author akan curhat dikit... mohon di dengarkan yaa..
Dan saiia patah hati liet mereka..
Kyu dan S*ohyun di seoul song..
gag jadi donlot mv-nya..
peduli amat! hahahh..
*gag penting bgt*XDD
yaudahh langsung ajaa yaa^^
****
“Mwo?!” seru gadis bernama shin chae rim. Menatap layar jam digital di tangan kanannya.
Sudah hampir satu jam ia berdiri di sana. Mengarahkan lensa kamera ke seberang jalan. Mengabadikan setiap gerakan. Siapa? Chae rim terkejut sampai menabrak pohon tempatnya bersembunyi ketika dilihatnya orang itu—objek fotonya—beranjak.
“Chokomanyo!” teriaknya setengah berlari menyeberang jalan sambil memperbaiki letak ranselnya.
Chae rim terengah, tapi ia menyembunyikannya.
“sudah mau pulang?” katanya tidak sadar setengah berteriak.
Cowok itu menoleh dari papan lukis yang sedang ia kumpulkan, dan melepas aerphone di telinga kirinya,”Ah, ne. cheosonghamnida…”
“gurrae?” chae rim meredup kecewa,” Besok pergi ke mana?,” tanyanya tanpa basa-basi,”maksudku, akan melukis di mana?”
”Molla. Masih belum tau,” jawabnya kembali mengumpulkan alat2 lukisnya.
“A—maukah kau melukisku?” tembak chae rim,”Tolonglah…” pintanya.
Cowok itu menatap chae rim, berpikir sesaat, lalu mengangguk,”yang terakhir,” katanya lalu duduk lagi di sebuah kursi mungil.
Chae rim tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Cowok itu menunjuk kursi lain di sampingnya. Chae rim patuh dan duduk dengan antusias.
“Jangan bergerak terlalu banyak,” peringatnya.
“Ah—cheosonghamnida..” chae rim tetap saja nyengir.
Si pelukis hanya perlu waktu kurang dari sepuluh menit. Ia meniup lembaran kertas dan tampak memperhatikan karyanya sesaat.
“Waeyo? tidak bagus?” tanya chae rim khawatir si pelukis terlalu lelah hingga kemampuannya berkurang.
“Anio…bagus..” jawabnya datar dan menyerahkan benda itu ke tangan chae rim.
“Indah sekali!E—maksudku bagus! Kamsahamnida…” ia membungkuk senang.
”--Mwo?” tambah chae rim melihat tatapan cowok itu yang memberi isyarat dengan kedua jarinya,”apa maksudnya-- itu?” ia meniru si cowok,”Aahh, araseoh, maksudmu bayaran? Kau memungut bayaran untuk selembar lukisan?” chae rim cemberut kecewa. Si pelukis mengangguk. Pelit! Batinnya. Dengan terpaksa ia mengeluarkan beberapa lembar uang.
***
Chae rim terkikik geli menatap lembaran lukisan di tangannya. Ia sedang duduk di samping jendela kamarnya menatap hujan salju di luar dan tak bisa berhenti mengagumi karya itu. Beginikah wajahnya ketika berada di dekat si pelukis jalanan itu? Kenapa ia tampak kekanank2an? Padahal bukan sisi itu yang ingin ia perlihatkan.
Chae rim menyambar kameranya. Sekitar 300poto lebih sudah dikumpulkannya hampir 1bulan ini. Ia selalu menulis cerita di balik setiap poto. Jatuh hati pada pandangan pertama pada si pelukis di seberang sana ketika ia mengarahkan lensa kameranya memotret jalanan meski ia bahkan tak tahu namanya. Hujan begitu lebat, tapi si pelukis tidak juga beranjak pergi. Ia duduk di bawah payung mungil dan menatap datar dunia di sekitarnya dengan sepasang earphone putih menggantung. Waeyo? Apa yang sedang dipikirkannya? Pertanyaan itu terus menghantui pikiran chae rim.
Hari ini pertama kali ia berbicara langsung dengan si objek. Meski tak punya cukup alasan, nyatanya ia tetap terus datang dan memotret si cowok diam2. Stalkerkah? Mungkin saja.
Chae rim mengambil satu diantara puluhan poto hari ini. Si pelukis tampak sedang menunduk merapikan satu per satu pensil2 kayunya. Ia tampak begitu tenang.
“Mukyaa! Kiyopta...!” seru chae rim membelai benda tipis itu dan menulis sesuatu di baliknya.
“19 desember, pertama kali berbicara denganmu Biru-ku… ternyata matamu jauh lebih coklat dari yang kubayangkan! Suaramu biasa, tapi begitu mendengarnya jantungku yang sedang berdetak kencang menjadi tenang. Apa aku terlihat cukup baik bagimu hari ini? Aku tidak mempersiapkan apapun untuk pertemuan pertama kita. Kuharap aku tidak terlihat aneh…^^”
***
”BRUKK!!”
“Cheosonghamnida...” chae rim membungkuk pada si badut kota yang ditabraknya dan berjongkok mengumpulkan poto2 yang jatuh berserakan dari tangannya.
Pukul 17.45. ia sudah sangat terlambat menungunjungi si pelukis akibat kelas potograpi diperpanjang hari ini.
Si badut berhenti pada satu lembar. Chae rim menatapnya penasaran.
“Waeyo?”
Si badut diam sesaat, lalu membuka kepala micky mouse yang dipakainya. Seorang wanita!
“Anyeong...”sapanya ramah, “Poto yang bagus...” pujinya sambil mengembalikan ke tangan chae rim. Poto ini...
“Ah,,kamsahamnida...”
“Pelukis di seberang sana ya?” ia mengangguk.
“N-ne...” pipi chae rim memerah malu,” kau mengenalnya?”
Si badut hanya tersenyum dan memakai lagi kostumnya. Ia melambai lalu berjalan pergi.
***
Chae Rim berlari sekencang mungkin. Ranselnya naik turun di balik punggung mungilnya. Tapi terlambat. Si pelukis sudah pulang. seminggu tidak ketemu—jadwal kuliah begitu padat! Chae rim begitu rindu sampai merasa hatinya kosong. Apa dia pindah tempat? Kemana? Seoul begitu luas. Chae rim khawatir tidak bisa bertemu lagi. Ia duduk lemas di bawah pohon tempatnya biasa. Ia lalu terpikir sesuatu. Apa si badut mengenal pelukis itu? Chae rim bangkit dengan tergesa2.
Ternyata si badut pun sudah tidak ada. Ia berkeliling di sekitar berharap menemukan entah apapun itu ketika tertangkap olehnya siluet yang tak asing lagi di tengah kerumunan. Si pelukis! Kali ini tanpa ransel atau papan lukis sama sekali. Chae Rim berjejalan di antara hiruk pikuk untuk mencapainya. Terlalu ramai. Tubuhnya terlempar ke sana kemari melawan arus. Ia terengah tapi tetap tak menyerah.
“Tuhan, aku hanya ingin melihatnya... itu saja...” batinnya sendu.
Berhasil. Si pelukis keluar dari kerumunan menuju sebuah kafe kecil di sudut jalan. Chae rim mengikutinya tanpa tahu resiko pilihannya. Si pelukis berhenti di pintu keluar ketika seseorang muncul. Si badut yang sudah berganti kostum menjadi—putri! Aniyo! Chae rim menggeleng berharap apa yang dilihatnya hanya fatamorgana. Ia menepuk2 wajahnya mengira sedang bermimpi buruk. Tapi ia tak terbangun karena ini kenyataan.
Si pelukis—bukan!-- ia cowok normal sekarang. Cowok normal yang terlihat bersinar di samping kekasihnya.
Hati chae rim mencelos. Ia tahu ini pasti akan terjadi. Cepat atau lambat. Ia bahkan sudah memperkirakan apa yang akan dilakukannya, hanya saja, ketika semua didepan mata ternyata dirinya memang rapuh.
“Andwe!” ia merutuki air mata yang mengaliri pipinya,”Pabo! Tidak boleh menangis!” ia berseru marah.
Chae Rim berbalik dengan sisa kekuatan yang ada. Ia meremas lembaran di tangannya. Cintakukah yang tidak cukup besar? Kakinya lemas akibat badai hebat dipikirannya. Rindunya terjawab dengan ini. Kemudian ponselnya bergetar. Appa!
“Yoboseo?” Chae rim menghapus air matanya
Appa mengatakan sesuatu yang membuat chae rim berdiri membatu. Ia hampir menjatuhkan ponselnya.
“Aku ke sana!” ucapnya lalu berlari masuk ke kerumunan.
***
“Tuhan, aku tidak punya apa2 yang sebanding, tapi mungkinkah dengan mengambil ibuku terlihat begitu baik untukku?” ia menatap langit malam yang sama kelam dengan hatinya sekarang.
Chae rim kabur ke atap gedung rumah sakit. Umma sedang di operasi sekarang. Jantungnya semakin lemah. Apa guna uang keluarga yang begitu banyak tapi tetap tak mampu memperbaiki keadaan? Aku rela saja menukar semua! Pikir chae rim.
Ia mengeluarkan sesuatu dari balik ransel. Album poto yang sudah di kumpulkannya. Umma yang mengajarkannya cara mencintai dunia. Membantunya tumbuh menjadi gadis ceria. Melihat apa yang ada di dalam. Bukan apa yang tampak. Tapi wanita luar biasa itu sekarang sedang bertarung dengan maut. Apa yang bisa kulakukan? Tanya chae rim.
Ia berhenti pada satu halaman favoritnya. Poto keluarga, umma, appa, dan dirinya berada di Jerman untuk operasi pertama. Ia tampak tegar, bahkan bahagia diapit anak dan suaminya. Chae rim menangis dalam diam. Air mata tak berguna sekarang. Ia terus berdoa. Keajaiban itu ada, benarkan?
Chae rim membalik halaman itu lagi dan menemukan sebuah lembaran. Dulunya ini sangat berarti. Tapi sekarang terlihat kosong. Si pelukis sedang menggambar seorang anak kecil dan ibunya.
“Kukira kau mengerti hatiku... kukira kau untukku...” bisik chae rim lemah, ia tersenyum “Saranghae...” ucapnya lirih.
Ponselnya berdering. Jantung chae rim melonjak melihat nama appa!
***
Wajahnya basah tak karuan. Ia tak berpikir tentang apapun sekarang. Kepalanya terasa kosong melompong. Chae rim hanya terus berlari meski kakinya benar2 penat. Napasnya memburu tak terkendali. Ia tahu tak bisa berharap menemukan apapun pada pukul 12malam seperti sekarang. White Christmass! Semua orang sedang berkumpul di alun2 kota atau di rumah bersama keluarga.
chae rim berhenti .Ia tiba di tempat tujuannya. Dan memang tak ada apa2. dinding di seberang jalan sana kosong. Di lewati begitu saja. Ia memutuskan untuk menyeberang. Sepatu ketsnya menginjak zebra cross hitam putih itu hati2.
Beginikah rasanya melihat dari sini? Chae rim menyentuh dinding yang biasa dipunggungi si pelukis. Terasa dingin membeku di saat ia berharap itu hangat. Chae rim bersandar dan menghirup napas. Embun tebal mengepul dari hidungnya. Ia memeluk lembaran lukisan dirinya pada hari pertama mereka bertemu. Chae ri menutup mata lelah. Tak ‘kan ada kisah cinta apapun? Chae rim tersenyum lirih.
Sesuatu bergerak di sampingnya, chae rim membuka mata dan menoleh. Ia terkejut! Chae rim menggeleng tahu itu tidak mungkin. Tapi hantu itu tidak juga hilang. Chae rim melonjak dan tanpa berpikir panjang, memeluknya!
Si pelukis hampir terjengkal, tapi ia tak berusaha melepaskan diri.
“Sudah puas?” tanyanya.
Seperti tersambar petir, chae rim melepaskan tubuhnya dan menunduk luar biasa malu.
“C-cheosonghamnida...” ia membungkuk berkali-kali.
“Ini milikmu? Seohyun—temanku-- menemukannya tadi sore...”
Chae Rim mengangkat kepala. Ia bersumpah ingin tenggelam saat itu saja. Si pelukis melambaikan salah satu potret dirinya yang diambil chae rim pada pertemuan pertama mereka.
“Seohyun? Gadis badut itu? Bukannya dia—“
“’19 desember, pertama kali berbicara denganmu Biru-ku… ternyata matamu jauh lebih coklat dari yang kubayangkan! Suaramu biasa, tapi begitu mendengarnya jantungku yang sedang berdetak kencang menjadi tenang. Apa aku terlihat cukup baik bagimu hari ini? Aku tidak mempersiapkan apapun untuk pertemuan pertama kita. Kuharap aku tidak terlihat aneh…^^--Shin Chae Rim...” ia membaca tulisan di baliknya.
“Mati aku!” umpat chae rim dalam hati.
“Biru? Kenapa memanggilku seperti itu? Namaku Cho Kyuhyun...” ia cemberut.
“C-cheosonghamnida -- Kyuhyun-ssi...” jawab chae rim ingin mati.
“Ngomong2,” cowok bernama kyuhyun itu merogoh sakunya dan mengeluarkan sesuatu,”Merry christmass...” katanya memberikan gulungan berpita biru pada chae rim yang tampak kebingungan.
“Apa ini?”
“Ucapan terima kasih sudah mengabadikan hidupku satu bulan ini...”
Chae Rim bertambah malu,”Ah—itu...” ia tak bisa menemukan jawaban apapun.
“Bukalah...” perintah kyuhyun.
Tangan chae rim gemetar hebat. Ia melepas simpul pita itu dengan hati-hati.
“Lukisanku?” tanyanya heran melihat seorang gadis berkuncir dengan ransel hitam dan kamera di tangan.
“Ne...”
“tapi...--onje?”
Kyuhyun menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali.
“Itu... kau sering berkeliaran di sekitar sini...” jawabnya seadanya.
“Ahh, arasseoh. E—tapi di mana gadis badut itu-- seohyun? Kenapa kalian tidak bersama?”
“ahahha,” kyuhyun tertawa,”dia menolakku tadi sore setelah menyerahkan poto itu...”
“Ohh, jadi memang menyukainya...” kata chae rim lebih kepada dirinya sendiri.
“Entahlah. Dia bilang menolakku karena tahu aku tidak benar2 menyukainya...”
Chae rim mengangguk meskipun sebenarnya tidak mengerti.
Kyuhyun menarik napas,“oke. Itu saja. Aku harus pergi...” ia pamit.
Mwo? Itu saja? Tanya chae rim. Andwe! Aku harus bersyukur! Umma berhasil melewati operasi saja sudah sangat senang. Di tambah ini! Ia menatap hadiah natalnya.
Tiba-tiba langkah kyuhyun terhenti, ia berbalik.
“hya! bagaimana aku bisa menghubungimu lagi?” tanyanya.
“Mwo? Ahh—itu...” ia memberi nomor ponselnya.
“Sampai jumpa!” kyu melambai.
“YAKKK!!!!” Chae Rim melonjak senang.
***
Chae rim kembali ke rumah sakit. umma sudah sadar dan membaik dengan cepat.
“Merry Christmass umma...” ia memeluk ibunya ketika sesuatu bergerak di sakunya.
Sebuah pesan masuk.
“Bisakah kita bertemu di Green Leaf besok? Pukul 4? Kyuhyun...”
Chae Rim membalas dengan cepat,”BISA!!!!” ia meledak tertawa saking senangnya.
“Waeyo?” tanya appa.
Chae Rim hanya menggeleng misterius.
+THE END+
Tidak boleh copas! hak cipta punya author,
saya akan tau, karena saya netter!
bagi2 linknya boleh2 aja...^^
gomawo...
No comments:
Post a Comment