Wednesday, April 20, 2011

FF (OneShoot) Blue Minded

Title :: Blue Minded
Cast :: Park Sang Hyun alias Thunder – MBlaQ
Park Hye Jin..



Park Hye Jin mengeratkan pegangan pada tali ranselnya, menatap kosong tengkuk seseorang di hadapannya. Ia duduk di deretan paling belakang ruang tunggu, sambil mengayunkan kakinya diujung kursi. Lelaki itu sama sekali tak bergeming di balik topi hitam misterius. Hye Jin tak peduli. Ia sedang berpikir sesuatu yang lain. Untuk pertama kali ia berjalan sejauh ini dari rumah. Sudah dua hari Hye Jin tidak mendengar ocehan ibu atau gerutu ayah yang ternyata sangat membuatnya rindu.
Mengejar cinta. Ia tertawa sendiri menggumamkan kata2 itu. Hye Jin sedang dalam pencarian akan cinta pertamanya. Ia tak percaya kalimat cinta pertama tak kan berakhir bahagia. Ia cukup bahagia sekarang mendengar alunan musik cinta pertamanya dari sepasang earphone di telinganya. Ia kemudian mengeluarkan sesuatu dari dalam saku tas.

“Sebentar lagi...” ia menggumam menatap benda itu. Secarik kertas usang yang sudah lecek di mana2. Ia mengelusnya sayang dan dengan berhati-hati membuka lembaran tipis dari dalam.

“ Annyeong Park Sang Hyun atau Thunder—mianhe, aku lebih suka memanggilmu begitu. Mungkin tak ’kan berarti ribuan kata-kata yang ingin kutumpahkan sesaat lagi. Mungkin kau bisa menganggapnya omong kosong atau surat cinta biasa. Tapi satu yang kupastikan, aku mengumpulkan kepingan keberanian untuk—bahkan—hanya membayangkan ini. Menulisnya. Mengatakan padamu hal memalukan ini...*wajahku benar2 panas—aish~>.<*
Bodohnya hatiku. Aku sudah berusaha membunuh perasaan ini sejak lama. Percayalah. Tapi ternyata ia terlalu kuat. Hatiku ternyata egois. Akal sehatku mati dihadapannya. Aku terpaksa tersiksa, memberi air kehidupan pada perasaan terlarang ini. Ia memaksaku menegak racun berbisa. Tak mudah, kau tahu. Memendam monster mengerikan yang melukaiku dari dalam.
*aku sedang menarik napas panjang sekarang...*
...Dan aku menyukaimu. Dengan segenap cerita hidup yang sanggup kulukiskan agar kau mengerti. Aku menyukai desauan angin yang terbawa beserta tawamu. Mataku tak bisa beralih dari senyum sederhanamu. Semakin jauh aku mengakuinya, semakin kepengecutanku menari-nari. Aku tidak punya cukup keberanian mengatakannya padamu. Aku tak sanggup menatap dua mata menyelidik itu, takut ia mengetahui rahasia hatiku. Jari-jariku bergetar hebat meraih satu persatu helaian keyakinan yang tersisa. Aku berteriak lelah menanggung semuanya sendiri. Hatiku tak mau mengerti. Ia bersikeras memilihmu. Aku sudah mengatakam tidak ribuan kali yang di balasnya kejam jutaan kali.
Mengertilah, aku hanya ingin kau tahu kisah sedih hati ini...
Seonggok hati keras kepala...
Sekeping hati yang menyukaimu dengan cara sesederhana mungkin hanya agar kau tahu bahwa ia hidup...”


Hye Jin menelusuri satu persatu kata dengan tergesa-gesa. Ia sudah hapal semua. Setiap tanda baca. Hanya beberapa mil lagi ia akan bertemu cinta pertamanya. Park Sang Hyun. Yang sekarang sudah menjadi member grup rookie baru di korea. Hye Jin ikut bangga meski itu tak kan berarti apa2. Tak kan merubah kisah di antara mereka. Ia hanya menyesal terlambat mengatakannya. Membiarkan gebu cinta itu berlalu. Sepotong cinta usang. Ia membiarkannya pergi tanpa sempat berkata apa-apa. Masa lalu muram, pikirnya. Tapi terlambat bukan berarti tidak akan pernah. Kata itu terus di ulang dalam kepalanya.

Tiba-tiba speaker raksasa menggema menyelimuti dinding. Penerbangan dibatalkan malam ini. Cuaca Desember terlalu buruk untuk di lalui. Hye Jin mengerang kecewa. Ia tak punya banyak waktu. Ia tak boleh melewatkan kesempatan malam natal terakhir yang mungkin di dapatnya bersama Thunder. Tidak kali ini.

Semua orang melakukan protes2 heboh di meja pemesanan tiket seolah itu bisa mengubah keadaan. Hye Jin bangkit, namun pandangannya tiba-tiba berkabut. Ia bersandar pada bahu kursi sesaat meraih segenggam butiran kecil di dalam tas dan menelannya cepat-cepat. Ia lalu berdiri dengan gontai dan berjalan keluar.

Langit sedang tidak bersahabat. Ia memuntahkan jutaan salju beku malam ini. Dentingan lagu-lagu natal mengalun indah dari balik etalase toko pernak-pernik di seberang sana. Hye Jin menggigil mundur beberapa langkah ketika tubuhnya menabrak seseorang.

“Cheosonghamnida...” ia membungkuk beberapa kali pada laki-laki yang duduk di depannya tadi--sebelum seperti tersambar petir, ia menyadari sesuatu. Hye Jin berbalik, menghindar pergi.
“Hye Jin-ahhh!” panggil lelaki itu, “Yaaa!!”
“A-annyeong... Sang Hyun-ah..” jawab Hye Jin pelan.
“Apa yang kau lakukan di sini?? Penerbangan dibatalkan bukan...?”
Hye Jin mengangguk tanpa menatap lawan bicaranya, “Ne... aku mau pergi, menunggu penerbangan besok...”
“Pergi?? Melewatkan malam natal seindah ini?” tanyanya heran, “ Ikut aku keliling kota saja!” tawarnya riang, yang labih terdengar perintah dri pada permintaan.
“Tapi...”

Terlambat. Thunder sudah menarik ujung syalnya—kebiasaan yang tak berubah-- menembus derai salju yang berkilauan. Mereka mengunjungi hampir semua tenda makanan kecil yang buka malam ini. Thunder tak berhenti menceritakan lelucon semasa mereka sekolah dulu. Gosip-gosip tua yang kebanyakan ternyata benar. Cowok itu masih sama berkilaunya seperti dulu, bahkan setelah bertahun-tahun tidak bertemu sejak kepindahannya ke Filipina, Hye Jin sama sekali tidak merasakan perbedaan. Seolah itu semua terjadi hanya beberapa menit lalu.

Sampai jam menunjukkan pukul 11.45. Semua orang berkumpul di aula kota di sekitar pohon natal super besar yang menjulang indah menembus langit hitam. Di detik-detik terakhir semuanya menghitung mundur ke pukul 12. Thunder menarik tangan Hye Jin menerobos kerumunan, mengambil tempat paling dekat dekat pohon.

“5... 4... 3... 2...” teriak mereka bersamaan ketika pada hitungan terakhir Thunder menunduk dan mengecup kening Hye Jin hangat.

“Merry Chrismast!” bisiknya lembut di telinga gadis itu kemudian menepuk kepalanya pelan.
Hye Jin terpaku menatap cowok di hadapannya. Salju semakin lebat tapi ia malah berkeringat hebat. Thunder hanya tertawa melihat ekspresi di wajah gadis itu. Tiba-tiba ia merasakan ribuan jarum menusuk pusat kepalanya. Hye Jin meringis kesakitan.

“Tidak sekarang!” umpatnya marah, “ Jangan sekarang, aku mohon...” ia menangis perih.
“Hye Jin.. gwaencanayo??” tanya Thunder melihat sesuatu tidak beres.
Hye Jin tak sanggup mendengar apapun lagi. Lututnya lemas. Ia terjatuh dan tak melihat apapun lagi...

***

Thunder menatap kertas usang di tangannya. Ribuan kali sampai ia ingat persis di bagian mana saja garis-garis tua itu merusak rangkaian tulisan tangan di dalamnya. Udara pemakaman ini begitu dingin. Tapi tak tahu kenapa, ia cukup betah berlama-lama di sini. Mengusap-usap sayang batu nisan dari pualam yang beku bagai es.
“Yaa... ayo kita pulang...” panggil seseorang.
Thunder menoleh dan mengangguk, kemudian berbalik pada nisan di hadapanya, “Aku pulang dulu. Nanti aku kembali lagi, sampai jumpa,” ia mengusap benda itu sekali lagi.
“Ibu pasti senang punya anak sepertimu,” Hye Jin tersenyum pada kekasihnya.
“Ibu senang mendenger surat cintamu,” ledeknya.
“Mwo? Kau membacakannya untuk ibu??” protes Hye Jin.
Thunder mengangkat bahu.
“Ya...!!!!” teriak Hye Jin kesal.
Thunder hanya tertawa semakin keras.
“Emm, pada malam natal waktu itu, sebenarnya kau mau kemana?” tanya Hye Jin.
“A—oh , itu! Aku mau pulang,”
“Mwo? Waeyo?”
“Mencarimu,”
“Mencariku? Kenapa?”
“Karenaaa~ Rahasia!” ia mengedipkan mata dan mengacak rambut Hye Jin.


=The End=

Jeongmal mianhe Ny. Park alias mamahnya Thunder and Dhara onni, uda saiia bikin passed away di ff ini. Ini Cuma ff. Trust me! Saiia pribadi berdoa supaya ahjuma umur panjaaannggg... amiiinnn.... hehehhh...
fakta2 di dalam hanya karangan saja...
mian juga kalu ada ketikan yg salah yaaa

No comments: