Sunday, October 12, 2014

as one of the requirements in language ambassador of central borneo election 2011

Terbunuhnya Bahasa Dayak Ngaju di Tanah Sendiri
Oleh : Riza Sriwahyuni
Bahasa Dayak Ngaju adalah bahasa dengan penutur terbanyak di wilayah Kalimantan Tengah khususnya Kota Palangka Raya sebagai ibukota provinsi. Jalan-jalan sekeliling kota dipenuhi warga Dayak yang ramah dan berbahasa santun. Dari ujung ke ujung bahasa Dayak Ngaju terngiang dengan jelas diiringi senyum dan sapaan. Anak-anak kecil berlarian meneriakan seruan dalam bahasa ibunya. Sayangnya, kejadian seperti ini berlangsung bertahun-tahun yang lalu. Seiring perkembangan zaman dan pergantian era, bahasa Dayak Ngaju semakin rentan bersaing dengan bahasa-bahasa daerah lain yang dibawa oleh penuturnya ke bumi Isen Mulang. Dalam pergaulan sehari-hari bahasa Dayak Ngaju terpinggirkan oleh bahasa seperti Jawa, Batak, dan yang terbesar adalah Banjar dibawa oleh pendatang yang ingin membuka lahan pekerjaan di ibukota Palangka Raya. Bahasa Dayak Ngaju tertatih di rumah-rumah tua dan semakin jarang terdengar dituturkan terutama oleh generasi muda yang sebenarnya bertugas menjaga denyut nadi identitas dan karakter suku Dayak ini.
Pada kenyataan sehari-hari kalangan muda Dayak Ngaju perlahan-lahan meninggalkan bahasa ibunya dan beralih ke bahasa lain. Jika dibiarkan hal ini pelan-pelan akan membunuh bahasa Dayak Ngaju di tanahnya sendiri. Kemunduran penggunaan bahasa Dayak Ngaju dipengaruhi oleh beberapa hal seperti kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang memaksa warga Dayak di wilayah Palangka Raya untuk memfokuskan diri pada bahasa yang lebih dapat diterima secara luas, pemikiran akan penuturnya sendiri sebagai seseorang yang ketinggalan zaman jika menggunakan bahasa daerah dan cenderung menggunakan bahasa Banjar dalam pergaulan sehari-hari serta kurangnya kesadaran kaum muda untuk melestarikan bahasa dan terlalu bergantung pada para orang tua untuk meneruskan budaya Dayak Ngaju.
Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) tidak dapat dibendung lagi. Penemuan-penemuan di bidang ini terus membeludak. Perkembangan IPTEK memiliki dampak positif dan negatif di berbagai bidang lain. Dengan majunya IPTEK, informasi yang akurat dan terbaru akan mudah disampaikan dan waktu serta jarak yang dulunya menjadi penghambat, sekarang tidak lagi menjadi masalah. Namun, kemajuan ini juga memiliki dampak negatif khususnya bagi perkembangan sosial dan budaya. Kota Palangka Raya yang merupakan ibukota provinsi menjadi daerah dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang paling pesat. Warung-warung internet atau warnet menjamur di pinggir-pinggir jalan. Hampir setiap warga dari yang kecil sampai dewasa memiliki akses pribadi berupa telepon genggam. Masuknya jaringan internet juga memberi pengaruh signifikan pada penggunaan bahasa di kalangan muda. Tidak ada lagi seorang muda yang tidak mengenal kata Facebook atau Twitter. Betapa mudahnya informasi dan komunikasi secara nasional bahkan internasional, dalam bahasa Indonesia maupun bahasa asing menggerus bahasa daerah itu sendiri karena kemajuan ini mendorong penggunanya untuk berbahasa ‘gaul’ dan dimengerti oleh pengguna dari daerah lain yang mereka temui di dunia maya.
Faktor yang berpotensi ‘membunuh’ bahasa Dayak Ngaju lainnya adalah adanya suatu pemikiran akan rasa malu untuk berbahasa daerah. Seseorang yang bergaul menggunakan bahasa Dayak Ngaju dianggap ketinggalan zaman atau ‘kampungan’ dan penuturnya dicap sebagai “uluh lewu” atau “uluh ngaju”. Di Palangka Raya sendiri banyak ditemukan kejadian ketika seorang pemuda bertemu rekannya, mereka cenderung tidak percaya diri menggunakan bahasa Dayak Ngaju dan justru bergaul menggunakan bahasa daerah lain, bahasa Banjar sebagai contohnya yang berasal dari provinsi Kalimantan Selatan. Bahasa Dayak Ngaju perlahan tergantikan oleh identitas bahasa daerah lain yang terus tumbuh subur seiring dengan jumlah pendatang yang cukup besar setiap tahun. Sering kita jumpai keadaan di mana seorang pemuda lebih memilih memasang status Facebook menggunakan bahasa ‘gaul’ atau bahasa asing yang belum tentu mereka pahami benar artinya dibanding bahasa Dayak Ngaju di mana sebenarnya ia dapat memanfaatkan sarana internet sebagai pengenalan bahasa daerahnya ke lingkup yang lebih luas.
Kurangnya kesadaran kaum muda akan tugasnya untuk menjaga bahasa daerah membuat bahasa daerah menjadi semakin terancam keberadaannya. Terlebih bagi kaum muda yang hidup di ibukota Palangka Raya, sangat mudah terpengaruh perubahan zaman dan banyak memperkaya diri dengan bahasa asing, misalnya bahasa Inggris, namun lalai untuk mempertahankan bahasa Dayak Ngaju sebagai bahasa ibu. Kaum muda cenderung bergantung pada para orang tua untuk melestarikan budaya. Bahkan di rumah-rumah sudah jarang terdengar kaum muda Dayak berdialog menggunakan bahasa Dayak Ngaju melainkan menggunakan bahasa Banjar yang tercampur dengan bahasa Indonesia dan bahasa Dayak.
Bahasa Dayak Ngaju harus terus dipertahankan khususnya di daerah asalnya terutama oleh kalangan muda sebagai pewaris kebudayaan sehingga karakter bangsa yang luhur tetap terjaga. Jika terus dibiarkan maka bahasa Dayak Ngaju akan ‘terbunuh’ dan tergantikan oleh bahasa daerah lain yang terus berkembang di wilayah Kalimantan Tengah khususnya kota Palangka Raya yang semakin maju dengan banyaknya pendatang dari daerah lain. Kemunduran penggunaan bahasa Dayak Ngaju oleh kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), rasa malu serta tidak percaya diri  menggunakan bahasa daerah dan kecenderung menggunakan bahasa Banjar dalam pergaulan sehari-hari serta kurangnya kesadaran kaum muda untuk melestarikan bahasa Dayak Ngaju sesungguhnya dapat ditanggulangi dengan adanya suatu tindakan nyata untuk mencegah hal ini terjadi. Formula baru dibutuhkan untuk mencegah kepunahan bahasa Dayak Ngaju misalnya dengan membentuk komunitas-komunitas kecil kaum muda yang sadar dan percaya diri berbahasa Dayak Ngaju di lingkungan sendiri dengan baik dan benar. Bangga akan bahasa daerah sendiri dan jangan biarkan bahasa Dayak Ngaju mati terkubur, namun biarkan ia hidup lestari menjadi tuan rumah di tanah sendiri.














Daftar Pustaka

Fauzi, Iwan. 5 September 2002. Bahasa Ngaju Alami Krisis Pemberdayaan. Banjarmasin Pos.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kalimantan_Tengah diakses pada 27 September 2011
Pemertahanan Bahasa Banjar di Komunitas Perkampungan Dayak. Makalah dipresentasikan pada Seminar Antara Bangsa Dialek-Dialek Austronesia di Nusantara III (SADDAN III), Fakulti Linguistik, universiti /brunei Darussalam, Bandar Seribegawan, 24-26 Januari 2008

No comments: