I don't own any character unless explained later.
All fictions are written in Indonesian..
So, please read and comment :)
“Jonghyun-aah…!” bentak seorang laki-laki separuh baya berkacamata tebal memukul kepalanya dengan segulung kertas,”konsentasilah…”
“Cheosonghamnida…” cowok yang dipanggil jonghyun itu membungkuk dan kembali menatap tuts piano di hadapannya.
Meskipun ini guru sekaligus ayahnya, Jonghyun tidak menjadi begitu mudah diatur.
Ia selalu salah di bagian chorus lagu ini. Symphony mozart yang akan dimainkannya pada konser amal seminggu lagi. Tinggal seminggu dan ia masih belum fasih, bodohnya, hanya di bagian chorus. Bukan karna ia tak bisa, hanya saja setiap ia memainkan bagian ini, seseorang itu pasti muncul. Ia bisa melihatnya dengan jelas dari balik kaca jendela yang berembun dingin diterpa angin musim gugur. Seorang cewek bermantel merah yang berjalan terburu2 melintasi halaman gedung.
“Cheosonghamnida…” cowok yang dipanggil jonghyun itu membungkuk dan kembali menatap tuts piano di hadapannya.
Meskipun ini guru sekaligus ayahnya, Jonghyun tidak menjadi begitu mudah diatur.
Ia selalu salah di bagian chorus lagu ini. Symphony mozart yang akan dimainkannya pada konser amal seminggu lagi. Tinggal seminggu dan ia masih belum fasih, bodohnya, hanya di bagian chorus. Bukan karna ia tak bisa, hanya saja setiap ia memainkan bagian ini, seseorang itu pasti muncul. Ia bisa melihatnya dengan jelas dari balik kaca jendela yang berembun dingin diterpa angin musim gugur. Seorang cewek bermantel merah yang berjalan terburu2 melintasi halaman gedung.
“Mwo?!” seru gadis bernama shin chae rim. Menatap layar jam digital di tangan kanannya.
Sudah hampir satu jam ia berdiri di sana. Mengarahkan lensa kamera ke seberang jalan. Mengabadikan setiap gerakan. Siapa? Chae rim terkejut sampai menabrak pohon tempatnya bersembunyi ketika dilihatnya orang itu—objek fotonya—beranjak.
“Chokomanyo!” teriaknya setengah berlari menyeberang jalan sambil memperbaiki letak ranselnya.
Chae rim terengah, tapi ia menyembunyikannya.
“sudah mau pulang?” katanya tidak sadar setengah berteriak.
Cowok itu menoleh dari papan lukis yang sedang ia kumpulkan, dan melepas aerphone di telinga kirinya,”Ah, ne. cheosonghamnida…”
Sudah hampir satu jam ia berdiri di sana. Mengarahkan lensa kamera ke seberang jalan. Mengabadikan setiap gerakan. Siapa? Chae rim terkejut sampai menabrak pohon tempatnya bersembunyi ketika dilihatnya orang itu—objek fotonya—beranjak.
“Chokomanyo!” teriaknya setengah berlari menyeberang jalan sambil memperbaiki letak ranselnya.
Chae rim terengah, tapi ia menyembunyikannya.
“sudah mau pulang?” katanya tidak sadar setengah berteriak.
Cowok itu menoleh dari papan lukis yang sedang ia kumpulkan, dan melepas aerphone di telinga kirinya,”Ah, ne. cheosonghamnida…”
“ku sebut ini perasaan paling indah di dunia. Melihatmu dari sisiku terasa begitu luar biasa. Aku mengingatmu seperti bernapas. Sayangku,, bisakah kau melihatnya?”
Dalam hidup cuma ada dua pilihan. Baik ato buruk. Sayangnya gue bukan tipe yg percaya gituan. Prinsip gue;baik, buruk, ato gag guna! Kaya yg sedang gue lakuin sekarang. Jelas banget Masuk dalam kategori gag guna. Yaiyah, gue cewek yg lagi mlototin pacar sendiri gajen2an ma orang lain. Hebat kan gue?
“aish~ sabar yaa fira-aah…” hye kyung ngipasin ubun2 gue pake topengnya. Kita lagi berada di pinggiran pesta topeng. Acara musiman kampus.
“Apaan lo?” gue sok cuek, terusin minum coke ditangan...
“aish~ sabar yaa fira-aah…” hye kyung ngipasin ubun2 gue pake topengnya. Kita lagi berada di pinggiran pesta topeng. Acara musiman kampus.
“Apaan lo?” gue sok cuek, terusin minum coke ditangan...
Hye kyung membasahi lagi kain tipis itu dengan air hangat dan menyapukan ke wajah kekasihnya. Ia sudah terbiasa melakukan ini sejak hampir empat bulan lalu. Kecelakaan maut yg hampir merebut nyawa sang kekasih. Atau paling tidak setengahnya.
“Saengil chukkaeyo, sayang…” hye kyung menghirup wangi puncak kepala cowok yg terbaring koma itu dengan sayang. Sekuat apapun ia menahannya, tpi air mata itu ternyata jatuh juga,”saranghaeyo… araseo?” bisiknya lembut di telinga sang kekasih. Jantung setengah mati itu tiba2 berdenyut lebih cepat.
“Aku tau kau bisa mendengarku. Jadi, kumohon, cepatlah bangun. Aku merindukan suara tawamu…” ia terus mengajak si tubuh berbicara.
“Saengil chukkaeyo, sayang…” hye kyung menghirup wangi puncak kepala cowok yg terbaring koma itu dengan sayang. Sekuat apapun ia menahannya, tpi air mata itu ternyata jatuh juga,”saranghaeyo… araseo?” bisiknya lembut di telinga sang kekasih. Jantung setengah mati itu tiba2 berdenyut lebih cepat.
“Aku tau kau bisa mendengarku. Jadi, kumohon, cepatlah bangun. Aku merindukan suara tawamu…” ia terus mengajak si tubuh berbicara.
“Itu gadis yang berpakaian aneh di pesta musim panas tahun lalu ‘kan? Kau ingat kejadian memalukan itu?” bisik seorang cewek kepada temannya yang mengangguk geli mengiyakan.
“ku dengar ia menyatakan cinta pada seung ri sunbae…” tambahnya.
“gurraeyo?”
“ne… tapi ditolak tentu saja…! sunbae tak kan suka gadis seperti itu! Dia punya wanita lain…”
“Benarkah? Kasian sekali…”
Kemudian mereka terkikik keras tanpa berusaha disembunyikan lagi.
Yong mi berjalan menunduk menyusuri koridor sekolah. Ia tak suka orang-orang menyadari nya dan terus membicarakan kehadirannya, apalagi menyinggung masa lalu ‘itu’, yang ingin dikuburnya dalam2. Ia terus memandang ujung sepatu ketsnya yang berdebu, setengah berlari menaiki anak tangga ke atap sekolah. Satu2nya tempat tersembunyi yang jauh dari perhatian murid-murid populer lain.
“ku dengar ia menyatakan cinta pada seung ri sunbae…” tambahnya.
“gurraeyo?”
“ne… tapi ditolak tentu saja…! sunbae tak kan suka gadis seperti itu! Dia punya wanita lain…”
“Benarkah? Kasian sekali…”
Kemudian mereka terkikik keras tanpa berusaha disembunyikan lagi.
Yong mi berjalan menunduk menyusuri koridor sekolah. Ia tak suka orang-orang menyadari nya dan terus membicarakan kehadirannya, apalagi menyinggung masa lalu ‘itu’, yang ingin dikuburnya dalam2. Ia terus memandang ujung sepatu ketsnya yang berdebu, setengah berlari menaiki anak tangga ke atap sekolah. Satu2nya tempat tersembunyi yang jauh dari perhatian murid-murid populer lain.
"Park Hye Jin mengeratkan pegangan pada tali ranselnya, menatap kosong tengkuk seseorang di hadapannya. Ia duduk di deretan paling belakang ruang tunggu, sambil mengayunkan kakinya diujung kursi. Lelaki itu sama sekali tak bergeming di balik topi hitam misterius. Hye Jin tak peduli. Ia sedang berpikir sesuatu yang lain. Untuk pertama kali ia berjalan sejauh ini dari rumah. Sudah dua hari Hye Jin tidak mendengar ocehan ibu atau gerutu ayah yang ternyata sangat membuatnya rindu..."
No comments:
Post a Comment