Wednesday, January 9, 2019

Life of a 27 Me

27.
Not a girl, not yet a woman.
Tapi lebih kepada 'woman' than 'girl'. Bisa dibilang on progress loading to a women about 70%.
10 tahun lalu -- yang artinya usia sekitar 17-- kira-kira kelas XII SMA, impian yang mampir ke saya hanya agar punya kulit lebih mulus dan cerah. Bebas dari minyakan dan jerawat. Terwujud sih, tidak lupa ditambah dengan gemukan juga :D

I'm married now and having my own job. Saya ga lagi merasa ga enakan kalo jawab pesan seseorang cuma 'Ok' atau 'Iya'. Ga lagi merasa kalau ulang tahun sebegitu istimewanya sampai saya tungguin beberapa hari sebelumnya, bikin resolusi macam-macam. Bisa tetap baik begini aja sudah suatu kemewahan. 
Waktu usia 17 saya pikir 27 akan sangat-sangat berbeda. Tapi ternyata struggle'nya masih sama; meragukan diri sendiri, mekhawatirkan masa depan, mempertanyakan pilihan sendiri. Tua dan dewasa ternyata memang beda. Paling-paling kalau 27 sudah ga enggan lagi ke mana-mana sendiri, makan di warung sendiri pun cuek aja. Itu aja kayanya :D

Untuk segala kekhawatiran, saya tidak pernah meragukan Tuhan. Apa yang bisa Dia perbuat, mukjizat apa yang mungkin saya terima. Yang saya ragukan adalah diri saya sendiri. Mengerikan membayangkan menjalaninya setiap hari, setiap menit, setiap waktu berharap sesuatu yang saya pun ga tau apakah akan terjadi seperti yang saya mau atau tidak. Karena kadang Tuhan kan gitu; memberi yang kita butuh, bukan yang kita mau. Saya takut usaha saya sia-sia dalam artian tidak berjalan seperti yang saya mau, karena nyatanya mau saya dan mau Tuhan ga sama. Nah kan, saya mulai meragukan diri saya!

Doa saya pun mulai berubah. Saya berdoa agar apapun yang terjadi dalam hidup saya, saya mohon Tuhan kasih kekuatan untuk menjalani prosesnya, menerima penuh kehendak Tuhan -- yang nantinya bisa jadi seperti yang saya doakan atau tidak --  serta tidak mempertanyakan keputusan Tuhan. Saya berpasrah karena tidak semua bisa saya kontrol dan Tuhanlah yang pegang penuh kendali hidup saya. Saya punya Tuhan sepenuhnya, hak absolut Tuhan atas hidup saya. 

Seperti kata Nabi Ayub, "Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah tetapi tidak mau menerima yang buruk? " (2:10b). 

Bahkan sebelum semua-semuanya saya pernah membaca ayat ini dan saya terngiang-ngiang sampai sekarang saya balik lagi baca. Ayub malah memuji Tuhan dalam kelemahannya. Ga marah-marah kaya saya. Ya saya marah --  meski tidak benar-benar saya teriakan nyaring-nyaring tapi saya tau di dalam hati saya sana saya benar-benar marah. Saya merasa kok sayaaaaaa terus dikasih bagian yang susah-susah sementara 5,9miliar-sekian dikasih yang gamvannng. Why always me? kalau kata Neville Longbottom. Atau sebenarnya saya hanya menolak melihat lebih banyak berkat Tuhan kasih dan saya malah berfokus pada masalah saya? 

Mungkin saya yang 37 tahun bakal ketawa baca ini, atau malah reaksi lain? Saya ga bisa prediksi. Yang saya tau Tuhan Yesus itu baik. Saya yang lemah :')


No comments: