. Aku bodoh. Mataku tertutup keegoisan sehingga tak melihat hatimu yang seindah pelangi pagi.. Awalnya aku tak peduli. Bukan karena kesombongan atau apa. Aku mengunciku cintaku pada satu nama. Shin Hyo ri yang tak ‘kan pernah kumiliki. Aku egois dan membunuh cintamu begitu saja. Mianhe. Tapi kemudian, seiring detak jantung, Aku terpukau cara polosmu menyukaiku. Aku mulai mengerti cerita hidup sederhanamu. Kau menarikku ke duniamu yang biasa saja. Bagaimana bisa aku mulai peduli padamu, hah? Gadis dengan pipi yang begitu cepat memerah dan terus menyembunyikan senyumnya yang cerah? Aku benar2 ingin belajar mencintai sepertimu. Hanya saja, aku tak ‘kan pernah bilang!”—seung ri, in the name of Victory.
=THE END=
seperti biasa.. jeongmal mianhe klu ada salah2 ketik yaa^^
minta komen and jempolnyaa^^
gomawooo^^
SHAWOLELFVIP JJANG!!!
FF (OneShoot) Call Me Fool
saya kembaliii... XD
Author:: *ngumpet di balik kyu.. XD*
title:: Call Me Fool!!
Cast :: angri aka song hye kyung
Lee donghae
Saphira *jadi cast dulu yaa*
1…2…3… Action!
*************

Hye kyung membasahi lagi kain tipis itu dengan air hangat dan menyapukan ke wajah kekasihnya. Ia sudah terbiasa melakukan ini sejak hampir empat bulan lalu. Kecelakaan maut yg hampir merebut nyawa sang kekasih. Atau paling tidak setengahnya.
“Saengil chukkaeyo, sayang…” hye kyung menghirup wangi puncak kepala cowok yg terbaring koma itu dengan sayang. Sekuat apapun ia menahannya, tpi air mata itu ternyata jatuh juga,”saranghaeyo… araseo?” bisiknya lembut di telinga sang kekasih. Jantung setengah mati itu tiba2 berdenyut lebih cepat.
“Aku tau kau bisa mendengarku. Jadi, kumohon, cepatlah bangun. Aku merindukan suara tawamu…” ia terus mengajak si tubuh berbicara.
Hye kyung bangkit berdiri ketika Mrs. Lee tiba. seButir salju tertinggal di mantelnya.
“Ahh, kau masih di sini?” ia menyapa hye kyung yg langsung membungkuk memberi salam.
“Ne, ahjuma…”
“hye kyung-ah… ada yg ingin kubicarakan…” ahjuma membimbing hye kyung ke sofa di sudut. Ia berdehem sebelum berbicara,”E.. itu. Aku merasa tidak seharusnya kau terus2an di sini. Maksudku, aku sama sekali tidak memaksamu ikut merawat donghae, kau bisa—“
“Ahjuma,” potong hye kyung,”Jangan meremehkan perasaanku,”
“Aku tahu, jangan salah paham. Aku yakin cintamu cukup besar sampai membuatmu bertahan selama 4bulan ini. tpi dokter bilang kemungkinan sembuhnya—“
“Aku sudah berdoa keras!” potongnya lagi,”Aku percaya keajaiban itu ada. Karena memang begitu. Donghae sekarang bahkan bisa mendengarku dengan jelas…” ia ngotot,”Aku tidak akan meninggalkannya meski kau mengusirku…”
Mrs. Lee terdiam menatap wanita muda di hadapannya. Tampak lemah lembut tpi benar2 keras kepala.
“Baiklah kalau begitu. Aku justru senang dan berterimakasih. Aku hanya—yah, maafkan aku…”
“Andwe ahjuma! Aku yg salah…” hye kyung memandang ranjang di seberang,”aku benar2 egois tidak ingin jauh darinya. Cintaku mungkin terlalu bodoh untuk dimengerti orang lain…” ia menunduk menatap jari2nya.
“Anio. Aku pun merasakan hal yg sama ketika suamiku meninggal. Percayalah. Aku yg salah menyuruhmu begitu…”
**********
Hye kyung berjalan gontai sepanjang etalase cafe di sampingnya. Tempat biasa ia dan donghae menghabiskan akhir pekan 4bulan lalu. Beberapa kali ia menabrak pejalan kaki dan terus membungkuk pada tiang yg salah. Hye kyung meremas bagian depan mantelnya berharap itu bisa sedikit mengurangi rasa sakit pada hatinya.
“Lee donghae, bogoshipeo…” desahnya miris.
Semua orang meragukan kesungguhan cintanya. Beberapa mengatakan bodoh. Tapi ia tak perduli. hidupnya sudah terikat erat bersama cowok tampan itu. Tampan menurutnya tentu saja. Belum lagi desau tawa donghae yg membuat semuanya tampak indah dan cara2 manisnya dalam menyampaikan perasaan. Hye kyung merindukan itu semua hingga air matanya menetes deras. Ia berhenti dan duduk di atas bangku taman terdekat menangis tersedu.
Hye kyung hanya bisa mengingatnya dalam mimpi. Ketika tangan itu membelai lembut wajahnya, ketika cowok itu berlari tergesa2 mengira dirinya ada apa2 hanya karena hye kyung terlambat 10menit.
Hye kyung mengeluarkan mini recorder dri dalam ranselnya dan menekan tombol power, mengarahkan lensa ke dirinya.
“Donghae-ah… kau dengar? Ini sudah hari ke 119 aku menunggumu… kau tidak kasihan padaku? Aku merindukanmu…” hye kyung mulai terisak lagi, tapi ia menguatkan diri,”jangan tertawa melihatku menangis yaa. Ini rekaman ke 71. Kau harus menonton semua ketika kau sudah sadar! Saengil chukkaeyo, aku tak kan memberi hadiah kalau kau tidak bangun!” ia tertawa garing,”—dan, oppa… saranghaeyo…”bisiknya malu,”Aish~ sudah yaaa!”
Hye kyung menekan tombol stop dan menangis lebih keras.
*********
“Lihat hye kyung-ah. Ini namanya kim heechul. Wajahnya manis seperti cewek! Tidak suka?”
Saphira menjatuhkan lembaran poto itu dan mengambil yg lain,”Ini choi siwon. Kaya dan religius! Kau suka yg begitukan? Ada lagi park jungsu, kim yong woon, dan—“
“Saphira-ah! Sudahlah…” hye kyung berkelit.
“ kau tidak bisa begini terus. Tak ada yg tau kapan dia akan sembuh! Itu pun kalau dia sembuh!” ucap saphira.
“Yaaa!” hye kyung menggebrak meja,”Kau berkata seperti bukan sahabatku!” teriaknya marah. ia menatap saphira tajam lalu pergi keluar.
Atap sekolah kosong melompong. Begitu lama sejak terakhir ia ke sini. Hye kyung selalu menghindar karena ini tempat pertama kali ia bertemu donghae. Saat itu keadaan keluarganya begitu kacau. Entah setan apa yg bersarang di otaknya hye kyung berniat mengakhiri hidup.
Kenangan itu berputar lagi dibenaknya…
“Hya! Kau mau apa?!” tanya donghae terkaget bangun dari tidur siangnya.
Hye kyung menatap bingung. Mengapa ada org di jam seperti ini?
“Bukan urusanmu!” bentaknya kasar dan mulai menaiki pembatas dinding terendah.
“Aish! Aegeshi! Kau mau bunuh diri? Kenapa di saat ada aku di sini,hah? Aku tidak mau terlibat!” donghae angkat tangan.
Hye kyung tidak memperdulikannya, ia terus naik lebih tinggi.
“yaa!! Oke2, aku Cuma bercanda. Aegeshii, turunlah…” pelan2 donghae menghampirinya.
“Jangan mendekat!” seru hye kyung.
“Chokkomanyo! Aku teringat sesuatu! Ini seperti adegan film! Yaa! Benar! Titanic bukan?” ia malah bertanya.
Hye kyung menatapnya bingung. Mengapa cowok ini masih sempat bercanda begitu??
“aku lupa dialognya..” ia mengetuk2 kepalanya,”Kata2 yg di ucapkan si cowok! aish…”
“You jump, I jump,” timpal hye kyung.
“Ne!” donghae berjingkat senang,”Benar! Itu dia…! Nah aegeshi.. turunlah. Kau bisa menceritakan film itu padaku…” donghae mendekatinya.
“Anio. Jangan pedulikan aku… tak kan ada yg sedih kalau aku mati…”
pelan tpi pasti air mata membentuk sungai kecil di wajahnya.
“Aegeshi.. aku tidak tau masalahmu, tapi turunlah. Aku akan menceritakan lelucon yg membuatmu lebih bahagia. Percayalah…”
Berhasil, donghae bisa menyentuh tangannya. hye kyung menatap ragu tapi akhirnya menurut ketika tiba2 penghalang yg diinjaknya patah membuat mereka jatuh mendebam ke lantai.
“Gwaencana?” hye kyung bertanya panik. Tubuhnya menimpa donghae yg meringis tpi tetap mengangguk.
“Ne… nah! Apa tadi? You jump, I jump, eh?”
***********
Hye kyung tersenyum geli mengingat hal itu tapi kemudian wajahnya meredup mengingat kenyataan yg lebih mengerikan di banding cerita masa lalu. Donghae kini terbaring setengah tak bernyawa di rumah sakit. hye kyung berusaha keras meyakinkan hatinya bahwa ia akan sembuh. Ia berdoa setiap saat.
Langit ternyata sudah menguning, jauh lebih jingga di sebelah barat. Hye kyung tertidur. Sekolah sudah sepi. Ia memang sengaja menunggu saat ini. gadis itu bangkit dan merapikan seragamnya. Entah umma akan bilang apa tau dia bolos hari ini. hye kyung sudah memutuskan untuk mengunjungi tempat2 berarti baginya dan donghae. Hanya dengan begitu ia bisa membuat kenangan itu terasa nyata lagi.
Sekali lagi, ia mengeluarkan mini recorder dan mulai merekam.
=Pintu di depan kelas=
Tempat donghae selalu menunggunya pulang bersama setelah pelajaran walaupun hye kyung selalu melarangnya, cowok itu tetap keras kepala. Ia akan mengatakan kalau hal itu romantis. Hye kyung hanya bisa mengalah meski jauh dalam hati ia senang.
Ia berjalan ke keluar sambil menikmati koridor yg sering mereka lewati bersama. Dulu semua tampak biasa. Sekarang kenangan sekecil itupun benar2 berharga.
=perpustakaan=
Donghae yg bosan menunggunya membaca akan terlelap di atas meja. Hye kyung jadi punya kesempatan mengabadikan momen itu dan meledek donghae keesokan harinya dengan poto yg sudah di edit. Donghae hanya akan menyibakkan poninya dan dengan pede berkata ia tetap terlihat tampan. Sayangnya, memang!
=ruang musik=
Seringkali mereka diam2 masuk hanya untuk memainkan grand piano. Entah bagaimana cowok itu juga punya suara indah. Menyebalkan!
=lapangan sepakbola sekolah=
Terlihat sepi ketika hye kyung tiba di situ. Ia duduk di salah satu bangku dipinggir dan memejamkan mata mengingat bagaimana donghae berkeringat berlari menggiring bola dan sesekali melambai padanya.
=pohon besar di taman belakang=
Dipenuhi proyek2 biologi siswa. Tempat ini tidak memiliki kenangan indah. Justru sebaliknya, tempat pertama kali mereka bertengkar. Ini di sebabkan donghae yg terlambat datang ke acara kencan mereka. Menyebabkan hey kyung harus menunggu 2jam di tengah salju. Ia tak bilang alasannya kenapa. Belakangan hye kyung baru tau, cowok itu berkeliling mencari hadiah natal untuknya.
“Lihat donghae-ahh! Aku merekam agar ketika kau bangun, kau tidak melupakan semua ini. untuk berjaga2. Tpi ini belum semua. Aku akan mengajakmu ke tempat paling berkesan. Sebentar lagi…”
Ia menekan tombol pause.
Jam digital di tangannya menunjukkan pukul 7malam. hye kyung berlari agar tidak terlambat. Napasnya naik turun. Halte itu penuh. Hye kyung menunggu beberapa saat dan melewatkan beberapa bus yg tidak tepat berlalu. Ia berjingkat ketika bus yg dikenalnya dengan baik muncul. Orang2 berjejalan masuk menghindari udara dingin dan badai salju. Hye kyung berhasil masuk tapi tidak mendapat tempat duduk seperti biasa. Ia berdiri terhimpit dan sekuat tenaga mengeluarkan recorder dri ranselnya.
“Kita sampai. Tempat ini paling berkesan bagiku…”
=Bus=
Yang setiap hari mengantar mereka pulang. Jauh sebelum punya keberanian menyatakan perasaan pada dong hae, hye kyung selalu merasa bisa paling dekat dengannya ketika berdiri terhimpit begini. Donghae akan berada tepat di belakangnya, terkadang lebih merapat ketika bus mendadak berhenti. Di sini pula ia hal itu terjadi…
=Flash back=
Terlalu larut ketika donghae dan hye kyung akhirnya sanggup melarikan diri dari detensi. Bus malam itu penuh sesak org2 yg hendak merayakan tahun baru. Donghae terkantuk2 di belakangnya. Hye kyung punya rencana tapi sepertinya sudah gagal gara2 detensi tadi. Ia tak punya keberanian lagi selain sebelum di panggil choi seonsaenim. Mulutnya sedetik lagi mengucapkan mantera itu, tapi gagal.
Hye kyung meratapi diri dan menatap donghae yg setengah tertidur.
“Saranghae lee donghae,” gumamnya melihat Kepala cowok itu terantuk tiang beberapa kali.
“Mwo?” donghae terbangun,”Musun iriya? Apa yg kau katakan?”
“A-ani..” hye kyung menggeleng cepat.
“yahh,” donghae mendesah mengedarkan pandangan,”apapun itu, jawabannya nado!” ia menguap lebar.
“Hah?” hye kyung melongo terkejut kemudian mereka meledak tertawa bersama.
***********
CKIIITTT!
Bus itu mengerem tiba2 menyebabkan semua penumpang saling tubruk. Mini recorder hye hyung terjatuh. Ia membungkuk meraihnya di antara puluhan pasang kaki ketika seseorang berteriak keras. sedetik kemudian pandangannya gelap, ia merasa tubuhnya remuk di sana sini. Hye kyung tak bisa bernapas. Semua hitam pekat bercampur bau amis darah. Ia merasakan air mata hangat mengalir dri sudut wajahnya.
Ribuan kenangan tentang masa lalu berkelebat seperi siluet film di kepalanya. Hye kyung menangis.
“And..weyo… tidak boleh berakhir begini…” bisiknya.
*************
1 year later…
“Oppa… kau dengar? Ini sudah hari ke 119hari aku menunggumu… kau tidak kasihan padaku? Aku merindukanmu…”suara itu terisak,”jangan tertawa melihatku menangis yaa. Ini rekaman ke 71. Kau harus menonton semua ketika kau sudah sadar! Saengil chukkaeyo, aku tak kan memberi hadiah kalau kau tidak bangun!” ia tertawa garing,”—dan, oppa… saranghaeyo…”bisiknya malu,”Aish~ sudah yaaa!”
Suara gadis dri ipod itu terhenti sampai di situ.
“Kenapa kau mengulang2 bagian itu?” protes hye kyung memukul lengan donghae. Pipinya merah merona.
“Haha,, kau terlihat lucu sekali di sini!” donghae terkikik tidak mempedulikan kekasihnya.
“gurrae? Lucu ya? Hahaha!” jawab hye kyung garing.
“hya! Jangan marah begitu!”
“Aku?marah?”
“hehe… aku punya sesuatu untukmu. Tapi kalau kau marah tidak akan kuberikan…” ancamnya.
“Apa? Aku tidak marah! suer…”
Donghae tersenyum dan merogoh sakunya, ia mengeluarkan sebuah kotak kecil berpita perak.
“Bukalah…”
Hye kyung deg2an. Sedetik ia mengira donghae melamarnya,”Tiket?” katanya heran.
“Ne! kita naik bus lagi…” ia mengajak hye kyung dan mendorong kursi rodanya.
Ada sedikit trauma dalam diri hye kyung mengingat kecelakaan tahun lalu, tapi ia menyembunyikannya.
Bus itu datang beberapa menit kemudian. Mereka naik dengan susah payah. Malam ini bus itu juga ramai.
“Marry me…” bisik donghae membungkuk di sampingnya.
Hye kyung terdiam.
=The End=
Bagaimana dengan ff yg satu ini? 1kritik 1 saran gag susah khan? Hehehh
Angri mian klu gk sesuai selera. Uda 4kali nyoba bikin ff buatmu tpi mandeg. Syukur bgt ini bisa selesai. Enjoy it guyz^^
doaen nilai UAS saya bagus yaa.. ^^
Author:: *ngumpet di balik kyu.. XD*
title:: Call Me Fool!!
Cast :: angri aka song hye kyung
Lee donghae
Saphira *jadi cast dulu yaa*
1…2…3… Action!
*************

Hye kyung membasahi lagi kain tipis itu dengan air hangat dan menyapukan ke wajah kekasihnya. Ia sudah terbiasa melakukan ini sejak hampir empat bulan lalu. Kecelakaan maut yg hampir merebut nyawa sang kekasih. Atau paling tidak setengahnya.
“Saengil chukkaeyo, sayang…” hye kyung menghirup wangi puncak kepala cowok yg terbaring koma itu dengan sayang. Sekuat apapun ia menahannya, tpi air mata itu ternyata jatuh juga,”saranghaeyo… araseo?” bisiknya lembut di telinga sang kekasih. Jantung setengah mati itu tiba2 berdenyut lebih cepat.
“Aku tau kau bisa mendengarku. Jadi, kumohon, cepatlah bangun. Aku merindukan suara tawamu…” ia terus mengajak si tubuh berbicara.
Hye kyung bangkit berdiri ketika Mrs. Lee tiba. seButir salju tertinggal di mantelnya.
“Ahh, kau masih di sini?” ia menyapa hye kyung yg langsung membungkuk memberi salam.
“Ne, ahjuma…”
“hye kyung-ah… ada yg ingin kubicarakan…” ahjuma membimbing hye kyung ke sofa di sudut. Ia berdehem sebelum berbicara,”E.. itu. Aku merasa tidak seharusnya kau terus2an di sini. Maksudku, aku sama sekali tidak memaksamu ikut merawat donghae, kau bisa—“
“Ahjuma,” potong hye kyung,”Jangan meremehkan perasaanku,”
“Aku tahu, jangan salah paham. Aku yakin cintamu cukup besar sampai membuatmu bertahan selama 4bulan ini. tpi dokter bilang kemungkinan sembuhnya—“
“Aku sudah berdoa keras!” potongnya lagi,”Aku percaya keajaiban itu ada. Karena memang begitu. Donghae sekarang bahkan bisa mendengarku dengan jelas…” ia ngotot,”Aku tidak akan meninggalkannya meski kau mengusirku…”
Mrs. Lee terdiam menatap wanita muda di hadapannya. Tampak lemah lembut tpi benar2 keras kepala.
“Baiklah kalau begitu. Aku justru senang dan berterimakasih. Aku hanya—yah, maafkan aku…”
“Andwe ahjuma! Aku yg salah…” hye kyung memandang ranjang di seberang,”aku benar2 egois tidak ingin jauh darinya. Cintaku mungkin terlalu bodoh untuk dimengerti orang lain…” ia menunduk menatap jari2nya.
“Anio. Aku pun merasakan hal yg sama ketika suamiku meninggal. Percayalah. Aku yg salah menyuruhmu begitu…”
**********
Hye kyung berjalan gontai sepanjang etalase cafe di sampingnya. Tempat biasa ia dan donghae menghabiskan akhir pekan 4bulan lalu. Beberapa kali ia menabrak pejalan kaki dan terus membungkuk pada tiang yg salah. Hye kyung meremas bagian depan mantelnya berharap itu bisa sedikit mengurangi rasa sakit pada hatinya.
“Lee donghae, bogoshipeo…” desahnya miris.
Semua orang meragukan kesungguhan cintanya. Beberapa mengatakan bodoh. Tapi ia tak perduli. hidupnya sudah terikat erat bersama cowok tampan itu. Tampan menurutnya tentu saja. Belum lagi desau tawa donghae yg membuat semuanya tampak indah dan cara2 manisnya dalam menyampaikan perasaan. Hye kyung merindukan itu semua hingga air matanya menetes deras. Ia berhenti dan duduk di atas bangku taman terdekat menangis tersedu.
Hye kyung hanya bisa mengingatnya dalam mimpi. Ketika tangan itu membelai lembut wajahnya, ketika cowok itu berlari tergesa2 mengira dirinya ada apa2 hanya karena hye kyung terlambat 10menit.
Hye kyung mengeluarkan mini recorder dri dalam ranselnya dan menekan tombol power, mengarahkan lensa ke dirinya.
“Donghae-ah… kau dengar? Ini sudah hari ke 119 aku menunggumu… kau tidak kasihan padaku? Aku merindukanmu…” hye kyung mulai terisak lagi, tapi ia menguatkan diri,”jangan tertawa melihatku menangis yaa. Ini rekaman ke 71. Kau harus menonton semua ketika kau sudah sadar! Saengil chukkaeyo, aku tak kan memberi hadiah kalau kau tidak bangun!” ia tertawa garing,”—dan, oppa… saranghaeyo…”bisiknya malu,”Aish~ sudah yaaa!”
Hye kyung menekan tombol stop dan menangis lebih keras.
*********
“Lihat hye kyung-ah. Ini namanya kim heechul. Wajahnya manis seperti cewek! Tidak suka?”
Saphira menjatuhkan lembaran poto itu dan mengambil yg lain,”Ini choi siwon. Kaya dan religius! Kau suka yg begitukan? Ada lagi park jungsu, kim yong woon, dan—“
“Saphira-ah! Sudahlah…” hye kyung berkelit.
“ kau tidak bisa begini terus. Tak ada yg tau kapan dia akan sembuh! Itu pun kalau dia sembuh!” ucap saphira.
“Yaaa!” hye kyung menggebrak meja,”Kau berkata seperti bukan sahabatku!” teriaknya marah. ia menatap saphira tajam lalu pergi keluar.
Atap sekolah kosong melompong. Begitu lama sejak terakhir ia ke sini. Hye kyung selalu menghindar karena ini tempat pertama kali ia bertemu donghae. Saat itu keadaan keluarganya begitu kacau. Entah setan apa yg bersarang di otaknya hye kyung berniat mengakhiri hidup.
Kenangan itu berputar lagi dibenaknya…
“Hya! Kau mau apa?!” tanya donghae terkaget bangun dari tidur siangnya.
Hye kyung menatap bingung. Mengapa ada org di jam seperti ini?
“Bukan urusanmu!” bentaknya kasar dan mulai menaiki pembatas dinding terendah.
“Aish! Aegeshi! Kau mau bunuh diri? Kenapa di saat ada aku di sini,hah? Aku tidak mau terlibat!” donghae angkat tangan.
Hye kyung tidak memperdulikannya, ia terus naik lebih tinggi.
“yaa!! Oke2, aku Cuma bercanda. Aegeshii, turunlah…” pelan2 donghae menghampirinya.
“Jangan mendekat!” seru hye kyung.
“Chokkomanyo! Aku teringat sesuatu! Ini seperti adegan film! Yaa! Benar! Titanic bukan?” ia malah bertanya.
Hye kyung menatapnya bingung. Mengapa cowok ini masih sempat bercanda begitu??
“aku lupa dialognya..” ia mengetuk2 kepalanya,”Kata2 yg di ucapkan si cowok! aish…”
“You jump, I jump,” timpal hye kyung.
“Ne!” donghae berjingkat senang,”Benar! Itu dia…! Nah aegeshi.. turunlah. Kau bisa menceritakan film itu padaku…” donghae mendekatinya.
“Anio. Jangan pedulikan aku… tak kan ada yg sedih kalau aku mati…”
pelan tpi pasti air mata membentuk sungai kecil di wajahnya.
“Aegeshi.. aku tidak tau masalahmu, tapi turunlah. Aku akan menceritakan lelucon yg membuatmu lebih bahagia. Percayalah…”
Berhasil, donghae bisa menyentuh tangannya. hye kyung menatap ragu tapi akhirnya menurut ketika tiba2 penghalang yg diinjaknya patah membuat mereka jatuh mendebam ke lantai.
“Gwaencana?” hye kyung bertanya panik. Tubuhnya menimpa donghae yg meringis tpi tetap mengangguk.
“Ne… nah! Apa tadi? You jump, I jump, eh?”
***********
Hye kyung tersenyum geli mengingat hal itu tapi kemudian wajahnya meredup mengingat kenyataan yg lebih mengerikan di banding cerita masa lalu. Donghae kini terbaring setengah tak bernyawa di rumah sakit. hye kyung berusaha keras meyakinkan hatinya bahwa ia akan sembuh. Ia berdoa setiap saat.
Langit ternyata sudah menguning, jauh lebih jingga di sebelah barat. Hye kyung tertidur. Sekolah sudah sepi. Ia memang sengaja menunggu saat ini. gadis itu bangkit dan merapikan seragamnya. Entah umma akan bilang apa tau dia bolos hari ini. hye kyung sudah memutuskan untuk mengunjungi tempat2 berarti baginya dan donghae. Hanya dengan begitu ia bisa membuat kenangan itu terasa nyata lagi.
Sekali lagi, ia mengeluarkan mini recorder dan mulai merekam.
=Pintu di depan kelas=
Tempat donghae selalu menunggunya pulang bersama setelah pelajaran walaupun hye kyung selalu melarangnya, cowok itu tetap keras kepala. Ia akan mengatakan kalau hal itu romantis. Hye kyung hanya bisa mengalah meski jauh dalam hati ia senang.
Ia berjalan ke keluar sambil menikmati koridor yg sering mereka lewati bersama. Dulu semua tampak biasa. Sekarang kenangan sekecil itupun benar2 berharga.
=perpustakaan=
Donghae yg bosan menunggunya membaca akan terlelap di atas meja. Hye kyung jadi punya kesempatan mengabadikan momen itu dan meledek donghae keesokan harinya dengan poto yg sudah di edit. Donghae hanya akan menyibakkan poninya dan dengan pede berkata ia tetap terlihat tampan. Sayangnya, memang!
=ruang musik=
Seringkali mereka diam2 masuk hanya untuk memainkan grand piano. Entah bagaimana cowok itu juga punya suara indah. Menyebalkan!
=lapangan sepakbola sekolah=
Terlihat sepi ketika hye kyung tiba di situ. Ia duduk di salah satu bangku dipinggir dan memejamkan mata mengingat bagaimana donghae berkeringat berlari menggiring bola dan sesekali melambai padanya.
=pohon besar di taman belakang=
Dipenuhi proyek2 biologi siswa. Tempat ini tidak memiliki kenangan indah. Justru sebaliknya, tempat pertama kali mereka bertengkar. Ini di sebabkan donghae yg terlambat datang ke acara kencan mereka. Menyebabkan hey kyung harus menunggu 2jam di tengah salju. Ia tak bilang alasannya kenapa. Belakangan hye kyung baru tau, cowok itu berkeliling mencari hadiah natal untuknya.
“Lihat donghae-ahh! Aku merekam agar ketika kau bangun, kau tidak melupakan semua ini. untuk berjaga2. Tpi ini belum semua. Aku akan mengajakmu ke tempat paling berkesan. Sebentar lagi…”
Ia menekan tombol pause.
Jam digital di tangannya menunjukkan pukul 7malam. hye kyung berlari agar tidak terlambat. Napasnya naik turun. Halte itu penuh. Hye kyung menunggu beberapa saat dan melewatkan beberapa bus yg tidak tepat berlalu. Ia berjingkat ketika bus yg dikenalnya dengan baik muncul. Orang2 berjejalan masuk menghindari udara dingin dan badai salju. Hye kyung berhasil masuk tapi tidak mendapat tempat duduk seperti biasa. Ia berdiri terhimpit dan sekuat tenaga mengeluarkan recorder dri ranselnya.
“Kita sampai. Tempat ini paling berkesan bagiku…”
=Bus=
Yang setiap hari mengantar mereka pulang. Jauh sebelum punya keberanian menyatakan perasaan pada dong hae, hye kyung selalu merasa bisa paling dekat dengannya ketika berdiri terhimpit begini. Donghae akan berada tepat di belakangnya, terkadang lebih merapat ketika bus mendadak berhenti. Di sini pula ia hal itu terjadi…
=Flash back=
Terlalu larut ketika donghae dan hye kyung akhirnya sanggup melarikan diri dari detensi. Bus malam itu penuh sesak org2 yg hendak merayakan tahun baru. Donghae terkantuk2 di belakangnya. Hye kyung punya rencana tapi sepertinya sudah gagal gara2 detensi tadi. Ia tak punya keberanian lagi selain sebelum di panggil choi seonsaenim. Mulutnya sedetik lagi mengucapkan mantera itu, tapi gagal.
Hye kyung meratapi diri dan menatap donghae yg setengah tertidur.
“Saranghae lee donghae,” gumamnya melihat Kepala cowok itu terantuk tiang beberapa kali.
“Mwo?” donghae terbangun,”Musun iriya? Apa yg kau katakan?”
“A-ani..” hye kyung menggeleng cepat.
“yahh,” donghae mendesah mengedarkan pandangan,”apapun itu, jawabannya nado!” ia menguap lebar.
“Hah?” hye kyung melongo terkejut kemudian mereka meledak tertawa bersama.
***********
CKIIITTT!
Bus itu mengerem tiba2 menyebabkan semua penumpang saling tubruk. Mini recorder hye hyung terjatuh. Ia membungkuk meraihnya di antara puluhan pasang kaki ketika seseorang berteriak keras. sedetik kemudian pandangannya gelap, ia merasa tubuhnya remuk di sana sini. Hye kyung tak bisa bernapas. Semua hitam pekat bercampur bau amis darah. Ia merasakan air mata hangat mengalir dri sudut wajahnya.
Ribuan kenangan tentang masa lalu berkelebat seperi siluet film di kepalanya. Hye kyung menangis.
“And..weyo… tidak boleh berakhir begini…” bisiknya.
*************
1 year later…
“Oppa… kau dengar? Ini sudah hari ke 119hari aku menunggumu… kau tidak kasihan padaku? Aku merindukanmu…”suara itu terisak,”jangan tertawa melihatku menangis yaa. Ini rekaman ke 71. Kau harus menonton semua ketika kau sudah sadar! Saengil chukkaeyo, aku tak kan memberi hadiah kalau kau tidak bangun!” ia tertawa garing,”—dan, oppa… saranghaeyo…”bisiknya malu,”Aish~ sudah yaaa!”
Suara gadis dri ipod itu terhenti sampai di situ.
“Kenapa kau mengulang2 bagian itu?” protes hye kyung memukul lengan donghae. Pipinya merah merona.
“Haha,, kau terlihat lucu sekali di sini!” donghae terkikik tidak mempedulikan kekasihnya.
“gurrae? Lucu ya? Hahaha!” jawab hye kyung garing.
“hya! Jangan marah begitu!”
“Aku?marah?”
“hehe… aku punya sesuatu untukmu. Tapi kalau kau marah tidak akan kuberikan…” ancamnya.
“Apa? Aku tidak marah! suer…”
Donghae tersenyum dan merogoh sakunya, ia mengeluarkan sebuah kotak kecil berpita perak.
“Bukalah…”
Hye kyung deg2an. Sedetik ia mengira donghae melamarnya,”Tiket?” katanya heran.
“Ne! kita naik bus lagi…” ia mengajak hye kyung dan mendorong kursi rodanya.
Ada sedikit trauma dalam diri hye kyung mengingat kecelakaan tahun lalu, tapi ia menyembunyikannya.
Bus itu datang beberapa menit kemudian. Mereka naik dengan susah payah. Malam ini bus itu juga ramai.
“Marry me…” bisik donghae membungkuk di sampingnya.
Hye kyung terdiam.
=The End=
Bagaimana dengan ff yg satu ini? 1kritik 1 saran gag susah khan? Hehehh
Angri mian klu gk sesuai selera. Uda 4kali nyoba bikin ff buatmu tpi mandeg. Syukur bgt ini bisa selesai. Enjoy it guyz^^
doaen nilai UAS saya bagus yaa.. ^^
Wednesday, December 30, 2009
FF (oneShoot) Autumn Symphoni
Buat Renna Unni..
Hope u like it^^
maap kalu gag bagus2 amat,,hihi^^
****

“jonghyun-aah…!” bentak seorang laki-laki separuh baya berkacamata tebal memukul kepalanya dengan segulung kertas,”konsentasilah…”
“Cheosonghamnida…” cowok yang dipanggil jonghyun itu membungkuk dan kembali menatap tuts piano di hadapannya.
Meskipun ini guru sekaligus ayahnya, Jonghyun tidak menjadi begitu mudah diatur.
Ia selalu salah di bagian chorus lagu ini. Symphony mozart yang akan dimainkannya pada konser amal seminggu lagi. Tinggal seminggu dan ia masih belum fasih, bodohnya, hanya di bagian chorus. Bukan karna ia tak bisa, hanya saja setiap ia memainkan bagian ini, seseorang itu pasti muncul. Ia bisa melihatnya dengan jelas dari balik kaca jendela yang berembun dingin diterpa angin musim gugur. Seorang cewek bermantel merah yang berjalan terburu2 melintasi halaman gedung.
Hampir 2 bulan Kim Jonghyun training piano di sini. Ia akan tampil di konser musik klasik untuk amal anak2 jalanan di kota Seoul. Lagu mozart III terpilih untuknya bermain bersama orkestra lain. Sepulang kuliah ia langsung berlari ke gedung ruang nomor 2 ini. Dua sampai 3jam bahkan lebih menghadap sebuah piano hitam anggun dengan tuts mewah. Tapi bukan Cuma itu alasan ia senang berlatih di sini. Meski jarum jam belum menunjuk pukul 3sore, ia sudah menunggu di koridor utama untuk melihatnya melintas. Cewek bermantel merah kuno itu, datang tergesa2 memanggul tas biola kecil. Rambutnya hitam pekat bergelombang rapi, disertai pipi dan bibir bersemu merah merona. Hanya saja bukan itu yang membuatnya tertarik. Raut wajah itu, tersenyum dan menangis di saat bersamaan.
Seringkali ia mencoba mengajaknya berbicara, tapi selalu terhalangi karena apa saja. Jadi ia hanya punya satu kesempatan setiap kali. Tepat ketika ia memainkan chorus pada shift ketiga, cewek itu pasti berlalu di jendela. Kira2 sekitar pukul 4.30pm.
Jonghyun sudah memikirkannya baik2. Hari ini ia akan mengajak cewek itu berbicara apapun yang terjadi.
“…dan jangan lupa teorinya—“
Jonghyun berdiri mengacuhkan ocehan ayahnya.
“yaa…kau mau ke mana?” seru gurunya bingung melihat tingkah muridnya.
Jonghyun tak peduli, ia berlari memburu waktu menyusuri koridor. Cewek itu tak ada di mana2. Jonghyun berputar2 di tempat. Kelas biola sudah kosong melompong. Ia bergegas ke halaman.
“Sial!” umpatnya menatap kosong tempat itu. Tak ada siapa2. Jonghyun mengerang frustasi ketika ia menangkap sesosok siluet yang dikenalnya. Cewek bermantel merah, bersandar di balik pohon di pinggir jalan menggenggam tali tas biolanya, menahan dingin.
Jonghyun setengah berlari menghampirinya. Cewek itu menoleh dan melirik sekitar memperhatikan siapa yang dituju cowok ini.
“Annyeonghaseyo…” sapa jonghyun seramah mungkin. Embun menguap dari napasnya yang terengah.
Si mantel merah menunduk, mengigiti bibirnya takut2.
“Cheosonghamnida, aku hanya ingin bertanya sesuatu,” kata jonghyun cepat, khawatir gadis itu lari ketakutan menjauhinya.
Tiba2 sebuah mobil mewah berhenti di hadapan mereka. Seorang laki2 muda keluar. Setelannya rapi dan terkesan mahal.
“Waeyo?” tanyanya pada si gadis dan melirik waspada ke arah jonghyun.
Gadis itu menggeleng dan menurut ketika si pemuda memberinya isyarat naik ke mobil.
“Chokkomaneyo…” jonghyun menarik tangannya dan buru2 merogoh sesuatu di balik sakunya, “Datanglah kalau ada waktu…” ia memberikan secarik kertas. Si gadis tidak menatap matanya, namun cepat2 memasukkan benda itu ke saku mantelnya dan berlalu pergi bersama deru mobil…
****
Jonghyun bersenandung ringan mengikuti melodi di balik headphone putihnya. Meski tubuh terselimut syal tebal, ia tetap merasa dingin. Gugup yang tak dapat dikuasai. Tidak seperti biasa. Untuk jenis emosi satu ini, ia paling ahli. Jonghyun melirik jam tangannya. Terlambat 20menit. Ia tak ‘kan datang. Batin jonghyun pada dirinya.
30menit…
36menit…
45menit…
56menit…
Jonghyun menekan tobol stop pada ipod-nya dan beranjak pergi. Pabo! Ia merutuki diri sendiri. Tak mungkin ia datang. Sesalnya.
“Yaaa!!” panggil seseorang.
Jonghyun menoleh dan melihat orang yang hampir 1jam ditunggunya. Si gadis mantel merah—kali ini mantelnya biru lembut—menunduk terengah mengatur napas. Ia terlihat cantik dengan hiasan pita putih sederhana tersemat diantara helaian rambut ikalnya.
“Mi-mianheyo… aku tersesat…” ia terbata2,”Kau salah menulis hangul-nya,” ia menunjuk kertas yang diberi jonghyun beberapa hari lalu.
“Mwo? Ah… maap…” jonghyun menggaruk kepalanya,”Tapi kau datang...!” katanya senang.
Cewek itu mengangguk malu.
“Kajja!” jonghyun menarik tangannya tanpa basabasi.
“Ke mana?” si gadis bertanya panik…
Jonghyun tak menjawab dan terus memaksa ikut. Ia membawa cewek itu ke taman bermain dan mencoba semua wahana. Mereka tak banyak bicara. Waktu dihabiskan bersenang2 dari wahana satu ke yang lain.
“senang?” tanya jonghyun ketika mereka beristirahat di bawah pohon berhias lampu2 indah. Pukul 7pm.
“Ne, kamsahamnida…” si gadis membungkuk sopan dan tersipu malu sampai wajahnya semerah tomat.
“Sebenarnya bukan itu yang ingin ku tunjukkan,” tanpa basa-basi jonghyun menarik tangan si gadis dan mengajaknya ke gedung paling tinggi di Seoul.
Dalam waktu beberapa saat, mereka sudah tiba di lantai teratas. Jonghyun mengarahkannya ke atap yang sepi. Tak ada orang di sana karena cuaca sangat dingin. Sepertinya ada yang habis menyewa tempat ini untuk sebuah acara. Pagar pengaman di seting dengan lampu2 mungil berkelip.
“Indah sekali,” seru si gadis menghirup udara,”Kamsahamnida,” katanya pada Jonghyun.
“Choenmaneyo…,”jonghyun menarik napas,”mmm, jika kau memang ingin berterimakasih, katakan
sesuatu tentang dirimu… aku ingin mengetahui sesuatu tentangmu,”
“emm..itu, aku harus bilang apa?”
“Entahlah,” jonghyun mengangkat bahu,”sesuatu…”
“Aku lebih tua darimu, jadi aku noona…”
“Gurrae?”jonghyun tertawa,”Bagaimana kau tahu umurku?”
“Siapa yang tidak kenal kim jonghyun? Di kelas biola kau populer, apalagi di kalangan cewek. Murid baru dengan kemampuan bermusik yang tinggi. Memainkan mozart…”
“ah..itu kebetulan,”jonghyun tersipu,”Jadi…noona, siapa namamu?”
“Sebelum aku mengatakannya, maukah kau menyanyikan sebuah lagu untukku?”
“Menyany? Katakan saja kau mau lagu apa…”
“Apapun…”
“Ummm..oke..”
Jonghyun pun menyanyikan nothing better dari brown eyed soul…
“eejae soom chuh-reum neh-gyuhtteh
hangsang shwee myuh, geu-ruht-keh eessuh joo myun
nothing better nothing better than you
nothing better nothing better than you”ia sampai di lirik terakhir...
Si gadis bertepuk tangan tak sanggup menutupi kekagumannya.
“Dan namamu…?” tuntut jonghyun.
Cewek itu membuka mulut menjawab tapi…
“Rrrrrr…RRrrrr” ponselnya yang terkesan sama kuno dengan dirinya berbunyi. Masih ada orang yang menggunakan ponsel macam itu di jaman sekarang? Ia menatap kaget layarnya dan tanpa berkata apa2 berlari meninggalkan jonghyun yang terpaku kebingungan.
***
Sejak saat itu jonghyun tak pernah lagi bertemu. Si gadis berpipi merah menghilang begitu saja. Tak ada data jelas tentang dirinya.
Jonghyun sedang berdiri hendak masuk ke ruang piano ketika mendengar dua bisik2 bersenandung dari dalam.
“Pernah dengar legenda gadis ruang biola?” bisik seorang cewek melintas di hadapannya.
“Ah, yang meninggal sekitar 20 tahun lalu?”tanya temannya.
“Ya… kudengar sesekali ia muncul di saat musim gugur seperti sekarang. Memainkan biola dengan nada2 sendu yang indah…”
“Kekasihnya seorang pianiskan?”
“Ne, kalau tidak salah itu guru yang mengajar piano sekarang…”
“Mr. Kim? Tapi ia sudah menikah dan punya anak ‘kan? Kim jonghyun?”
“Ne… mungkinkah gadis itu sesekali muncul untuk melihat kekasih pertamanya tumbuh dewasa dan memastikan ia dan keluarganya baik2??”
“Entahlah…”
****
Jonghyun turun dari panggung setelah mendapat aplaus meriah. Konsernya sukses. Ia berjalan menuruni tangga ketika ayahnya menepuk punggung anak kesayangannya bangga. Jonghyun tersenyum enggan. Ia merasa ingin sendiri sekarang, jadi ia keluar dan melonggarkan dasi jasnya malas2an ketika tertanggkap oleh matanya seorang gadis sedang duduk di bawah salah satu pohon yang menguning daunnya. Mantel merahnya bergerak ringan ketika ia melambai riang ke arah jonghyun. Si gadis bermantel merah!
=The End=
please do not hot link!
Hope u like it^^
maap kalu gag bagus2 amat,,hihi^^
****

“jonghyun-aah…!” bentak seorang laki-laki separuh baya berkacamata tebal memukul kepalanya dengan segulung kertas,”konsentasilah…”
“Cheosonghamnida…” cowok yang dipanggil jonghyun itu membungkuk dan kembali menatap tuts piano di hadapannya.
Meskipun ini guru sekaligus ayahnya, Jonghyun tidak menjadi begitu mudah diatur.
Ia selalu salah di bagian chorus lagu ini. Symphony mozart yang akan dimainkannya pada konser amal seminggu lagi. Tinggal seminggu dan ia masih belum fasih, bodohnya, hanya di bagian chorus. Bukan karna ia tak bisa, hanya saja setiap ia memainkan bagian ini, seseorang itu pasti muncul. Ia bisa melihatnya dengan jelas dari balik kaca jendela yang berembun dingin diterpa angin musim gugur. Seorang cewek bermantel merah yang berjalan terburu2 melintasi halaman gedung.
Hampir 2 bulan Kim Jonghyun training piano di sini. Ia akan tampil di konser musik klasik untuk amal anak2 jalanan di kota Seoul. Lagu mozart III terpilih untuknya bermain bersama orkestra lain. Sepulang kuliah ia langsung berlari ke gedung ruang nomor 2 ini. Dua sampai 3jam bahkan lebih menghadap sebuah piano hitam anggun dengan tuts mewah. Tapi bukan Cuma itu alasan ia senang berlatih di sini. Meski jarum jam belum menunjuk pukul 3sore, ia sudah menunggu di koridor utama untuk melihatnya melintas. Cewek bermantel merah kuno itu, datang tergesa2 memanggul tas biola kecil. Rambutnya hitam pekat bergelombang rapi, disertai pipi dan bibir bersemu merah merona. Hanya saja bukan itu yang membuatnya tertarik. Raut wajah itu, tersenyum dan menangis di saat bersamaan.
Seringkali ia mencoba mengajaknya berbicara, tapi selalu terhalangi karena apa saja. Jadi ia hanya punya satu kesempatan setiap kali. Tepat ketika ia memainkan chorus pada shift ketiga, cewek itu pasti berlalu di jendela. Kira2 sekitar pukul 4.30pm.
Jonghyun sudah memikirkannya baik2. Hari ini ia akan mengajak cewek itu berbicara apapun yang terjadi.
“…dan jangan lupa teorinya—“
Jonghyun berdiri mengacuhkan ocehan ayahnya.
“yaa…kau mau ke mana?” seru gurunya bingung melihat tingkah muridnya.
Jonghyun tak peduli, ia berlari memburu waktu menyusuri koridor. Cewek itu tak ada di mana2. Jonghyun berputar2 di tempat. Kelas biola sudah kosong melompong. Ia bergegas ke halaman.
“Sial!” umpatnya menatap kosong tempat itu. Tak ada siapa2. Jonghyun mengerang frustasi ketika ia menangkap sesosok siluet yang dikenalnya. Cewek bermantel merah, bersandar di balik pohon di pinggir jalan menggenggam tali tas biolanya, menahan dingin.
Jonghyun setengah berlari menghampirinya. Cewek itu menoleh dan melirik sekitar memperhatikan siapa yang dituju cowok ini.
“Annyeonghaseyo…” sapa jonghyun seramah mungkin. Embun menguap dari napasnya yang terengah.
Si mantel merah menunduk, mengigiti bibirnya takut2.
“Cheosonghamnida, aku hanya ingin bertanya sesuatu,” kata jonghyun cepat, khawatir gadis itu lari ketakutan menjauhinya.
Tiba2 sebuah mobil mewah berhenti di hadapan mereka. Seorang laki2 muda keluar. Setelannya rapi dan terkesan mahal.
“Waeyo?” tanyanya pada si gadis dan melirik waspada ke arah jonghyun.
Gadis itu menggeleng dan menurut ketika si pemuda memberinya isyarat naik ke mobil.
“Chokkomaneyo…” jonghyun menarik tangannya dan buru2 merogoh sesuatu di balik sakunya, “Datanglah kalau ada waktu…” ia memberikan secarik kertas. Si gadis tidak menatap matanya, namun cepat2 memasukkan benda itu ke saku mantelnya dan berlalu pergi bersama deru mobil…
****
Jonghyun bersenandung ringan mengikuti melodi di balik headphone putihnya. Meski tubuh terselimut syal tebal, ia tetap merasa dingin. Gugup yang tak dapat dikuasai. Tidak seperti biasa. Untuk jenis emosi satu ini, ia paling ahli. Jonghyun melirik jam tangannya. Terlambat 20menit. Ia tak ‘kan datang. Batin jonghyun pada dirinya.
30menit…
36menit…
45menit…
56menit…
Jonghyun menekan tobol stop pada ipod-nya dan beranjak pergi. Pabo! Ia merutuki diri sendiri. Tak mungkin ia datang. Sesalnya.
“Yaaa!!” panggil seseorang.
Jonghyun menoleh dan melihat orang yang hampir 1jam ditunggunya. Si gadis mantel merah—kali ini mantelnya biru lembut—menunduk terengah mengatur napas. Ia terlihat cantik dengan hiasan pita putih sederhana tersemat diantara helaian rambut ikalnya.
“Mi-mianheyo… aku tersesat…” ia terbata2,”Kau salah menulis hangul-nya,” ia menunjuk kertas yang diberi jonghyun beberapa hari lalu.
“Mwo? Ah… maap…” jonghyun menggaruk kepalanya,”Tapi kau datang...!” katanya senang.
Cewek itu mengangguk malu.
“Kajja!” jonghyun menarik tangannya tanpa basabasi.
“Ke mana?” si gadis bertanya panik…
Jonghyun tak menjawab dan terus memaksa ikut. Ia membawa cewek itu ke taman bermain dan mencoba semua wahana. Mereka tak banyak bicara. Waktu dihabiskan bersenang2 dari wahana satu ke yang lain.
“senang?” tanya jonghyun ketika mereka beristirahat di bawah pohon berhias lampu2 indah. Pukul 7pm.
“Ne, kamsahamnida…” si gadis membungkuk sopan dan tersipu malu sampai wajahnya semerah tomat.
“Sebenarnya bukan itu yang ingin ku tunjukkan,” tanpa basa-basi jonghyun menarik tangan si gadis dan mengajaknya ke gedung paling tinggi di Seoul.
Dalam waktu beberapa saat, mereka sudah tiba di lantai teratas. Jonghyun mengarahkannya ke atap yang sepi. Tak ada orang di sana karena cuaca sangat dingin. Sepertinya ada yang habis menyewa tempat ini untuk sebuah acara. Pagar pengaman di seting dengan lampu2 mungil berkelip.
“Indah sekali,” seru si gadis menghirup udara,”Kamsahamnida,” katanya pada Jonghyun.
“Choenmaneyo…,”jonghyun menarik napas,”mmm, jika kau memang ingin berterimakasih, katakan
sesuatu tentang dirimu… aku ingin mengetahui sesuatu tentangmu,”
“emm..itu, aku harus bilang apa?”
“Entahlah,” jonghyun mengangkat bahu,”sesuatu…”
“Aku lebih tua darimu, jadi aku noona…”
“Gurrae?”jonghyun tertawa,”Bagaimana kau tahu umurku?”
“Siapa yang tidak kenal kim jonghyun? Di kelas biola kau populer, apalagi di kalangan cewek. Murid baru dengan kemampuan bermusik yang tinggi. Memainkan mozart…”
“ah..itu kebetulan,”jonghyun tersipu,”Jadi…noona, siapa namamu?”
“Sebelum aku mengatakannya, maukah kau menyanyikan sebuah lagu untukku?”
“Menyany? Katakan saja kau mau lagu apa…”
“Apapun…”
“Ummm..oke..”
Jonghyun pun menyanyikan nothing better dari brown eyed soul…
“eejae soom chuh-reum neh-gyuhtteh
hangsang shwee myuh, geu-ruht-keh eessuh joo myun
nothing better nothing better than you
nothing better nothing better than you”ia sampai di lirik terakhir...
Si gadis bertepuk tangan tak sanggup menutupi kekagumannya.
“Dan namamu…?” tuntut jonghyun.
Cewek itu membuka mulut menjawab tapi…
“Rrrrrr…RRrrrr” ponselnya yang terkesan sama kuno dengan dirinya berbunyi. Masih ada orang yang menggunakan ponsel macam itu di jaman sekarang? Ia menatap kaget layarnya dan tanpa berkata apa2 berlari meninggalkan jonghyun yang terpaku kebingungan.
***
Sejak saat itu jonghyun tak pernah lagi bertemu. Si gadis berpipi merah menghilang begitu saja. Tak ada data jelas tentang dirinya.
Jonghyun sedang berdiri hendak masuk ke ruang piano ketika mendengar dua bisik2 bersenandung dari dalam.
“Pernah dengar legenda gadis ruang biola?” bisik seorang cewek melintas di hadapannya.
“Ah, yang meninggal sekitar 20 tahun lalu?”tanya temannya.
“Ya… kudengar sesekali ia muncul di saat musim gugur seperti sekarang. Memainkan biola dengan nada2 sendu yang indah…”
“Kekasihnya seorang pianiskan?”
“Ne, kalau tidak salah itu guru yang mengajar piano sekarang…”
“Mr. Kim? Tapi ia sudah menikah dan punya anak ‘kan? Kim jonghyun?”
“Ne… mungkinkah gadis itu sesekali muncul untuk melihat kekasih pertamanya tumbuh dewasa dan memastikan ia dan keluarganya baik2??”
“Entahlah…”
****
Jonghyun turun dari panggung setelah mendapat aplaus meriah. Konsernya sukses. Ia berjalan menuruni tangga ketika ayahnya menepuk punggung anak kesayangannya bangga. Jonghyun tersenyum enggan. Ia merasa ingin sendiri sekarang, jadi ia keluar dan melonggarkan dasi jasnya malas2an ketika tertanggkap oleh matanya seorang gadis sedang duduk di bawah salah satu pohon yang menguning daunnya. Mantel merahnya bergerak ringan ketika ia melambai riang ke arah jonghyun. Si gadis bermantel merah!
=The End=
please do not hot link!
Labels:
Fanfic,
Kyuhyun 3rd years,
seohyun,
SUJU,
SUPER JUNIOR
FF (One Shoot) Christmass Carol *Seoul Song Parody*
author akan curhat dikit... mohon di dengarkan yaa..
Dan saiia patah hati liet mereka..
Kyu dan S*ohyun di seoul song..
gag jadi donlot mv-nya..
peduli amat! hahahh..
*gag penting bgt*XDD
yaudahh langsung ajaa yaa^^
****

“Mwo?!” seru gadis bernama shin chae rim. Menatap layar jam digital di tangan kanannya.
Sudah hampir satu jam ia berdiri di sana. Mengarahkan lensa kamera ke seberang jalan. Mengabadikan setiap gerakan. Siapa? Chae rim terkejut sampai menabrak pohon tempatnya bersembunyi ketika dilihatnya orang itu—objek fotonya—beranjak.
“Chokomanyo!” teriaknya setengah berlari menyeberang jalan sambil memperbaiki letak ranselnya.
Chae rim terengah, tapi ia menyembunyikannya.
“sudah mau pulang?” katanya tidak sadar setengah berteriak.
Cowok itu menoleh dari papan lukis yang sedang ia kumpulkan, dan melepas aerphone di telinga kirinya,”Ah, ne. cheosonghamnida…”
“gurrae?” chae rim meredup kecewa,” Besok pergi ke mana?,” tanyanya tanpa basa-basi,”maksudku, akan melukis di mana?”
”Molla. Masih belum tau,” jawabnya kembali mengumpulkan alat2 lukisnya.
“A—maukah kau melukisku?” tembak chae rim,”Tolonglah…” pintanya.
Cowok itu menatap chae rim, berpikir sesaat, lalu mengangguk,”yang terakhir,” katanya lalu duduk lagi di sebuah kursi mungil.
Chae rim tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Cowok itu menunjuk kursi lain di sampingnya. Chae rim patuh dan duduk dengan antusias.
“Jangan bergerak terlalu banyak,” peringatnya.
“Ah—cheosonghamnida..” chae rim tetap saja nyengir.
Si pelukis hanya perlu waktu kurang dari sepuluh menit. Ia meniup lembaran kertas dan tampak memperhatikan karyanya sesaat.
“Waeyo? tidak bagus?” tanya chae rim khawatir si pelukis terlalu lelah hingga kemampuannya berkurang.
“Anio…bagus..” jawabnya datar dan menyerahkan benda itu ke tangan chae rim.
“Indah sekali!E—maksudku bagus! Kamsahamnida…” ia membungkuk senang.
”--Mwo?” tambah chae rim melihat tatapan cowok itu yang memberi isyarat dengan kedua jarinya,”apa maksudnya-- itu?” ia meniru si cowok,”Aahh, araseoh, maksudmu bayaran? Kau memungut bayaran untuk selembar lukisan?” chae rim cemberut kecewa. Si pelukis mengangguk. Pelit! Batinnya. Dengan terpaksa ia mengeluarkan beberapa lembar uang.
***
Chae rim terkikik geli menatap lembaran lukisan di tangannya. Ia sedang duduk di samping jendela kamarnya menatap hujan salju di luar dan tak bisa berhenti mengagumi karya itu. Beginikah wajahnya ketika berada di dekat si pelukis jalanan itu? Kenapa ia tampak kekanank2an? Padahal bukan sisi itu yang ingin ia perlihatkan.
Chae rim menyambar kameranya. Sekitar 300poto lebih sudah dikumpulkannya hampir 1bulan ini. Ia selalu menulis cerita di balik setiap poto. Jatuh hati pada pandangan pertama pada si pelukis di seberang sana ketika ia mengarahkan lensa kameranya memotret jalanan meski ia bahkan tak tahu namanya. Hujan begitu lebat, tapi si pelukis tidak juga beranjak pergi. Ia duduk di bawah payung mungil dan menatap datar dunia di sekitarnya dengan sepasang earphone putih menggantung. Waeyo? Apa yang sedang dipikirkannya? Pertanyaan itu terus menghantui pikiran chae rim.
Hari ini pertama kali ia berbicara langsung dengan si objek. Meski tak punya cukup alasan, nyatanya ia tetap terus datang dan memotret si cowok diam2. Stalkerkah? Mungkin saja.
Chae rim mengambil satu diantara puluhan poto hari ini. Si pelukis tampak sedang menunduk merapikan satu per satu pensil2 kayunya. Ia tampak begitu tenang.
“Mukyaa! Kiyopta...!” seru chae rim membelai benda tipis itu dan menulis sesuatu di baliknya.
“19 desember, pertama kali berbicara denganmu Biru-ku… ternyata matamu jauh lebih coklat dari yang kubayangkan! Suaramu biasa, tapi begitu mendengarnya jantungku yang sedang berdetak kencang menjadi tenang. Apa aku terlihat cukup baik bagimu hari ini? Aku tidak mempersiapkan apapun untuk pertemuan pertama kita. Kuharap aku tidak terlihat aneh…^^”
***
”BRUKK!!”
“Cheosonghamnida...” chae rim membungkuk pada si badut kota yang ditabraknya dan berjongkok mengumpulkan poto2 yang jatuh berserakan dari tangannya.
Pukul 17.45. ia sudah sangat terlambat menungunjungi si pelukis akibat kelas potograpi diperpanjang hari ini.
Si badut berhenti pada satu lembar. Chae rim menatapnya penasaran.
“Waeyo?”
Si badut diam sesaat, lalu membuka kepala micky mouse yang dipakainya. Seorang wanita!
“Anyeong...”sapanya ramah, “Poto yang bagus...” pujinya sambil mengembalikan ke tangan chae rim. Poto ini...
“Ah,,kamsahamnida...”
“Pelukis di seberang sana ya?” ia mengangguk.
“N-ne...” pipi chae rim memerah malu,” kau mengenalnya?”
Si badut hanya tersenyum dan memakai lagi kostumnya. Ia melambai lalu berjalan pergi.
***
Chae Rim berlari sekencang mungkin. Ranselnya naik turun di balik punggung mungilnya. Tapi terlambat. Si pelukis sudah pulang. seminggu tidak ketemu—jadwal kuliah begitu padat! Chae rim begitu rindu sampai merasa hatinya kosong. Apa dia pindah tempat? Kemana? Seoul begitu luas. Chae rim khawatir tidak bisa bertemu lagi. Ia duduk lemas di bawah pohon tempatnya biasa. Ia lalu terpikir sesuatu. Apa si badut mengenal pelukis itu? Chae rim bangkit dengan tergesa2.
Ternyata si badut pun sudah tidak ada. Ia berkeliling di sekitar berharap menemukan entah apapun itu ketika tertangkap olehnya siluet yang tak asing lagi di tengah kerumunan. Si pelukis! Kali ini tanpa ransel atau papan lukis sama sekali. Chae Rim berjejalan di antara hiruk pikuk untuk mencapainya. Terlalu ramai. Tubuhnya terlempar ke sana kemari melawan arus. Ia terengah tapi tetap tak menyerah.
“Tuhan, aku hanya ingin melihatnya... itu saja...” batinnya sendu.
Berhasil. Si pelukis keluar dari kerumunan menuju sebuah kafe kecil di sudut jalan. Chae rim mengikutinya tanpa tahu resiko pilihannya. Si pelukis berhenti di pintu keluar ketika seseorang muncul. Si badut yang sudah berganti kostum menjadi—putri! Aniyo! Chae rim menggeleng berharap apa yang dilihatnya hanya fatamorgana. Ia menepuk2 wajahnya mengira sedang bermimpi buruk. Tapi ia tak terbangun karena ini kenyataan.
Si pelukis—bukan!-- ia cowok normal sekarang. Cowok normal yang terlihat bersinar di samping kekasihnya.
Hati chae rim mencelos. Ia tahu ini pasti akan terjadi. Cepat atau lambat. Ia bahkan sudah memperkirakan apa yang akan dilakukannya, hanya saja, ketika semua didepan mata ternyata dirinya memang rapuh.
“Andwe!” ia merutuki air mata yang mengaliri pipinya,”Pabo! Tidak boleh menangis!” ia berseru marah.
Chae Rim berbalik dengan sisa kekuatan yang ada. Ia meremas lembaran di tangannya. Cintakukah yang tidak cukup besar? Kakinya lemas akibat badai hebat dipikirannya. Rindunya terjawab dengan ini. Kemudian ponselnya bergetar. Appa!
“Yoboseo?” Chae rim menghapus air matanya
Appa mengatakan sesuatu yang membuat chae rim berdiri membatu. Ia hampir menjatuhkan ponselnya.
“Aku ke sana!” ucapnya lalu berlari masuk ke kerumunan.
***
“Tuhan, aku tidak punya apa2 yang sebanding, tapi mungkinkah dengan mengambil ibuku terlihat begitu baik untukku?” ia menatap langit malam yang sama kelam dengan hatinya sekarang.
Chae rim kabur ke atap gedung rumah sakit. Umma sedang di operasi sekarang. Jantungnya semakin lemah. Apa guna uang keluarga yang begitu banyak tapi tetap tak mampu memperbaiki keadaan? Aku rela saja menukar semua! Pikir chae rim.
Ia mengeluarkan sesuatu dari balik ransel. Album poto yang sudah di kumpulkannya. Umma yang mengajarkannya cara mencintai dunia. Membantunya tumbuh menjadi gadis ceria. Melihat apa yang ada di dalam. Bukan apa yang tampak. Tapi wanita luar biasa itu sekarang sedang bertarung dengan maut. Apa yang bisa kulakukan? Tanya chae rim.
Ia berhenti pada satu halaman favoritnya. Poto keluarga, umma, appa, dan dirinya berada di Jerman untuk operasi pertama. Ia tampak tegar, bahkan bahagia diapit anak dan suaminya. Chae rim menangis dalam diam. Air mata tak berguna sekarang. Ia terus berdoa. Keajaiban itu ada, benarkan?
Chae rim membalik halaman itu lagi dan menemukan sebuah lembaran. Dulunya ini sangat berarti. Tapi sekarang terlihat kosong. Si pelukis sedang menggambar seorang anak kecil dan ibunya.
“Kukira kau mengerti hatiku... kukira kau untukku...” bisik chae rim lemah, ia tersenyum “Saranghae...” ucapnya lirih.
Ponselnya berdering. Jantung chae rim melonjak melihat nama appa!
***
Wajahnya basah tak karuan. Ia tak berpikir tentang apapun sekarang. Kepalanya terasa kosong melompong. Chae rim hanya terus berlari meski kakinya benar2 penat. Napasnya memburu tak terkendali. Ia tahu tak bisa berharap menemukan apapun pada pukul 12malam seperti sekarang. White Christmass! Semua orang sedang berkumpul di alun2 kota atau di rumah bersama keluarga.
chae rim berhenti .Ia tiba di tempat tujuannya. Dan memang tak ada apa2. dinding di seberang jalan sana kosong. Di lewati begitu saja. Ia memutuskan untuk menyeberang. Sepatu ketsnya menginjak zebra cross hitam putih itu hati2.
Beginikah rasanya melihat dari sini? Chae rim menyentuh dinding yang biasa dipunggungi si pelukis. Terasa dingin membeku di saat ia berharap itu hangat. Chae rim bersandar dan menghirup napas. Embun tebal mengepul dari hidungnya. Ia memeluk lembaran lukisan dirinya pada hari pertama mereka bertemu. Chae ri menutup mata lelah. Tak ‘kan ada kisah cinta apapun? Chae rim tersenyum lirih.
Sesuatu bergerak di sampingnya, chae rim membuka mata dan menoleh. Ia terkejut! Chae rim menggeleng tahu itu tidak mungkin. Tapi hantu itu tidak juga hilang. Chae rim melonjak dan tanpa berpikir panjang, memeluknya!
Si pelukis hampir terjengkal, tapi ia tak berusaha melepaskan diri.
“Sudah puas?” tanyanya.
Seperti tersambar petir, chae rim melepaskan tubuhnya dan menunduk luar biasa malu.
“C-cheosonghamnida...” ia membungkuk berkali-kali.
“Ini milikmu? Seohyun—temanku-- menemukannya tadi sore...”
Chae Rim mengangkat kepala. Ia bersumpah ingin tenggelam saat itu saja. Si pelukis melambaikan salah satu potret dirinya yang diambil chae rim pada pertemuan pertama mereka.
“Seohyun? Gadis badut itu? Bukannya dia—“
“’19 desember, pertama kali berbicara denganmu Biru-ku… ternyata matamu jauh lebih coklat dari yang kubayangkan! Suaramu biasa, tapi begitu mendengarnya jantungku yang sedang berdetak kencang menjadi tenang. Apa aku terlihat cukup baik bagimu hari ini? Aku tidak mempersiapkan apapun untuk pertemuan pertama kita. Kuharap aku tidak terlihat aneh…^^--Shin Chae Rim...” ia membaca tulisan di baliknya.
“Mati aku!” umpat chae rim dalam hati.
“Biru? Kenapa memanggilku seperti itu? Namaku Cho Kyuhyun...” ia cemberut.
“C-cheosonghamnida -- Kyuhyun-ssi...” jawab chae rim ingin mati.
“Ngomong2,” cowok bernama kyuhyun itu merogoh sakunya dan mengeluarkan sesuatu,”Merry christmass...” katanya memberikan gulungan berpita biru pada chae rim yang tampak kebingungan.
“Apa ini?”
“Ucapan terima kasih sudah mengabadikan hidupku satu bulan ini...”
Chae Rim bertambah malu,”Ah—itu...” ia tak bisa menemukan jawaban apapun.
“Bukalah...” perintah kyuhyun.
Tangan chae rim gemetar hebat. Ia melepas simpul pita itu dengan hati-hati.
“Lukisanku?” tanyanya heran melihat seorang gadis berkuncir dengan ransel hitam dan kamera di tangan.
“Ne...”
“tapi...--onje?”
Kyuhyun menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali.
“Itu... kau sering berkeliaran di sekitar sini...” jawabnya seadanya.
“Ahh, arasseoh. E—tapi di mana gadis badut itu-- seohyun? Kenapa kalian tidak bersama?”
“ahahha,” kyuhyun tertawa,”dia menolakku tadi sore setelah menyerahkan poto itu...”
“Ohh, jadi memang menyukainya...” kata chae rim lebih kepada dirinya sendiri.
“Entahlah. Dia bilang menolakku karena tahu aku tidak benar2 menyukainya...”
Chae rim mengangguk meskipun sebenarnya tidak mengerti.
Kyuhyun menarik napas,“oke. Itu saja. Aku harus pergi...” ia pamit.
Mwo? Itu saja? Tanya chae rim. Andwe! Aku harus bersyukur! Umma berhasil melewati operasi saja sudah sangat senang. Di tambah ini! Ia menatap hadiah natalnya.
Tiba-tiba langkah kyuhyun terhenti, ia berbalik.
“hya! bagaimana aku bisa menghubungimu lagi?” tanyanya.
“Mwo? Ahh—itu...” ia memberi nomor ponselnya.
“Sampai jumpa!” kyu melambai.
“YAKKK!!!!” Chae Rim melonjak senang.
***
Chae rim kembali ke rumah sakit. umma sudah sadar dan membaik dengan cepat.
“Merry Christmass umma...” ia memeluk ibunya ketika sesuatu bergerak di sakunya.
Sebuah pesan masuk.
“Bisakah kita bertemu di Green Leaf besok? Pukul 4? Kyuhyun...”
Chae Rim membalas dengan cepat,”BISA!!!!” ia meledak tertawa saking senangnya.
“Waeyo?” tanya appa.
Chae Rim hanya menggeleng misterius.
+THE END+
Tidak boleh copas! hak cipta punya author,
saya akan tau, karena saya netter!
bagi2 linknya boleh2 aja...^^
gomawo...
Dan saiia patah hati liet mereka..
Kyu dan S*ohyun di seoul song..
gag jadi donlot mv-nya..
peduli amat! hahahh..
*gag penting bgt*XDD
yaudahh langsung ajaa yaa^^
****

“Mwo?!” seru gadis bernama shin chae rim. Menatap layar jam digital di tangan kanannya.
Sudah hampir satu jam ia berdiri di sana. Mengarahkan lensa kamera ke seberang jalan. Mengabadikan setiap gerakan. Siapa? Chae rim terkejut sampai menabrak pohon tempatnya bersembunyi ketika dilihatnya orang itu—objek fotonya—beranjak.
“Chokomanyo!” teriaknya setengah berlari menyeberang jalan sambil memperbaiki letak ranselnya.
Chae rim terengah, tapi ia menyembunyikannya.
“sudah mau pulang?” katanya tidak sadar setengah berteriak.
Cowok itu menoleh dari papan lukis yang sedang ia kumpulkan, dan melepas aerphone di telinga kirinya,”Ah, ne. cheosonghamnida…”
“gurrae?” chae rim meredup kecewa,” Besok pergi ke mana?,” tanyanya tanpa basa-basi,”maksudku, akan melukis di mana?”
”Molla. Masih belum tau,” jawabnya kembali mengumpulkan alat2 lukisnya.
“A—maukah kau melukisku?” tembak chae rim,”Tolonglah…” pintanya.
Cowok itu menatap chae rim, berpikir sesaat, lalu mengangguk,”yang terakhir,” katanya lalu duduk lagi di sebuah kursi mungil.
Chae rim tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Cowok itu menunjuk kursi lain di sampingnya. Chae rim patuh dan duduk dengan antusias.
“Jangan bergerak terlalu banyak,” peringatnya.
“Ah—cheosonghamnida..” chae rim tetap saja nyengir.
Si pelukis hanya perlu waktu kurang dari sepuluh menit. Ia meniup lembaran kertas dan tampak memperhatikan karyanya sesaat.
“Waeyo? tidak bagus?” tanya chae rim khawatir si pelukis terlalu lelah hingga kemampuannya berkurang.
“Anio…bagus..” jawabnya datar dan menyerahkan benda itu ke tangan chae rim.
“Indah sekali!E—maksudku bagus! Kamsahamnida…” ia membungkuk senang.
”--Mwo?” tambah chae rim melihat tatapan cowok itu yang memberi isyarat dengan kedua jarinya,”apa maksudnya-- itu?” ia meniru si cowok,”Aahh, araseoh, maksudmu bayaran? Kau memungut bayaran untuk selembar lukisan?” chae rim cemberut kecewa. Si pelukis mengangguk. Pelit! Batinnya. Dengan terpaksa ia mengeluarkan beberapa lembar uang.
***
Chae rim terkikik geli menatap lembaran lukisan di tangannya. Ia sedang duduk di samping jendela kamarnya menatap hujan salju di luar dan tak bisa berhenti mengagumi karya itu. Beginikah wajahnya ketika berada di dekat si pelukis jalanan itu? Kenapa ia tampak kekanank2an? Padahal bukan sisi itu yang ingin ia perlihatkan.
Chae rim menyambar kameranya. Sekitar 300poto lebih sudah dikumpulkannya hampir 1bulan ini. Ia selalu menulis cerita di balik setiap poto. Jatuh hati pada pandangan pertama pada si pelukis di seberang sana ketika ia mengarahkan lensa kameranya memotret jalanan meski ia bahkan tak tahu namanya. Hujan begitu lebat, tapi si pelukis tidak juga beranjak pergi. Ia duduk di bawah payung mungil dan menatap datar dunia di sekitarnya dengan sepasang earphone putih menggantung. Waeyo? Apa yang sedang dipikirkannya? Pertanyaan itu terus menghantui pikiran chae rim.
Hari ini pertama kali ia berbicara langsung dengan si objek. Meski tak punya cukup alasan, nyatanya ia tetap terus datang dan memotret si cowok diam2. Stalkerkah? Mungkin saja.
Chae rim mengambil satu diantara puluhan poto hari ini. Si pelukis tampak sedang menunduk merapikan satu per satu pensil2 kayunya. Ia tampak begitu tenang.
“Mukyaa! Kiyopta...!” seru chae rim membelai benda tipis itu dan menulis sesuatu di baliknya.
“19 desember, pertama kali berbicara denganmu Biru-ku… ternyata matamu jauh lebih coklat dari yang kubayangkan! Suaramu biasa, tapi begitu mendengarnya jantungku yang sedang berdetak kencang menjadi tenang. Apa aku terlihat cukup baik bagimu hari ini? Aku tidak mempersiapkan apapun untuk pertemuan pertama kita. Kuharap aku tidak terlihat aneh…^^”
***
”BRUKK!!”
“Cheosonghamnida...” chae rim membungkuk pada si badut kota yang ditabraknya dan berjongkok mengumpulkan poto2 yang jatuh berserakan dari tangannya.
Pukul 17.45. ia sudah sangat terlambat menungunjungi si pelukis akibat kelas potograpi diperpanjang hari ini.
Si badut berhenti pada satu lembar. Chae rim menatapnya penasaran.
“Waeyo?”
Si badut diam sesaat, lalu membuka kepala micky mouse yang dipakainya. Seorang wanita!
“Anyeong...”sapanya ramah, “Poto yang bagus...” pujinya sambil mengembalikan ke tangan chae rim. Poto ini...
“Ah,,kamsahamnida...”
“Pelukis di seberang sana ya?” ia mengangguk.
“N-ne...” pipi chae rim memerah malu,” kau mengenalnya?”
Si badut hanya tersenyum dan memakai lagi kostumnya. Ia melambai lalu berjalan pergi.
***
Chae Rim berlari sekencang mungkin. Ranselnya naik turun di balik punggung mungilnya. Tapi terlambat. Si pelukis sudah pulang. seminggu tidak ketemu—jadwal kuliah begitu padat! Chae rim begitu rindu sampai merasa hatinya kosong. Apa dia pindah tempat? Kemana? Seoul begitu luas. Chae rim khawatir tidak bisa bertemu lagi. Ia duduk lemas di bawah pohon tempatnya biasa. Ia lalu terpikir sesuatu. Apa si badut mengenal pelukis itu? Chae rim bangkit dengan tergesa2.
Ternyata si badut pun sudah tidak ada. Ia berkeliling di sekitar berharap menemukan entah apapun itu ketika tertangkap olehnya siluet yang tak asing lagi di tengah kerumunan. Si pelukis! Kali ini tanpa ransel atau papan lukis sama sekali. Chae Rim berjejalan di antara hiruk pikuk untuk mencapainya. Terlalu ramai. Tubuhnya terlempar ke sana kemari melawan arus. Ia terengah tapi tetap tak menyerah.
“Tuhan, aku hanya ingin melihatnya... itu saja...” batinnya sendu.
Berhasil. Si pelukis keluar dari kerumunan menuju sebuah kafe kecil di sudut jalan. Chae rim mengikutinya tanpa tahu resiko pilihannya. Si pelukis berhenti di pintu keluar ketika seseorang muncul. Si badut yang sudah berganti kostum menjadi—putri! Aniyo! Chae rim menggeleng berharap apa yang dilihatnya hanya fatamorgana. Ia menepuk2 wajahnya mengira sedang bermimpi buruk. Tapi ia tak terbangun karena ini kenyataan.
Si pelukis—bukan!-- ia cowok normal sekarang. Cowok normal yang terlihat bersinar di samping kekasihnya.
Hati chae rim mencelos. Ia tahu ini pasti akan terjadi. Cepat atau lambat. Ia bahkan sudah memperkirakan apa yang akan dilakukannya, hanya saja, ketika semua didepan mata ternyata dirinya memang rapuh.
“Andwe!” ia merutuki air mata yang mengaliri pipinya,”Pabo! Tidak boleh menangis!” ia berseru marah.
Chae Rim berbalik dengan sisa kekuatan yang ada. Ia meremas lembaran di tangannya. Cintakukah yang tidak cukup besar? Kakinya lemas akibat badai hebat dipikirannya. Rindunya terjawab dengan ini. Kemudian ponselnya bergetar. Appa!
“Yoboseo?” Chae rim menghapus air matanya
Appa mengatakan sesuatu yang membuat chae rim berdiri membatu. Ia hampir menjatuhkan ponselnya.
“Aku ke sana!” ucapnya lalu berlari masuk ke kerumunan.
***
“Tuhan, aku tidak punya apa2 yang sebanding, tapi mungkinkah dengan mengambil ibuku terlihat begitu baik untukku?” ia menatap langit malam yang sama kelam dengan hatinya sekarang.
Chae rim kabur ke atap gedung rumah sakit. Umma sedang di operasi sekarang. Jantungnya semakin lemah. Apa guna uang keluarga yang begitu banyak tapi tetap tak mampu memperbaiki keadaan? Aku rela saja menukar semua! Pikir chae rim.
Ia mengeluarkan sesuatu dari balik ransel. Album poto yang sudah di kumpulkannya. Umma yang mengajarkannya cara mencintai dunia. Membantunya tumbuh menjadi gadis ceria. Melihat apa yang ada di dalam. Bukan apa yang tampak. Tapi wanita luar biasa itu sekarang sedang bertarung dengan maut. Apa yang bisa kulakukan? Tanya chae rim.
Ia berhenti pada satu halaman favoritnya. Poto keluarga, umma, appa, dan dirinya berada di Jerman untuk operasi pertama. Ia tampak tegar, bahkan bahagia diapit anak dan suaminya. Chae rim menangis dalam diam. Air mata tak berguna sekarang. Ia terus berdoa. Keajaiban itu ada, benarkan?
Chae rim membalik halaman itu lagi dan menemukan sebuah lembaran. Dulunya ini sangat berarti. Tapi sekarang terlihat kosong. Si pelukis sedang menggambar seorang anak kecil dan ibunya.
“Kukira kau mengerti hatiku... kukira kau untukku...” bisik chae rim lemah, ia tersenyum “Saranghae...” ucapnya lirih.
Ponselnya berdering. Jantung chae rim melonjak melihat nama appa!
***
Wajahnya basah tak karuan. Ia tak berpikir tentang apapun sekarang. Kepalanya terasa kosong melompong. Chae rim hanya terus berlari meski kakinya benar2 penat. Napasnya memburu tak terkendali. Ia tahu tak bisa berharap menemukan apapun pada pukul 12malam seperti sekarang. White Christmass! Semua orang sedang berkumpul di alun2 kota atau di rumah bersama keluarga.
chae rim berhenti .Ia tiba di tempat tujuannya. Dan memang tak ada apa2. dinding di seberang jalan sana kosong. Di lewati begitu saja. Ia memutuskan untuk menyeberang. Sepatu ketsnya menginjak zebra cross hitam putih itu hati2.
Beginikah rasanya melihat dari sini? Chae rim menyentuh dinding yang biasa dipunggungi si pelukis. Terasa dingin membeku di saat ia berharap itu hangat. Chae rim bersandar dan menghirup napas. Embun tebal mengepul dari hidungnya. Ia memeluk lembaran lukisan dirinya pada hari pertama mereka bertemu. Chae ri menutup mata lelah. Tak ‘kan ada kisah cinta apapun? Chae rim tersenyum lirih.
Sesuatu bergerak di sampingnya, chae rim membuka mata dan menoleh. Ia terkejut! Chae rim menggeleng tahu itu tidak mungkin. Tapi hantu itu tidak juga hilang. Chae rim melonjak dan tanpa berpikir panjang, memeluknya!
Si pelukis hampir terjengkal, tapi ia tak berusaha melepaskan diri.
“Sudah puas?” tanyanya.
Seperti tersambar petir, chae rim melepaskan tubuhnya dan menunduk luar biasa malu.
“C-cheosonghamnida...” ia membungkuk berkali-kali.
“Ini milikmu? Seohyun—temanku-- menemukannya tadi sore...”
Chae Rim mengangkat kepala. Ia bersumpah ingin tenggelam saat itu saja. Si pelukis melambaikan salah satu potret dirinya yang diambil chae rim pada pertemuan pertama mereka.
“Seohyun? Gadis badut itu? Bukannya dia—“
“’19 desember, pertama kali berbicara denganmu Biru-ku… ternyata matamu jauh lebih coklat dari yang kubayangkan! Suaramu biasa, tapi begitu mendengarnya jantungku yang sedang berdetak kencang menjadi tenang. Apa aku terlihat cukup baik bagimu hari ini? Aku tidak mempersiapkan apapun untuk pertemuan pertama kita. Kuharap aku tidak terlihat aneh…^^--Shin Chae Rim...” ia membaca tulisan di baliknya.
“Mati aku!” umpat chae rim dalam hati.
“Biru? Kenapa memanggilku seperti itu? Namaku Cho Kyuhyun...” ia cemberut.
“C-cheosonghamnida -- Kyuhyun-ssi...” jawab chae rim ingin mati.
“Ngomong2,” cowok bernama kyuhyun itu merogoh sakunya dan mengeluarkan sesuatu,”Merry christmass...” katanya memberikan gulungan berpita biru pada chae rim yang tampak kebingungan.
“Apa ini?”
“Ucapan terima kasih sudah mengabadikan hidupku satu bulan ini...”
Chae Rim bertambah malu,”Ah—itu...” ia tak bisa menemukan jawaban apapun.
“Bukalah...” perintah kyuhyun.
Tangan chae rim gemetar hebat. Ia melepas simpul pita itu dengan hati-hati.
“Lukisanku?” tanyanya heran melihat seorang gadis berkuncir dengan ransel hitam dan kamera di tangan.
“Ne...”
“tapi...--onje?”
Kyuhyun menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali.
“Itu... kau sering berkeliaran di sekitar sini...” jawabnya seadanya.
“Ahh, arasseoh. E—tapi di mana gadis badut itu-- seohyun? Kenapa kalian tidak bersama?”
“ahahha,” kyuhyun tertawa,”dia menolakku tadi sore setelah menyerahkan poto itu...”
“Ohh, jadi memang menyukainya...” kata chae rim lebih kepada dirinya sendiri.
“Entahlah. Dia bilang menolakku karena tahu aku tidak benar2 menyukainya...”
Chae rim mengangguk meskipun sebenarnya tidak mengerti.
Kyuhyun menarik napas,“oke. Itu saja. Aku harus pergi...” ia pamit.
Mwo? Itu saja? Tanya chae rim. Andwe! Aku harus bersyukur! Umma berhasil melewati operasi saja sudah sangat senang. Di tambah ini! Ia menatap hadiah natalnya.
Tiba-tiba langkah kyuhyun terhenti, ia berbalik.
“hya! bagaimana aku bisa menghubungimu lagi?” tanyanya.
“Mwo? Ahh—itu...” ia memberi nomor ponselnya.
“Sampai jumpa!” kyu melambai.
“YAKKK!!!!” Chae Rim melonjak senang.
***
Chae rim kembali ke rumah sakit. umma sudah sadar dan membaik dengan cepat.
“Merry Christmass umma...” ia memeluk ibunya ketika sesuatu bergerak di sakunya.
Sebuah pesan masuk.
“Bisakah kita bertemu di Green Leaf besok? Pukul 4? Kyuhyun...”
Chae Rim membalas dengan cepat,”BISA!!!!” ia meledak tertawa saking senangnya.
“Waeyo?” tanya appa.
Chae Rim hanya menggeleng misterius.
+THE END+
Tidak boleh copas! hak cipta punya author,
saya akan tau, karena saya netter!
bagi2 linknya boleh2 aja...^^
gomawo...
FF (OneShoot) Four Seasons
Fakta2 di dalam tak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Tpi untuk fakta sejarah, saiia usaha browsing nyari info. Tpi mian klu ada keganjilan ya.. intinya, happy reading aja^^
Cast :: Falianda Clara Ondubukey as Kim Hyeri
Melisa ‘melt’ lophaxia as Lee SoRa
Gisyana kartika as Seung won
Nishaa Primeshawol as choi serry
Four seasons
“ku sebut ini perasaan paling indah di dunia. Melihatmu dari sisiku terasa begitu luar biasa. Aku mengingatmu seperti bernapas. Sayangku,, bisakah kau melihatnya?”
**************
Part I :: At The Time
************
Seoul, Winter, 1895
Story of Lee SoRa
“Sora-sshi…ku mohon masuklah. Diluar dingin sekali…” ahjuma menyampirkan mantel ke pundakku.
“Sebentar lagi ahjuma…” aku mengelak.
Terlalu singkat jika pergi sekarang. Aku tidak ingin melewatkan saat ini. aku ingin melihatnya lebih lama. Kim Heechul. Murid paling cerdas di korea! Aku bertemu dengannya sejak kepindahanku ke negara yang baru saja dilanda perang ini.keadaan politik sangat kacau, sahabat bisa saja membunuhmu dari belakang.Ayahku yang seorang petinggi negara membawaku sekeluarga ke Eropa .pertama kali aku kembali menginjakkan kaki di tanah kelahiranku dan melihat dirinya. Seperti sihir, ia mengikat hatiku padanya. Begitu sulit berpaling dari mata hitamnya. Aish… pipiku memerah.
“Noona…” rengek ahjuma yg takut dimarahi ayah.
“Ne,,ne.. araseo ahjuma,, ayo kita pulang..” aku mengalah. Repot sekali bergerak dengan hanbok begini. Aku belum terbiasa.
“Noona..!” panggil seseorang.
Aku menoleh dan melihat kim heechul berlari ke arahku. Rambutnya melambai ringan.
********
Seoul, Spring, 1945
story of Seung Won
Air mataku sudah tumpah. Tak bisa kutahan. Zhou mi meraihku dan memelukku. Tubuhnya hangat dan wangi seperti yang selalu kuingat.
“Mianhe…” suaranya bergetar tertahan.
“Waeyo oppa??” tanyaku tak berharap mendapat jawaban apapun. dan memang, ia hanya diam lalu melepas pelukkannya. Zhou mi menatapku sesaat kemudian membuka kalung yang melilit lehernya selama ini, memakaikannya padaku.
“Saranghaeyo Seung Won…” wajahnya mendekat. Aku menutup mata dan merasakan harum nafasnya di hidungku tanpa batas lagi,”Jeongmal saranghae…”
Tiba2 aku terbangun. Tubuhku berkeringat. Ah mimpi itu lagi! Hampir setahun ini aku selalu memimpikan hal yang sama. Perpisahan dengan dirinya. Kenapa tak juga bisa kulupakan kejadian itu? Aku menatap gaun pernikahan bergaya Eropa tergantung angkuh di dinding sana.
“Seung Won…!” panggil umma dari luar,”Ada yang mencarimu…”
********
Seoul, Summer, 1991
Story of Kim HyeRi
“Ottoke HyeRi-aah? Hya..! apa kau mendengarku?” tanya jinki menatap langsung tepat ke mataku. Sial! Pipiku memerah. aku hanya mengangguk meski tak tahu apa2.
“Kau tidak mendengarku! Ayolah, beri saran. Apa aku harus mengatakan perasaanku padanya?”
Aku melepas earphone walkman dan mengangkat wajah dari komik yg kubaca.
Mulai lagi. Aku mengedikkan bahu tak peduli pada sahabatku sejak kecil ini. berhari2 ia merongrongku dengan pertanyaan yang sama.
“Kalau kau suka katakan saja. Aku tidak peduli…” kataku dan beranjak meninggalkannya.
“Hya! Kelinci gendut!” jinki memegang tanganku. Aish! Nama panggilan itu lagi! aku menghentak dan menatapnya tajam.
“Jangan sentuh aku!”desisku. entah sejak kapan aku tak suka ia terlalu dekat denganku secara fisik.
Jinki hanya nyengir,“Ayolahh…” ia menatapku serius. Sesuatu yang membuat jantungku berhenti berdetak sesaat.
“Tidak bisakah kau berhenti membicarakan cewek itu dan melihatku?” pikirku, tapi yang keluar hanyalah,”Aku tidak peduli…”
“Aku menyukaimu! Tidakkah kau lihat?!” jeritku dalam hati.
**********
Seoul, Autumn, 2010
Story of Choi Serry
“Hya!! Cewek pabo! Kemari kau!” kibum memberi isyarat dengan telunjuknya.
“Jangan panggil aku begitu!” bentakku tak kalah nyaring. Semua orang menoleh pada kami.
Kibum membalas dengan tersenyum jahil. Ia sengaja mempermalukanku kemudian tanpa merasa bersalah berjalan mendekatiku. Aku membuang muka.
“Serry-aahh..”Tubuhnya yang jauh lebih tinggi berdiri tepat dihadapanku, aku menatapnya marah. tanpa mempedulikan ratusan pasang mata yang menatap kami, ia menunduk dan mengecup keningku,”Saengil chukkaeyo jagiya…” bisiknya dan memasukkan sesuatu ke sakuku.
Aku mengerjap kaget. Tak bisa berpikir apa2.
“Hahaha..” kibum tertawa jahil melihat ekspresiku,”Jam 7 di taman malam ini. kalau terlambat, mati kau!” ancamnya lalu menjauh pergi.
Sial! Bisa-bisanya aku menyukai Devil guy seperti ini, hah????
**********
Part II :: And my heart is beating…
**********
Seoul, winter, 1895
Heart of Kim heechul
Tak peduli berapa kali pun aku menatap gadis bernama Lee SoRa ini otakku seperti teracuni merah pipinya yang bersemu sendu. Matanya malu-malu tapi ingin tahu. Terkadang ragu dan yakin disaat bersamaan. Kulitnya lebih bening dibanding butiran salju yang melekat di rambut hitam pekatnya sekarang. Apa ini pengaruh hidup di dunia Barat? Dunia yang tak pernah kujamah sama sekali.
“Anyeonghaseo Noona…” aku memberanikan diri menyapa Nona Besar ini.
Ia membungkuk sopan dan menatapku penasaran,”Heechul-ssi?”
“Ahh, cheosonghamnida… bisakah kita bicara sebentar?”
“Noona…” panggil ahjuma di sampingnya. SoRa memberi isyarat menyuruhnya menunggu.
“Ne.. tentu saja,” jawabnya dengan merdu seperti suara air yang mengalir.
“Ahh…” aku gugup,”Aku hanya ingin mengajakmu menonton opera malam ini,” tambahku melihat keningnya berkerut,”Kalau tidak bisa juga tidak apa2…”.
“Opera? Apa itu?” katanya dalam logat hangul yg pas2an.
“Opera. Pertunjukkan manusia di atas panggung…” jelasku.
“Ahh, I got it…” jawabnya dalam bahasa Barat,”Tentu saja…” ia mengangguk.
“Jinja??” tanyaku tak percaya…”Jam tujuh kalau begitu.” Aku pamit pergi. Tak bisa kusembunyikan kesenangan yang membuncah sekarang. Entah ia menyadarinya atau tidak.
********
Seoul, Spring, 1945
Heart of Zhou Mi
Udara sisa musim dingin ini begitu menusuk sampai ke dalam sepatuku, terasa semakin kejam karena aku berdiri diluar ruangan layaknya pengantar koran. Berbahaya memang di saat jaman perang seperti sekarang. Terkadang tanpa sadar aku seolah mendenger dentuman bom di ujung jalan sana.
“Seung won…” Panggilku menatap gadis di hadapan itu. Ia begitu banyak berubah sejak terakhir kami bertemu. Tulang pipinya naik. Bibir mungilnya terkatup rapat, namun tak mengurangi kecantikannya sama sekali. Hanya saja caranya menatapku. Seolah aku tembus pandang. Ia berhak, tentu saja.
“Zhou Mi-ssi…” ia mengangguk,”Tidak disangka bertemu denganmu lagi,” katanya dingin.
“Ne. annyeonghasimnika?” tanyaku basabasi.
“Seperti yang kau lihat,” jawabnya seadanya,”Lebih baik tanpamu…”
“Seung Won-ah. Aku datang menepati janji…”
“Terlambat!” ia berbalik . Aku menahannya.
“Jeongmal mianhe. Aku tidak mengira akan terlambat satu tahun. Tapi aku kembali ‘kan?”
Ia tak menjawabku, lalu menghela napas,”Aku akan menikah sebentar lagi…”
“Mwo?!” aku terkejut luar biasa,”Tapi kau masih terlalu muda untuk menikah…”
“Di jaman seperti ini, cepat2 memiliki keturunan adalah pilihan terbaik kalau kau tidak mau generasimu terhenti karena perang,”
“Hah!” aku mendesah,”Hanya itu alasanmu?”
“Ne… mau apalagi. Di banding kau yg tidak memberi penjelasan apapun padaku dan pergi begitu saja dua tahun lalu…”
“Aku tahu. Tapi apa kau tidak lihat bangsa kami di usir dari tanahmu?”
“Cih! Menjadikan masalah seperti itu alasan!”
Aku melepas tangannya,”Baiklah kalau kau memang lebih suka melihatku dibantai habis2an. Mungkin kau lebih senang…”
“Mungkin saja…” jawabnya sinis.
“Seung Won-aah! Dengar! Aku tidak tahu apa yg ada di pikiranmu sekarang, tapi kumohon. Jika kau memang masih mencintaiku, datanglah besok ke depan stasiun inceon. Pukul tujuh. Aku menunggmu.”
aku memakai lagi topi dan mantelku, pergi menembus pekat malam.
***********
Seoul, Autumn, 1991
heart of Lee Jinki
Aish! Aku benar2 bingung. HyeRi sama sekali tidak membantu. Selalu kata tak peduli yang ia katakan! Aku benar2 butuh saran sekarang. Gadisku tak kan lama menunggu. Aku begitu bingung dengan perasaan ini. haruskah kukatakan terus terang? Bagaimana kalau ia menolakku? Bukan apa2. Hanya saja—AKU BENAR2 BUTUH SARAN SEKARANG!
Sudah lama aku memperhatikannya. Seorang gadis sederhana yang terlihat indah di balik seragam sekolahnya. Menyebut namanya saja aku tak sanggup. Terlihat bodohkah? Mungkin saja. Tapi ini benar terjadi padaku…
HyeRi-aahh. Bukankah kau sahabatku? Kenapa kau lari disaat seperti ini??
Gadisku, bersabarlah. Mungkin agak lama. Tapi kuharap kau mengerti. Tunggu aku!
Tiba2 terlihat olehku dri kaca jendela. Itu dia—gadisku!
“Cari siapa?” HyeRi muncul dri pintu kelas di samping kelasku sambil menenteng komik di tangannya seperti biasa.
“Ahh… dia sudah pergi!” umpatku kecewa.
“Nugu?” hyeri berjingkat mencari2,”tidak ada siapa2…”
“Ada! Tadi aku melihatnya dari refleksi kaca jendela ini! masa kau tidak lihat?”
Ia menatap jendela yg kutunjuk,”Tidak ada! Dasar pabo!” hyeri memukul kepalaku dengan komiknya.
“Hya!” bentakku meraih tangannya. hyeri menepis lenganku kasar.
“Mianhe,” kataku,”Kelinci gendut… bantu aku malam ini yaa.. aku ingin membuat kejutan untuk gadis itu. Bantu aku yaa…” aku memelas meski tahu ia tak suka di panggil begitu.
Hyeri cemberut,”aku tidak mau!” tolaknya kasar.
“HyeRi-aahh.. ayolahh. kau cewek paling cantik di duniaa…” aku merayunya.
“Lebih daripada gadismu?”
“Umm,,” aku menggaruk kepala,,”Ituu…” aku belum sempat menjawab ketika ia menghentakkan kaki lalu masuk ke kelasnya tanpa mempedulikanku.
“Jam tujuh di Kedai biasa!” seruku.
**************
Seoul, Summer, 2010
Heart of Kibum
“Cincin permata? Kalung? Gelang? Aish… kenapa semua mahal…?” aku menggumam menatap lemari kaca yang dijaga seorang wanita muda, ia tersenyum geli mendengar perkataanku.
“cheosonghamnida…” aku membungkuk malu.
si cewek pabo itu suka apa yaaa? Sulit sekali memilih hadiah hanya untuk cewek begitu. Aku terkikik mengingat wajah bodohnya setiap kali kukerjai. Matanya pasti mengerjap dan pipinya menggembung menahan kesal. Hahaha! Lucu sekali, membuatku semakin ingin mengerjainya. Apalagi hari ketika dengan polosnya ia mengatakan suka padaku. Benar2 lucu! Dikiranya surat cinta masih berlaku di jaman seperti ini?? Ngomong2 surat cinta, apa ia sudah membaca surat yang kuberikan tadi pagi? Kuharap.
“Ah! Itu saja!” aku keluar dari toko perhiasan dan masuk ke etalase di sebelahnya.
“mini Handycam.,” pintaku pada si penjaga yg lalu mengeluarkan beberapa barang. Sial! MAHAL!! Ia merekomendasikan satu dengan harga,yah,lumayan terjangkau tapi bagus.
“Awas kalau kau tidak datang cewek pabo!” aku mengeluarkan credit card berisi seluruh tabunganku sebulan ini.
“Demi kau! Supaya tidak pabo lagi!” aku tertawa ketika kurasa rasa sakit itu muncul lagi. Menusuk tepat ke jantung. Aku bersandar di dinding. Kepalaku pening sekali. Ayolahh.. sedikit lagii…
**************
Part III :: The Title is Love
***************
Seoul, Winter, 1895
Story of Lee SoRa
Opera? Seperti apa itu di sini? Di eropa aku tidak begitu banyak bepergian. Sejak kecil selalu di awasi membuatku seperti dipingit. Bagitu banyak hal yang diatur dalam hidupku sampai aku tak bisa memilih sendiri. Berjalan dengan seorang laki2 pun aku tidak pernah. Malang sekali… tapi aku tak menyesalinya. Berapa tahun pun menunggu untuk saat ini aku tidak keberatan. Cinta pertama dan terakhirku ada di sini. Aku tidak ragu! Dan sebentar lagi kami akan bertemu!
Aku mengaduk isi lemari kayuku, mencari pakaian yg cocok. hanbok2 ini tampak terlalu wah hanya untuk jalan2. Ottoke? Aku harus bagaimana?
“Noona…” ahjuma muncul,”Tuan memanggil Anda…”
“Waeyo?” tiba2 perasaanku benar2 buruk melihat ekspresi wajahnya.
Aku segera ke ruang utama ketika kulihat tempat itu di penuhi orang2 yg tak kukenal. Ayah memanggilku. Wajahnya pucat pasi. Keringat mengalir ke dahinya yang berkerut keras.
“SoRa-ah, dengarkan Appa. Kembalilah ke eropa malam ini juga… Larilah bersama umma-mu…”
Aku sangat terkejut,”Waeyo appa?”
Appa menggeleng pahit,”Lakukan saja! Tak ada waktu. Rakyat akan menyerang ke rumah ini sebentar lagi…”
“Appa, kau menakutiku..”
“Tenang saja. Appa sudah mengumpulkan orang2 yg bersedia membantu. Dan, ingatlah Sora. Apapun yang orang2 katakan diluar, semua itu tidak benar. Kau percaya appa tidak akan melakukan sesuatu yang merugikan negara kita kan?”
Aku mulai menangis. Appa menghapus air mata di pipiku dan memelukku begitu erat,”Kalau masalah sudah selesai appa akan menjemput kalian di sana,” ia melepaskan giok yg menggantung di dadanya dan menyerahkan ke tanganku.
Belum sempat aku mengatakan apa2 umma sudah menarikku ke kamar dan menghambur meraup sembarang baju.
Aku teringat sesuatu. Kim heechul! Bagaimana janjiku malam ini? aku mengambil kertas di bawah laci dan menulis dengan tergesa2 sewaktu suara gemuruh ramai terdengar dari luar. Rakyat sudah di depan gerbang.
“Ahjumma tolong berikan ini padanya,” kataku terburu2 naik ke atas kereta kuda. Ahjuma mengangguk mengerti,”Kamsahamnida ahjuma..” aku membungkuk pada ahjuma yg menangis melambai padaku.
**********
Seoul, Spring, 1945
Story of Seung Won
Aku menatap punggungnya yg menghilang di balik malam. kau datang sayang? Benar2 datang! Aku tidak bermimpi lagikan? Tubuhmulah yg tadi memelukku hangat? Iya kan? Kakiku lemas. Aku terduduk di lantai. Air mataku mengalir deras tak terkendali. Kerinduan ini begitu dalam sampai terasa sakit menyesak. Zhou Mi-ku sudah datang. Mengapakah aku harus menangis dan mengelaknya?
Aku sangat ingin memeluknya lebih lama hanya untuk memastika ia nyata! Tapi aku tidak bisa. Terlambat. Aku akan menikah besok, meski satu2nya hatiku sudah ku berikan padamu. Aku tak bisa apa2. Mianhe Zhou Mi. Aku menggenggam butiran kalung darinya yang masih kupakai. Aku berharap di kehidupan selanjutnya kita bisa bersama.
**************
Seoul, Summer, 1991
Story of Kim HyeRi
“Gadis? Gadis? Cih! Menggelikan!” umpatku menatap kesal jinki di ujung pintu.
Sebegitukah gadis itu? Apa ia lebih baik dariku sampai jinki lupa kalau hari ini jadwal kami mengembalikan komik?
“Aish! Kenapa aku ini?” aku mengacak rambutku. Benar2 tak tahan melihat ia begitu. Jinki berubah gara2 cewek itu! Ia bukan sahabatku lagi! Aku hanya ingin menangis sekarang. Sejujurnya aku tak siap ditinggalkan secepat ini. aku ingin ia selalu ada untukku. Aku egois sekali ya?
Haruskah aku membantunya? Tapi bagaimana dengan hatiku? Aku tak bisa lebih lama lagi bersembunyi di balik topeng ini. pura2 tak peduli disaat aku benar2 peduli. Kau tahu? Rasanya sakit sekali…
**********
Seoul, Autumn, 2010
Story of Choi Serry
“Hei cewek bodoh!—hahaha—mianheyo. Tanganku terlalu gugup untuk menulis namamu. Choi Serry ‘kan? Choi serry dengan pipi gembung. Ups! Maap lagi!XDD… aku tidak ahli menulis kata2 romantis. Jadi langsung saja ya. Datanglah ke taman bermain malam ini. aku menunggumu tepat di bawah menara jam. Aku punya sesuatu yg ingin kukatakan…” aku memicingkan mata membaca kalimat terakhir, ditulis dengan hurup sangat kecil,”—with love, Kibum^^”
“Hahaha! Cowok pabo!” seruku.
“Mwo?” pak guru menatapku.
Aku menggeleng dan kembali mengerjakan soal remidi di atas meja. Sial! Aku lupa hari ini detensi gara2 nilai matematikaku yg skak mat. pukul 18.08. aku janji jam 7. Tapi dri 50 soal, baru sekitar 15 yg bisa kujawab. itu pun kalau benar. Aku melirik pak guru yg sedang melamun dihadapanku.
********
********
Part IV :: Love’s Way
*******
Seoul, Winter, 1895
heart of Kim Heechul
Dingin sekali. Aku berjingkat mencari2 sora-ssi. Sudah hampir pukul 7 malam. tak kurasakan kehadiraanya. Apa ia akan datang? Atau ia tersesat? Pikiran2 bodoh bermunculan di otakku ketika kudengar pengumuman opera hari ini dibatalkan. Terjadi penyerangan lagi!
“Kudengar rumah keluarga bangsawan lee di serang rakyat! Ia ketahuan melakukan penipuan uang istana!” kata seorang pria paruh baya.
Aku mencegatnya,”Bangsawan Lee? Benarkan itu ahjussi?”
Ia mengangguk. Tanpa berpikir panjang aku langsung beranjak pergi ke rumah Sora-ssi. Di sana rakyat sudah berkumpul membawa obor di tangan masing2. Mereka mencoba mendobrak masuk dan berhasil. Gerbang kayu itu tumbang. Dengan beringas mereka menghambur menghancurkan apa yg ada.
“Sora-ssi!” aku berlari ke gedung utama. Tak ada siapa2.
“Tuan.” Seseorang menepuk punggungku, “Ahjuma!”
“Ini dari noona. Ia memintaku memberinya padamu..”katanya lalu buru2 pergi.
Aku membuka lipatan kertas tipis itu. Terlihat ditulis dengan sangat tergesa2. Aku membacanya cepat dan sangat terkejut. Tidak mungkin!
***************
Seoul, Spring, 1945
Heart of Zhou Mi
Belum terbiasa dengan cuaca tak menentu ini Aku mengeratkan mantelku. di luar hujan deras. Aku menatap murung jarum arloji yg menunjuk pukul 18.32. Tak ada tanda2 keberadaan Seung Won. Aku akan menunggu seperti cowok2 bodoh dalam novel romance. Seung won tak akan datang karena ia menikah hari ini. aku tahu, tapi tetap tak bergeming menyaksikan org lalulalang di stasiun ini hingga pukul 7 tepat.
Asap mulai mengepul dari cerobong kereta yg akan segera berangkat.Tampaknya kami memang tak berjodoh di kehidupan kali ini. mungkin di generasi selanjutnya. Aku menyerah dan mengangkat koper ke pintu gerbang kereta. Kami tak akan pernah bertemu selamanya. Aku takkan kembali lagi.
“BRUUKK!!” seorang laki2 yg tampak terburu2 menabrakku. Ia mengedarkan pandangan panik mencari2. Tak menemukan apapun, ia lalu turun lagi dan menghilang di kerumunan orang2.
Semua kompartemen penuh. Aku berjalan ke gerbong paling ujung ketika seseorang mengetuk salah satu jendela yg kulewati…
*******
Seoul, summer, 1991
Heart of Lee Jinki
Di kedai teh…
“Hmm..Apa yg kurang?” aku mengamati ruangan yg sudah kutata seharian. melihatnya membuatku teringat si gadis. Apa tak berlebihan semua kejutan ini?
huaah! Uangku pun terkuras habis untuk menyewa. tak apalah! Demi dirinya. Tapi HyeRi belum juga datang. Apa ia benar2 niat mau membantuku? Aish~kenapa kelinci gendut itu begitu sulit dimintai bantuan? Ia berubah beberapa hari ini.
Jam digitalku berbunyi. Lima belas menit lagi menuju pukul 7. Aku semakin gugup bertemu dengan gadisku! Dan, HyeRi-aah! Kau bukan sahabatku lagi!
******
Seoul, Autumn, 2010
Heart of Kim Kibum
Kenapa harus banyak orang di tempat ini padahal bukan akhir pekan? Merepotkan saja! Aku menatap geli kotak kecil ditanganku. Sampulnya merah hati kekanak2an. Benar2 mirip cewek pabo itu. Ngomong2 cewek pabo, DI MANA DIA SEKARANG??? Berani2nya membuatku menunggu? Dia pikir siapa dirinya?
“Ayolah…” aku melirik cemas ponselku. Berkali2 mencoba menghubunginya, tapi hanya si tante cerewet itu yg mengabarkan ponselnya tidak aktip. Apa ia sengaja mengerjaiku? Jangan2 ia menganggapku tidak serius?
“RRrrrr…” ponselku bergetar, aku menekan layarnya.
“Sebentar lagi noona…” kataku menjawab omelan yg memberondong dri ujung telepon,”Dua puluh menit? Anio… lima belas…? Oke! Sepuluh!” ia menutup kasar pembicaraan.
“Serry-ahh. Aku berjanji tidak akan memanggilmu pabo lagi jika kau datang kali ini saja…”
**********
Part V :: The End of Endless Story
**********
Seoul, Winter, 1895
Lee SoRa&Kim Heechul
Kim Heechul berlari menghambur ke dalam rumahnya dan menyambar sembarang benda yg bisa dibawa. Ia mengetuk pintu rumah tetanggnya tergesa2. Seorang laki2 paruh baya keluar.
“Ahjussi, aku titip rumahku. Tidak tahu kapan kembali. Tapi aku pasti kembali!”katanya cepat dan memeluk si pria tua yg kebingungan.
Di lain tempat…
“Sebentar umma, kumohon…” SoRa memelas pada ummanya.
“kita tak punya byk waktu. Lihatlah, air bahkan hampir beku…” jawab umma.
“Ia pasti datang…” Sora berdoa sewaktu dilihatnya org yg dimaksud.
“Kau datang!”
“Tentu saja!” kata Heechul dibantu sora naik ke atas kapal,”Meski sulit sekali membaca tulisan hangulmu,” ejeknya membuat sora tersenyum malu.
“Tapi…bagaimana dengan keluargamu..?”
“I’m free,” heechul meniru sora,”Aku sebatang kara, tak punya siapapun…”
Sora menarik napas lega dan tanpa pikir panjang memeluknya sampai heecul hampir terjengkal.
Mereka pun berlayar ke eropa. Bangsawan lee terbukti tidak bersalah, sehingga mereka kembali ke korea beberapa tahun kemudian membawa seorang balita bernama Kim HeeRa.
Lee SoRa&Kim Heechul :: THE END
*****
Seoul, Spring, 1945
Seung won duduk di ujung tempat tidur menatap kosong gaun pernikahannya. Matanya sembab habis menangis. Ia membelai benda dengan tangan kanan, sementara yg lain menggenggam untaian kalung bermata saphire.
“Mianhe… semua orang berhak bahagia ‘kan?” katanya bangkit berdiri dan mengambil mantel di balik pintu.
Seung won kabur ke stasiun. Terlalu cepat beberapa jam. Ia menghabiskan waktu dan masuk ke salah satu kompartemen. Hampir tertidur karena bosan, seung won terkaget melihat mantan tunangannya naik ke gerbong tempatnya berada, menabrak Zhou mi yg terlihat kebingungan. Lelaki itu mengedarkan pandangan mencari. Seung won menyurukkan kepala bersembunyi dan lega ketika ia sudah pergi. Seung won hampir kehilangan zhou mi ketika dilihatnya cowok itu melintas di depan jendela kompatemenya. Seung won mengetuk.
“Lama sekali…” katanya pada Zhou mi.
“Seung won-ahh! Kau…!”
Seung won menarik tangan zhou mi masuk.
“Kupikir 19tahun terlalu muda untuk menikah,” jelasnya enteng.
Zhou mi masih tidak bisa percaya, ia berusaha mengendalikan diri mengingat kenekatan cewek ini,”Kalau begitu kubuang saja ini,” dikeluarkannya sekotak cincin indah.
“Andwe!” Sambar seung won,”untukku saja!”
Zhou mi tertawa.
“Apa di cina ada kimchi?”tanya seung won.
“Wae? Kau suka sekali kimchi!” zhou mi mengacak rambut kekasihnya.
Seung Won&Zhou Mi:: THE END
*****
Seoul, Summer, 1991
Kim HyeRi&……..
Hyeri membolakbalik komiknya di halaman yg sama selama setengah jam. Ia tak bisa berkonsentrasi.
“Bip…bip…”pagernya berbunyi. Satu pesan.
“HyeRi-ahh. Ke mana saja kau? Aku menunggumu. Cepatlah bantu aku!—Jinki.”
Hye ri menghela napas dalam. Haruskah aku menemuinya dan melihat gadis itu?
“Bagaimana denganku? Apa hatiku tidak penting? Apa rasa ini memang harus mati?” hye ri tak menyadari sebentuk sungai kecil mengaliri mungilnya,”Tuhan, kenapa hidupku tidak bisa semudah cerita komik ini??”
Di kedai…
Jinki bersandar gelisah di depan pintu.
“HyeRi-ah!” sapanya senang melihat cewek itu akhirnya muncul juga. Matanya sembab, tapi jinki pura2 tak menyadarinya,”Cepat bantu aku! Aku tidak bisa melakukannya tanpamu…” jinki menarik tangan hyeri.
Seperti biasa, hyeri berkelit. Hanya saja, kali ini jinki tidak berniat melepaskannya.
“Cepat katakan saja apa yg perlu kubantu…”
“aku hanya ingin kau bertemu dengan gadisku. Ia sudah menunggu di dalam…”
HyeRi berdecak,”Hanya itu? Bertemu? Aku tidak mau. Aku punya banyak urusan yg lebih penting..”
“Kumohon. Terakhir kali sebagai sahabat…” katanya memandang hyeri.
Hye ri mengalah dan menurut saja jinki menuntunnya masuk.
“Perkenalkan, gadisku…” tunjuknya.
HyeRi mengangkat kepala. Ia tak bisa percaya . Seperti sedang bercermin ia melihat Puluhan sketsa wajah mirip dirinya terpajang rapi sepanjang dinding.
“chogii.. na?” hyeri menunjuk dirinya.
“Entahlah,” jinki mengedikkan bahu,”Mungkin saja. Kebetulan namanya juga kim hyeri…” jawab jinki lalu tertawa,”Aku sudah bilang ini permintaan terakhirku sebagai sahabat, karena setelah ini, aku tidak berpikir jadi sahabat pilihan bagus… ottoke hyeri-ah? Apa kau setuju?”
Hyeri tak menjawab. Jinki menariknya ke satu2nya meja di ruangan itu,”Aku juga membuat ini! komik tentang kelinci gendut! Lihatlah…”
Hye ri maju lebih dekat ke benda yg ditunjuk. Wajahnya hanya berjarak dua senti dri permukaan meja ketika tanpa peringatan jinki merengkuh kepalanya dan mengecup hangat kening cewek itu tepat diantara kedua alisnya.
“Saranghae, kim hyeri…” bisiknya dan tersenyum hangat.
Cewek itu hanya melongo.
“Hya! Katakan sesuatu…”
Bukannya menjawab, hyeri menangis.
“Hei-hei, jangan menangis. Kau tidak perlu menjawabnya sekarang. Pikirkan saja dulu…”
HyeRi malah menangis semakin keras membuat Jinki panik. Tapi kemudian ia mengangguk.
“Mwo? Jadi kau setuju?” tanya jinki tak percaya.
“N-ne…” jawab hyeri sesegukan.
“Hahaha…!” jinki tertawa meledak.
Kim HyeRi & Lee Jinki :: THE END
*************
Seoul, autumn, 2010
Choi Serry & Kim Kibum
Serry berlari sekencang mungkin melawan arus kerumunan orang 2. Ia tak sempat ganti baju. Dari sekolah langsung menuju taman bermain.
“Gawat! Terlambat setengah jam!” ia terengah.
Serry sempat tersesat, lupa di mana letak menara jam sampai akhirnya ia menemukannya. Gadis itu membungkuk mengatur napas. Kakinya lemas menyadari ternyata tempat itu sudah kosong melompong. Kibum tidak ada di manapun.
“Kibum-aahh…” ia berbisik kecewa,”Kenapa kau begitu egois? Pertama kalinya aku terlambat dan kau bahkan tidak mau menunggu?”
Serry terduduk di sisi menara. Membenamkan wajahnya yg menangis.
“dari pertama, selalu aku yg menunggumu. Kau bahkan tidak pernah balas mengatakan menyukaiku. Atau sebenarnya memang tidak?”
Telapak tangannya menyentuh sesuatu. Kotak kecil bersampul merah hati bertulis namanya. Serry mengusap wajahnya dan membuka benda itu. Ia menemukan sebuah mini handycam, menekan tombol power dan play.
“Anyeong serry-ahh. ..”Kibum muncul di layar, ia merekam dirinya sendiri,”ketika kau melihat ini, mungkin aku sudah tidak ada di korea. Aku akan pergi untuk melakukan pengobatan. Doakan aku berhasil yaa..” ia tersenyum,”Si bodoh ini sudah terbenam sejak kecil dikepalaku, dan entah kenapa akhir2 ini ia jadi sering muncul. Dokter bilang aku harus melakukan sesuatu, jadi mereka mengirimku ke amerika… dan serry-ahh," kibum menarik napas,"-- mianheyo, tidak banyak kebahagiaan yg sanggup kuberikan selama ini. aku sering mengecewakanmu. Terlambat di setiap janji, mengerjaimu, dan banyak hal lain. Dan untuk ulang tahunmu Aku hanya bisa membuat sebuah lagu untukmu,,” ia tampak menghilang, sedetik kemudian muncul dengan gitar di tangannya,”dengarkan ya…” terdengar lagu akustik mengalun selama beberapa menit, serry tak sanggup menahan laju air matanya,” aku tahu aku terlihat keren. Hahaha… rekamlah semua kegiatanmu selama aku tidak ada dengan benda ini. aku Pasti kembali! Tunggu aku ya… dan… dengarkan baik2. Aku hanya mengatakannya sekali …” kibum memperbaiki letak duduknya,”Saranghaeyo Choi Serry…” ia tersenyum dan video itu berakhir.
Serry bangkit berdiri dan memasukkan handycam itu ke dalam tas sekolahnya. Ia berlari dan menyetop taksi pertama yg muncul.
“Bandara Incheon!” katanya.
Tempat itu lumayan ramai dengan turis2 yg baru saja tiba. Serry berlari ke bagian penerbangan luar negeri. Terlalu luas! Ia tak bisa menemukan kibum di manapun. Ponselnya kehabisan baterai. Serry hampir putus asa ketika dilihatnya cowok itu berjalan melewati portal sebening air.
“Kibum-aah!” teriak serry tidak memperdulikan sekitar.
Kibum menolah dan terkejut melihatnya. Tapi ia sudah terlajur masuk dan etalase tertutup selain untuk penumpang. Serry berlari ke arahnya. Kibum memberitahu agar ia berdiri di sisi sebelahnya. Mereka berhadapan terhalangi kaca sebening embun itu.
Serry tidak lagi berniat menyembunyikan air matanya.
kibum mengetuk dan menulis,”Jangan menangis…” tapi justru membuat gadis itu semakin tersedu.
Kibum menggaruk kepalanya bingung dan menggores dinding itu lagi,”Aku pasti kembali…”
Serry mengangguk. Kibum tersenyum memberi isyarat agar serry mendekat. Ia menunduk dan mengecup tepat di mana bibir serry seharusnya berada.
”Saranghae,” tulisnya dan melambai pergi.
Choi Serry & Kim Kibum :: The End
************
EPILOG
Seoul, 2027
YooNe menutup buku tua yang ditemukannya di laci beberapa hari lalu. Benda paling asing yg pernah ia lihat. Jadi dengan ini orang2 jaman dulu mengabadikan kisah mereka? Ia mengangguk.
“Cinta, satu diantara sedikit hal yg masih tersisa ketika bumi mulai menua…” ia membaca kalimat terakhir.
Akankah kisahku berakhir indah juga? Batinnya.
“Apa itu?” taemin muncul dari belakang.
“Bukankah kau yg menaruh di laciku?” tanya Yoone pada kekasihnya.
“Aniyo…” taemin menggeleng.
“Jadi, siapa…?”
“Entahlah…” taemin mengangkat bahu.
Tidak mungkin! Yoone semakin bingung.
“Ayo kita cari makan. Aku lapar,” ajak taemin padanya.
Yoone mengangguk masih dalam kebingungan.
=THE END=
selesai juga,, hehe
Cast :: Falianda Clara Ondubukey as Kim Hyeri
Melisa ‘melt’ lophaxia as Lee SoRa
Gisyana kartika as Seung won
Nishaa Primeshawol as choi serry
Four seasons
“ku sebut ini perasaan paling indah di dunia. Melihatmu dari sisiku terasa begitu luar biasa. Aku mengingatmu seperti bernapas. Sayangku,, bisakah kau melihatnya?”
**************
Part I :: At The Time
************
Seoul, Winter, 1895
Story of Lee SoRa
“Sora-sshi…ku mohon masuklah. Diluar dingin sekali…” ahjuma menyampirkan mantel ke pundakku.
“Sebentar lagi ahjuma…” aku mengelak.
Terlalu singkat jika pergi sekarang. Aku tidak ingin melewatkan saat ini. aku ingin melihatnya lebih lama. Kim Heechul. Murid paling cerdas di korea! Aku bertemu dengannya sejak kepindahanku ke negara yang baru saja dilanda perang ini.keadaan politik sangat kacau, sahabat bisa saja membunuhmu dari belakang.Ayahku yang seorang petinggi negara membawaku sekeluarga ke Eropa .pertama kali aku kembali menginjakkan kaki di tanah kelahiranku dan melihat dirinya. Seperti sihir, ia mengikat hatiku padanya. Begitu sulit berpaling dari mata hitamnya. Aish… pipiku memerah.
“Noona…” rengek ahjuma yg takut dimarahi ayah.
“Ne,,ne.. araseo ahjuma,, ayo kita pulang..” aku mengalah. Repot sekali bergerak dengan hanbok begini. Aku belum terbiasa.
“Noona..!” panggil seseorang.
Aku menoleh dan melihat kim heechul berlari ke arahku. Rambutnya melambai ringan.
********
Seoul, Spring, 1945
story of Seung Won
Air mataku sudah tumpah. Tak bisa kutahan. Zhou mi meraihku dan memelukku. Tubuhnya hangat dan wangi seperti yang selalu kuingat.
“Mianhe…” suaranya bergetar tertahan.
“Waeyo oppa??” tanyaku tak berharap mendapat jawaban apapun. dan memang, ia hanya diam lalu melepas pelukkannya. Zhou mi menatapku sesaat kemudian membuka kalung yang melilit lehernya selama ini, memakaikannya padaku.
“Saranghaeyo Seung Won…” wajahnya mendekat. Aku menutup mata dan merasakan harum nafasnya di hidungku tanpa batas lagi,”Jeongmal saranghae…”
Tiba2 aku terbangun. Tubuhku berkeringat. Ah mimpi itu lagi! Hampir setahun ini aku selalu memimpikan hal yang sama. Perpisahan dengan dirinya. Kenapa tak juga bisa kulupakan kejadian itu? Aku menatap gaun pernikahan bergaya Eropa tergantung angkuh di dinding sana.
“Seung Won…!” panggil umma dari luar,”Ada yang mencarimu…”
********
Seoul, Summer, 1991
Story of Kim HyeRi
“Ottoke HyeRi-aah? Hya..! apa kau mendengarku?” tanya jinki menatap langsung tepat ke mataku. Sial! Pipiku memerah. aku hanya mengangguk meski tak tahu apa2.
“Kau tidak mendengarku! Ayolah, beri saran. Apa aku harus mengatakan perasaanku padanya?”
Aku melepas earphone walkman dan mengangkat wajah dari komik yg kubaca.
Mulai lagi. Aku mengedikkan bahu tak peduli pada sahabatku sejak kecil ini. berhari2 ia merongrongku dengan pertanyaan yang sama.
“Kalau kau suka katakan saja. Aku tidak peduli…” kataku dan beranjak meninggalkannya.
“Hya! Kelinci gendut!” jinki memegang tanganku. Aish! Nama panggilan itu lagi! aku menghentak dan menatapnya tajam.
“Jangan sentuh aku!”desisku. entah sejak kapan aku tak suka ia terlalu dekat denganku secara fisik.
Jinki hanya nyengir,“Ayolahh…” ia menatapku serius. Sesuatu yang membuat jantungku berhenti berdetak sesaat.
“Tidak bisakah kau berhenti membicarakan cewek itu dan melihatku?” pikirku, tapi yang keluar hanyalah,”Aku tidak peduli…”
“Aku menyukaimu! Tidakkah kau lihat?!” jeritku dalam hati.
**********
Seoul, Autumn, 2010
Story of Choi Serry
“Hya!! Cewek pabo! Kemari kau!” kibum memberi isyarat dengan telunjuknya.
“Jangan panggil aku begitu!” bentakku tak kalah nyaring. Semua orang menoleh pada kami.
Kibum membalas dengan tersenyum jahil. Ia sengaja mempermalukanku kemudian tanpa merasa bersalah berjalan mendekatiku. Aku membuang muka.
“Serry-aahh..”Tubuhnya yang jauh lebih tinggi berdiri tepat dihadapanku, aku menatapnya marah. tanpa mempedulikan ratusan pasang mata yang menatap kami, ia menunduk dan mengecup keningku,”Saengil chukkaeyo jagiya…” bisiknya dan memasukkan sesuatu ke sakuku.
Aku mengerjap kaget. Tak bisa berpikir apa2.
“Hahaha..” kibum tertawa jahil melihat ekspresiku,”Jam 7 di taman malam ini. kalau terlambat, mati kau!” ancamnya lalu menjauh pergi.
Sial! Bisa-bisanya aku menyukai Devil guy seperti ini, hah????
**********
Part II :: And my heart is beating…
**********
Seoul, winter, 1895
Heart of Kim heechul
Tak peduli berapa kali pun aku menatap gadis bernama Lee SoRa ini otakku seperti teracuni merah pipinya yang bersemu sendu. Matanya malu-malu tapi ingin tahu. Terkadang ragu dan yakin disaat bersamaan. Kulitnya lebih bening dibanding butiran salju yang melekat di rambut hitam pekatnya sekarang. Apa ini pengaruh hidup di dunia Barat? Dunia yang tak pernah kujamah sama sekali.
“Anyeonghaseo Noona…” aku memberanikan diri menyapa Nona Besar ini.
Ia membungkuk sopan dan menatapku penasaran,”Heechul-ssi?”
“Ahh, cheosonghamnida… bisakah kita bicara sebentar?”
“Noona…” panggil ahjuma di sampingnya. SoRa memberi isyarat menyuruhnya menunggu.
“Ne.. tentu saja,” jawabnya dengan merdu seperti suara air yang mengalir.
“Ahh…” aku gugup,”Aku hanya ingin mengajakmu menonton opera malam ini,” tambahku melihat keningnya berkerut,”Kalau tidak bisa juga tidak apa2…”.
“Opera? Apa itu?” katanya dalam logat hangul yg pas2an.
“Opera. Pertunjukkan manusia di atas panggung…” jelasku.
“Ahh, I got it…” jawabnya dalam bahasa Barat,”Tentu saja…” ia mengangguk.
“Jinja??” tanyaku tak percaya…”Jam tujuh kalau begitu.” Aku pamit pergi. Tak bisa kusembunyikan kesenangan yang membuncah sekarang. Entah ia menyadarinya atau tidak.
********
Seoul, Spring, 1945
Heart of Zhou Mi
Udara sisa musim dingin ini begitu menusuk sampai ke dalam sepatuku, terasa semakin kejam karena aku berdiri diluar ruangan layaknya pengantar koran. Berbahaya memang di saat jaman perang seperti sekarang. Terkadang tanpa sadar aku seolah mendenger dentuman bom di ujung jalan sana.
“Seung won…” Panggilku menatap gadis di hadapan itu. Ia begitu banyak berubah sejak terakhir kami bertemu. Tulang pipinya naik. Bibir mungilnya terkatup rapat, namun tak mengurangi kecantikannya sama sekali. Hanya saja caranya menatapku. Seolah aku tembus pandang. Ia berhak, tentu saja.
“Zhou Mi-ssi…” ia mengangguk,”Tidak disangka bertemu denganmu lagi,” katanya dingin.
“Ne. annyeonghasimnika?” tanyaku basabasi.
“Seperti yang kau lihat,” jawabnya seadanya,”Lebih baik tanpamu…”
“Seung Won-ah. Aku datang menepati janji…”
“Terlambat!” ia berbalik . Aku menahannya.
“Jeongmal mianhe. Aku tidak mengira akan terlambat satu tahun. Tapi aku kembali ‘kan?”
Ia tak menjawabku, lalu menghela napas,”Aku akan menikah sebentar lagi…”
“Mwo?!” aku terkejut luar biasa,”Tapi kau masih terlalu muda untuk menikah…”
“Di jaman seperti ini, cepat2 memiliki keturunan adalah pilihan terbaik kalau kau tidak mau generasimu terhenti karena perang,”
“Hah!” aku mendesah,”Hanya itu alasanmu?”
“Ne… mau apalagi. Di banding kau yg tidak memberi penjelasan apapun padaku dan pergi begitu saja dua tahun lalu…”
“Aku tahu. Tapi apa kau tidak lihat bangsa kami di usir dari tanahmu?”
“Cih! Menjadikan masalah seperti itu alasan!”
Aku melepas tangannya,”Baiklah kalau kau memang lebih suka melihatku dibantai habis2an. Mungkin kau lebih senang…”
“Mungkin saja…” jawabnya sinis.
“Seung Won-aah! Dengar! Aku tidak tahu apa yg ada di pikiranmu sekarang, tapi kumohon. Jika kau memang masih mencintaiku, datanglah besok ke depan stasiun inceon. Pukul tujuh. Aku menunggmu.”
aku memakai lagi topi dan mantelku, pergi menembus pekat malam.
***********
Seoul, Autumn, 1991
heart of Lee Jinki
Aish! Aku benar2 bingung. HyeRi sama sekali tidak membantu. Selalu kata tak peduli yang ia katakan! Aku benar2 butuh saran sekarang. Gadisku tak kan lama menunggu. Aku begitu bingung dengan perasaan ini. haruskah kukatakan terus terang? Bagaimana kalau ia menolakku? Bukan apa2. Hanya saja—AKU BENAR2 BUTUH SARAN SEKARANG!
Sudah lama aku memperhatikannya. Seorang gadis sederhana yang terlihat indah di balik seragam sekolahnya. Menyebut namanya saja aku tak sanggup. Terlihat bodohkah? Mungkin saja. Tapi ini benar terjadi padaku…
HyeRi-aahh. Bukankah kau sahabatku? Kenapa kau lari disaat seperti ini??
Gadisku, bersabarlah. Mungkin agak lama. Tapi kuharap kau mengerti. Tunggu aku!
Tiba2 terlihat olehku dri kaca jendela. Itu dia—gadisku!
“Cari siapa?” HyeRi muncul dri pintu kelas di samping kelasku sambil menenteng komik di tangannya seperti biasa.
“Ahh… dia sudah pergi!” umpatku kecewa.
“Nugu?” hyeri berjingkat mencari2,”tidak ada siapa2…”
“Ada! Tadi aku melihatnya dari refleksi kaca jendela ini! masa kau tidak lihat?”
Ia menatap jendela yg kutunjuk,”Tidak ada! Dasar pabo!” hyeri memukul kepalaku dengan komiknya.
“Hya!” bentakku meraih tangannya. hyeri menepis lenganku kasar.
“Mianhe,” kataku,”Kelinci gendut… bantu aku malam ini yaa.. aku ingin membuat kejutan untuk gadis itu. Bantu aku yaa…” aku memelas meski tahu ia tak suka di panggil begitu.
Hyeri cemberut,”aku tidak mau!” tolaknya kasar.
“HyeRi-aahh.. ayolahh. kau cewek paling cantik di duniaa…” aku merayunya.
“Lebih daripada gadismu?”
“Umm,,” aku menggaruk kepala,,”Ituu…” aku belum sempat menjawab ketika ia menghentakkan kaki lalu masuk ke kelasnya tanpa mempedulikanku.
“Jam tujuh di Kedai biasa!” seruku.
**************
Seoul, Summer, 2010
Heart of Kibum
“Cincin permata? Kalung? Gelang? Aish… kenapa semua mahal…?” aku menggumam menatap lemari kaca yang dijaga seorang wanita muda, ia tersenyum geli mendengar perkataanku.
“cheosonghamnida…” aku membungkuk malu.
si cewek pabo itu suka apa yaaa? Sulit sekali memilih hadiah hanya untuk cewek begitu. Aku terkikik mengingat wajah bodohnya setiap kali kukerjai. Matanya pasti mengerjap dan pipinya menggembung menahan kesal. Hahaha! Lucu sekali, membuatku semakin ingin mengerjainya. Apalagi hari ketika dengan polosnya ia mengatakan suka padaku. Benar2 lucu! Dikiranya surat cinta masih berlaku di jaman seperti ini?? Ngomong2 surat cinta, apa ia sudah membaca surat yang kuberikan tadi pagi? Kuharap.
“Ah! Itu saja!” aku keluar dari toko perhiasan dan masuk ke etalase di sebelahnya.
“mini Handycam.,” pintaku pada si penjaga yg lalu mengeluarkan beberapa barang. Sial! MAHAL!! Ia merekomendasikan satu dengan harga,yah,lumayan terjangkau tapi bagus.
“Awas kalau kau tidak datang cewek pabo!” aku mengeluarkan credit card berisi seluruh tabunganku sebulan ini.
“Demi kau! Supaya tidak pabo lagi!” aku tertawa ketika kurasa rasa sakit itu muncul lagi. Menusuk tepat ke jantung. Aku bersandar di dinding. Kepalaku pening sekali. Ayolahh.. sedikit lagii…
**************
Part III :: The Title is Love
***************
Seoul, Winter, 1895
Story of Lee SoRa
Opera? Seperti apa itu di sini? Di eropa aku tidak begitu banyak bepergian. Sejak kecil selalu di awasi membuatku seperti dipingit. Bagitu banyak hal yang diatur dalam hidupku sampai aku tak bisa memilih sendiri. Berjalan dengan seorang laki2 pun aku tidak pernah. Malang sekali… tapi aku tak menyesalinya. Berapa tahun pun menunggu untuk saat ini aku tidak keberatan. Cinta pertama dan terakhirku ada di sini. Aku tidak ragu! Dan sebentar lagi kami akan bertemu!
Aku mengaduk isi lemari kayuku, mencari pakaian yg cocok. hanbok2 ini tampak terlalu wah hanya untuk jalan2. Ottoke? Aku harus bagaimana?
“Noona…” ahjuma muncul,”Tuan memanggil Anda…”
“Waeyo?” tiba2 perasaanku benar2 buruk melihat ekspresi wajahnya.
Aku segera ke ruang utama ketika kulihat tempat itu di penuhi orang2 yg tak kukenal. Ayah memanggilku. Wajahnya pucat pasi. Keringat mengalir ke dahinya yang berkerut keras.
“SoRa-ah, dengarkan Appa. Kembalilah ke eropa malam ini juga… Larilah bersama umma-mu…”
Aku sangat terkejut,”Waeyo appa?”
Appa menggeleng pahit,”Lakukan saja! Tak ada waktu. Rakyat akan menyerang ke rumah ini sebentar lagi…”
“Appa, kau menakutiku..”
“Tenang saja. Appa sudah mengumpulkan orang2 yg bersedia membantu. Dan, ingatlah Sora. Apapun yang orang2 katakan diluar, semua itu tidak benar. Kau percaya appa tidak akan melakukan sesuatu yang merugikan negara kita kan?”
Aku mulai menangis. Appa menghapus air mata di pipiku dan memelukku begitu erat,”Kalau masalah sudah selesai appa akan menjemput kalian di sana,” ia melepaskan giok yg menggantung di dadanya dan menyerahkan ke tanganku.
Belum sempat aku mengatakan apa2 umma sudah menarikku ke kamar dan menghambur meraup sembarang baju.
Aku teringat sesuatu. Kim heechul! Bagaimana janjiku malam ini? aku mengambil kertas di bawah laci dan menulis dengan tergesa2 sewaktu suara gemuruh ramai terdengar dari luar. Rakyat sudah di depan gerbang.
“Ahjumma tolong berikan ini padanya,” kataku terburu2 naik ke atas kereta kuda. Ahjuma mengangguk mengerti,”Kamsahamnida ahjuma..” aku membungkuk pada ahjuma yg menangis melambai padaku.
**********
Seoul, Spring, 1945
Story of Seung Won
Aku menatap punggungnya yg menghilang di balik malam. kau datang sayang? Benar2 datang! Aku tidak bermimpi lagikan? Tubuhmulah yg tadi memelukku hangat? Iya kan? Kakiku lemas. Aku terduduk di lantai. Air mataku mengalir deras tak terkendali. Kerinduan ini begitu dalam sampai terasa sakit menyesak. Zhou Mi-ku sudah datang. Mengapakah aku harus menangis dan mengelaknya?
Aku sangat ingin memeluknya lebih lama hanya untuk memastika ia nyata! Tapi aku tidak bisa. Terlambat. Aku akan menikah besok, meski satu2nya hatiku sudah ku berikan padamu. Aku tak bisa apa2. Mianhe Zhou Mi. Aku menggenggam butiran kalung darinya yang masih kupakai. Aku berharap di kehidupan selanjutnya kita bisa bersama.
**************
Seoul, Summer, 1991
Story of Kim HyeRi
“Gadis? Gadis? Cih! Menggelikan!” umpatku menatap kesal jinki di ujung pintu.
Sebegitukah gadis itu? Apa ia lebih baik dariku sampai jinki lupa kalau hari ini jadwal kami mengembalikan komik?
“Aish! Kenapa aku ini?” aku mengacak rambutku. Benar2 tak tahan melihat ia begitu. Jinki berubah gara2 cewek itu! Ia bukan sahabatku lagi! Aku hanya ingin menangis sekarang. Sejujurnya aku tak siap ditinggalkan secepat ini. aku ingin ia selalu ada untukku. Aku egois sekali ya?
Haruskah aku membantunya? Tapi bagaimana dengan hatiku? Aku tak bisa lebih lama lagi bersembunyi di balik topeng ini. pura2 tak peduli disaat aku benar2 peduli. Kau tahu? Rasanya sakit sekali…
**********
Seoul, Autumn, 2010
Story of Choi Serry
“Hei cewek bodoh!—hahaha—mianheyo. Tanganku terlalu gugup untuk menulis namamu. Choi Serry ‘kan? Choi serry dengan pipi gembung. Ups! Maap lagi!XDD… aku tidak ahli menulis kata2 romantis. Jadi langsung saja ya. Datanglah ke taman bermain malam ini. aku menunggumu tepat di bawah menara jam. Aku punya sesuatu yg ingin kukatakan…” aku memicingkan mata membaca kalimat terakhir, ditulis dengan hurup sangat kecil,”—with love, Kibum^^”
“Hahaha! Cowok pabo!” seruku.
“Mwo?” pak guru menatapku.
Aku menggeleng dan kembali mengerjakan soal remidi di atas meja. Sial! Aku lupa hari ini detensi gara2 nilai matematikaku yg skak mat. pukul 18.08. aku janji jam 7. Tapi dri 50 soal, baru sekitar 15 yg bisa kujawab. itu pun kalau benar. Aku melirik pak guru yg sedang melamun dihadapanku.
********
********
Part IV :: Love’s Way
*******
Seoul, Winter, 1895
heart of Kim Heechul
Dingin sekali. Aku berjingkat mencari2 sora-ssi. Sudah hampir pukul 7 malam. tak kurasakan kehadiraanya. Apa ia akan datang? Atau ia tersesat? Pikiran2 bodoh bermunculan di otakku ketika kudengar pengumuman opera hari ini dibatalkan. Terjadi penyerangan lagi!
“Kudengar rumah keluarga bangsawan lee di serang rakyat! Ia ketahuan melakukan penipuan uang istana!” kata seorang pria paruh baya.
Aku mencegatnya,”Bangsawan Lee? Benarkan itu ahjussi?”
Ia mengangguk. Tanpa berpikir panjang aku langsung beranjak pergi ke rumah Sora-ssi. Di sana rakyat sudah berkumpul membawa obor di tangan masing2. Mereka mencoba mendobrak masuk dan berhasil. Gerbang kayu itu tumbang. Dengan beringas mereka menghambur menghancurkan apa yg ada.
“Sora-ssi!” aku berlari ke gedung utama. Tak ada siapa2.
“Tuan.” Seseorang menepuk punggungku, “Ahjuma!”
“Ini dari noona. Ia memintaku memberinya padamu..”katanya lalu buru2 pergi.
Aku membuka lipatan kertas tipis itu. Terlihat ditulis dengan sangat tergesa2. Aku membacanya cepat dan sangat terkejut. Tidak mungkin!
***************
Seoul, Spring, 1945
Heart of Zhou Mi
Belum terbiasa dengan cuaca tak menentu ini Aku mengeratkan mantelku. di luar hujan deras. Aku menatap murung jarum arloji yg menunjuk pukul 18.32. Tak ada tanda2 keberadaan Seung Won. Aku akan menunggu seperti cowok2 bodoh dalam novel romance. Seung won tak akan datang karena ia menikah hari ini. aku tahu, tapi tetap tak bergeming menyaksikan org lalulalang di stasiun ini hingga pukul 7 tepat.
Asap mulai mengepul dari cerobong kereta yg akan segera berangkat.Tampaknya kami memang tak berjodoh di kehidupan kali ini. mungkin di generasi selanjutnya. Aku menyerah dan mengangkat koper ke pintu gerbang kereta. Kami tak akan pernah bertemu selamanya. Aku takkan kembali lagi.
“BRUUKK!!” seorang laki2 yg tampak terburu2 menabrakku. Ia mengedarkan pandangan panik mencari2. Tak menemukan apapun, ia lalu turun lagi dan menghilang di kerumunan orang2.
Semua kompartemen penuh. Aku berjalan ke gerbong paling ujung ketika seseorang mengetuk salah satu jendela yg kulewati…
*******
Seoul, summer, 1991
Heart of Lee Jinki
Di kedai teh…
“Hmm..Apa yg kurang?” aku mengamati ruangan yg sudah kutata seharian. melihatnya membuatku teringat si gadis. Apa tak berlebihan semua kejutan ini?
huaah! Uangku pun terkuras habis untuk menyewa. tak apalah! Demi dirinya. Tapi HyeRi belum juga datang. Apa ia benar2 niat mau membantuku? Aish~kenapa kelinci gendut itu begitu sulit dimintai bantuan? Ia berubah beberapa hari ini.
Jam digitalku berbunyi. Lima belas menit lagi menuju pukul 7. Aku semakin gugup bertemu dengan gadisku! Dan, HyeRi-aah! Kau bukan sahabatku lagi!
******
Seoul, Autumn, 2010
Heart of Kim Kibum
Kenapa harus banyak orang di tempat ini padahal bukan akhir pekan? Merepotkan saja! Aku menatap geli kotak kecil ditanganku. Sampulnya merah hati kekanak2an. Benar2 mirip cewek pabo itu. Ngomong2 cewek pabo, DI MANA DIA SEKARANG??? Berani2nya membuatku menunggu? Dia pikir siapa dirinya?
“Ayolah…” aku melirik cemas ponselku. Berkali2 mencoba menghubunginya, tapi hanya si tante cerewet itu yg mengabarkan ponselnya tidak aktip. Apa ia sengaja mengerjaiku? Jangan2 ia menganggapku tidak serius?
“RRrrrr…” ponselku bergetar, aku menekan layarnya.
“Sebentar lagi noona…” kataku menjawab omelan yg memberondong dri ujung telepon,”Dua puluh menit? Anio… lima belas…? Oke! Sepuluh!” ia menutup kasar pembicaraan.
“Serry-ahh. Aku berjanji tidak akan memanggilmu pabo lagi jika kau datang kali ini saja…”
**********
Part V :: The End of Endless Story
**********
Seoul, Winter, 1895
Lee SoRa&Kim Heechul
Kim Heechul berlari menghambur ke dalam rumahnya dan menyambar sembarang benda yg bisa dibawa. Ia mengetuk pintu rumah tetanggnya tergesa2. Seorang laki2 paruh baya keluar.
“Ahjussi, aku titip rumahku. Tidak tahu kapan kembali. Tapi aku pasti kembali!”katanya cepat dan memeluk si pria tua yg kebingungan.
Di lain tempat…
“Sebentar umma, kumohon…” SoRa memelas pada ummanya.
“kita tak punya byk waktu. Lihatlah, air bahkan hampir beku…” jawab umma.
“Ia pasti datang…” Sora berdoa sewaktu dilihatnya org yg dimaksud.
“Kau datang!”
“Tentu saja!” kata Heechul dibantu sora naik ke atas kapal,”Meski sulit sekali membaca tulisan hangulmu,” ejeknya membuat sora tersenyum malu.
“Tapi…bagaimana dengan keluargamu..?”
“I’m free,” heechul meniru sora,”Aku sebatang kara, tak punya siapapun…”
Sora menarik napas lega dan tanpa pikir panjang memeluknya sampai heecul hampir terjengkal.
Mereka pun berlayar ke eropa. Bangsawan lee terbukti tidak bersalah, sehingga mereka kembali ke korea beberapa tahun kemudian membawa seorang balita bernama Kim HeeRa.
Lee SoRa&Kim Heechul :: THE END
*****
Seoul, Spring, 1945
Seung won duduk di ujung tempat tidur menatap kosong gaun pernikahannya. Matanya sembab habis menangis. Ia membelai benda dengan tangan kanan, sementara yg lain menggenggam untaian kalung bermata saphire.
“Mianhe… semua orang berhak bahagia ‘kan?” katanya bangkit berdiri dan mengambil mantel di balik pintu.
Seung won kabur ke stasiun. Terlalu cepat beberapa jam. Ia menghabiskan waktu dan masuk ke salah satu kompartemen. Hampir tertidur karena bosan, seung won terkaget melihat mantan tunangannya naik ke gerbong tempatnya berada, menabrak Zhou mi yg terlihat kebingungan. Lelaki itu mengedarkan pandangan mencari. Seung won menyurukkan kepala bersembunyi dan lega ketika ia sudah pergi. Seung won hampir kehilangan zhou mi ketika dilihatnya cowok itu melintas di depan jendela kompatemenya. Seung won mengetuk.
“Lama sekali…” katanya pada Zhou mi.
“Seung won-ahh! Kau…!”
Seung won menarik tangan zhou mi masuk.
“Kupikir 19tahun terlalu muda untuk menikah,” jelasnya enteng.
Zhou mi masih tidak bisa percaya, ia berusaha mengendalikan diri mengingat kenekatan cewek ini,”Kalau begitu kubuang saja ini,” dikeluarkannya sekotak cincin indah.
“Andwe!” Sambar seung won,”untukku saja!”
Zhou mi tertawa.
“Apa di cina ada kimchi?”tanya seung won.
“Wae? Kau suka sekali kimchi!” zhou mi mengacak rambut kekasihnya.
Seung Won&Zhou Mi:: THE END
*****
Seoul, Summer, 1991
Kim HyeRi&……..
Hyeri membolakbalik komiknya di halaman yg sama selama setengah jam. Ia tak bisa berkonsentrasi.
“Bip…bip…”pagernya berbunyi. Satu pesan.
“HyeRi-ahh. Ke mana saja kau? Aku menunggumu. Cepatlah bantu aku!—Jinki.”
Hye ri menghela napas dalam. Haruskah aku menemuinya dan melihat gadis itu?
“Bagaimana denganku? Apa hatiku tidak penting? Apa rasa ini memang harus mati?” hye ri tak menyadari sebentuk sungai kecil mengaliri mungilnya,”Tuhan, kenapa hidupku tidak bisa semudah cerita komik ini??”
Di kedai…
Jinki bersandar gelisah di depan pintu.
“HyeRi-ah!” sapanya senang melihat cewek itu akhirnya muncul juga. Matanya sembab, tapi jinki pura2 tak menyadarinya,”Cepat bantu aku! Aku tidak bisa melakukannya tanpamu…” jinki menarik tangan hyeri.
Seperti biasa, hyeri berkelit. Hanya saja, kali ini jinki tidak berniat melepaskannya.
“Cepat katakan saja apa yg perlu kubantu…”
“aku hanya ingin kau bertemu dengan gadisku. Ia sudah menunggu di dalam…”
HyeRi berdecak,”Hanya itu? Bertemu? Aku tidak mau. Aku punya banyak urusan yg lebih penting..”
“Kumohon. Terakhir kali sebagai sahabat…” katanya memandang hyeri.
Hye ri mengalah dan menurut saja jinki menuntunnya masuk.
“Perkenalkan, gadisku…” tunjuknya.
HyeRi mengangkat kepala. Ia tak bisa percaya . Seperti sedang bercermin ia melihat Puluhan sketsa wajah mirip dirinya terpajang rapi sepanjang dinding.
“chogii.. na?” hyeri menunjuk dirinya.
“Entahlah,” jinki mengedikkan bahu,”Mungkin saja. Kebetulan namanya juga kim hyeri…” jawab jinki lalu tertawa,”Aku sudah bilang ini permintaan terakhirku sebagai sahabat, karena setelah ini, aku tidak berpikir jadi sahabat pilihan bagus… ottoke hyeri-ah? Apa kau setuju?”
Hyeri tak menjawab. Jinki menariknya ke satu2nya meja di ruangan itu,”Aku juga membuat ini! komik tentang kelinci gendut! Lihatlah…”
Hye ri maju lebih dekat ke benda yg ditunjuk. Wajahnya hanya berjarak dua senti dri permukaan meja ketika tanpa peringatan jinki merengkuh kepalanya dan mengecup hangat kening cewek itu tepat diantara kedua alisnya.
“Saranghae, kim hyeri…” bisiknya dan tersenyum hangat.
Cewek itu hanya melongo.
“Hya! Katakan sesuatu…”
Bukannya menjawab, hyeri menangis.
“Hei-hei, jangan menangis. Kau tidak perlu menjawabnya sekarang. Pikirkan saja dulu…”
HyeRi malah menangis semakin keras membuat Jinki panik. Tapi kemudian ia mengangguk.
“Mwo? Jadi kau setuju?” tanya jinki tak percaya.
“N-ne…” jawab hyeri sesegukan.
“Hahaha…!” jinki tertawa meledak.
Kim HyeRi & Lee Jinki :: THE END
*************
Seoul, autumn, 2010
Choi Serry & Kim Kibum
Serry berlari sekencang mungkin melawan arus kerumunan orang 2. Ia tak sempat ganti baju. Dari sekolah langsung menuju taman bermain.
“Gawat! Terlambat setengah jam!” ia terengah.
Serry sempat tersesat, lupa di mana letak menara jam sampai akhirnya ia menemukannya. Gadis itu membungkuk mengatur napas. Kakinya lemas menyadari ternyata tempat itu sudah kosong melompong. Kibum tidak ada di manapun.
“Kibum-aahh…” ia berbisik kecewa,”Kenapa kau begitu egois? Pertama kalinya aku terlambat dan kau bahkan tidak mau menunggu?”
Serry terduduk di sisi menara. Membenamkan wajahnya yg menangis.
“dari pertama, selalu aku yg menunggumu. Kau bahkan tidak pernah balas mengatakan menyukaiku. Atau sebenarnya memang tidak?”
Telapak tangannya menyentuh sesuatu. Kotak kecil bersampul merah hati bertulis namanya. Serry mengusap wajahnya dan membuka benda itu. Ia menemukan sebuah mini handycam, menekan tombol power dan play.
“Anyeong serry-ahh. ..”Kibum muncul di layar, ia merekam dirinya sendiri,”ketika kau melihat ini, mungkin aku sudah tidak ada di korea. Aku akan pergi untuk melakukan pengobatan. Doakan aku berhasil yaa..” ia tersenyum,”Si bodoh ini sudah terbenam sejak kecil dikepalaku, dan entah kenapa akhir2 ini ia jadi sering muncul. Dokter bilang aku harus melakukan sesuatu, jadi mereka mengirimku ke amerika… dan serry-ahh," kibum menarik napas,"-- mianheyo, tidak banyak kebahagiaan yg sanggup kuberikan selama ini. aku sering mengecewakanmu. Terlambat di setiap janji, mengerjaimu, dan banyak hal lain. Dan untuk ulang tahunmu Aku hanya bisa membuat sebuah lagu untukmu,,” ia tampak menghilang, sedetik kemudian muncul dengan gitar di tangannya,”dengarkan ya…” terdengar lagu akustik mengalun selama beberapa menit, serry tak sanggup menahan laju air matanya,” aku tahu aku terlihat keren. Hahaha… rekamlah semua kegiatanmu selama aku tidak ada dengan benda ini. aku Pasti kembali! Tunggu aku ya… dan… dengarkan baik2. Aku hanya mengatakannya sekali …” kibum memperbaiki letak duduknya,”Saranghaeyo Choi Serry…” ia tersenyum dan video itu berakhir.
Serry bangkit berdiri dan memasukkan handycam itu ke dalam tas sekolahnya. Ia berlari dan menyetop taksi pertama yg muncul.
“Bandara Incheon!” katanya.
Tempat itu lumayan ramai dengan turis2 yg baru saja tiba. Serry berlari ke bagian penerbangan luar negeri. Terlalu luas! Ia tak bisa menemukan kibum di manapun. Ponselnya kehabisan baterai. Serry hampir putus asa ketika dilihatnya cowok itu berjalan melewati portal sebening air.
“Kibum-aah!” teriak serry tidak memperdulikan sekitar.
Kibum menolah dan terkejut melihatnya. Tapi ia sudah terlajur masuk dan etalase tertutup selain untuk penumpang. Serry berlari ke arahnya. Kibum memberitahu agar ia berdiri di sisi sebelahnya. Mereka berhadapan terhalangi kaca sebening embun itu.
Serry tidak lagi berniat menyembunyikan air matanya.
kibum mengetuk dan menulis,”Jangan menangis…” tapi justru membuat gadis itu semakin tersedu.
Kibum menggaruk kepalanya bingung dan menggores dinding itu lagi,”Aku pasti kembali…”
Serry mengangguk. Kibum tersenyum memberi isyarat agar serry mendekat. Ia menunduk dan mengecup tepat di mana bibir serry seharusnya berada.
”Saranghae,” tulisnya dan melambai pergi.
Choi Serry & Kim Kibum :: The End
************
EPILOG
Seoul, 2027
YooNe menutup buku tua yang ditemukannya di laci beberapa hari lalu. Benda paling asing yg pernah ia lihat. Jadi dengan ini orang2 jaman dulu mengabadikan kisah mereka? Ia mengangguk.
“Cinta, satu diantara sedikit hal yg masih tersisa ketika bumi mulai menua…” ia membaca kalimat terakhir.
Akankah kisahku berakhir indah juga? Batinnya.
“Apa itu?” taemin muncul dari belakang.
“Bukankah kau yg menaruh di laciku?” tanya Yoone pada kekasihnya.
“Aniyo…” taemin menggeleng.
“Jadi, siapa…?”
“Entahlah…” taemin mengangkat bahu.
Tidak mungkin! Yoone semakin bingung.
“Ayo kita cari makan. Aku lapar,” ajak taemin padanya.
Yoone mengangguk masih dalam kebingungan.
=THE END=
selesai juga,, hehe
Subscribe to:
Posts (Atom)