Living the life. Hidup dalam hidup itu sendiri atau menjalani hidup atau menghidupi hidup. Yang mana saja!
Semua orang yang bernafas pasti 'living the life' tanpa ditanya dulu mau atau tidak.
Tidak ada satu pun orang yang minta dilahirkan kedunia -- well, teori ini bisa jadi salah sih, karena tidak ada yang pernah benar-benar berfokus pada kehidupan SEBELUM kehidupan itu sendiri. Yang sering kita dengar pastilah kehidupan SETELAH kehidupan ini.
Dari fase bayi, anak-anak, remaja, hingga dewasa tak ada yang benar-benar siap. Setiap anak kecil didorong memasuki ranah remaja--oleh masyarakat, oleh umur. Setiap remaja diseret masuk dunia orang dewasa--sekali lagi oleh masyarakat, oleh umur. Dengan embel-embel "ketika saya seumuran dia saya rasa saya lebih rajin, lebih baik, lebih dewasa. Kenapa manusia jaman sekarang begini? Begitu?" Bukti bahwa sebagian besar orang tua sekarang JUGA diseret masuk ke dunia orang dewasa.
Sebagian orang menghabiskan hidupnya mengikuti jalan yang dia pilih sendiri. Kesusahan atau kesulitan, pasti setiap orang punya. Tapi mau menghadapi atau menghindari adalah pilihan. Atau menghadapi dengan bersusah payah, menghadapi seadanya, menghadapi dengan pasrah, juga pilihan.
Berapa banyak anak kecil yang pernah kita temui berbicara layaknya orang dewasa? Tentang hidup, tentang Tuhan, tentang pemikiran-pemikiran relatif yang kita semua harap benar adanya. Pemikiran seperti"orang baik pasti selalu menang di akhir." Seperti dalam plot-plot mainstream. Hanya saja kadang kehidupan punya alurnya sendiri. Ia malas dicap mainstream. Jadilah ia dengan plotnya yang anti-mainstream. Supaya apa? Supaya dunia banyak warnanya? Kalau banyak warnanya memangnya kenapa juga? Dengan satu-dua warna bukankah hidup tetap hidup?
Kembali lagi ke anak kecil dengan pemikiran dewasa. Bukan anak kecil yang sok dewas-dewasaan dengan make up, tagar OOTD di akun-akun liar. Tapi anak kecil dengan prinsip. Dengan kesadaran sekaligus penyesalan diri akan hidupnya yang jauh berbeda dengan hidup anak-anak seusianya. Yang mencoba menganalisis kenapa dia jadi berbeda. Mungkin karena orang tuanya. Mungkin karena Tuhan. Tapi tidak cukup berani menyalahkan siapa-siapa. Kita pasti berdecak kagum seandainya pernah bertemu. Anak kecil yang bilang, "Kenapa sih mereka ini kekanak-kanakan sekali?" padahal dia juga anak-anak. Dan ketika diseret ke dunia dewasa sesungguhnya dia sudah terlalu lelah. Cahaya mataharinya sudah redup karena bersinar terlalu lama. Tapi sekali lagi hidup punya plotnya sendiri. Sering kali orang baik harus mati di akhir cerita. Supaya apa? Mungkin supaya penonton sadar bahwa orang yang benar-benar baik tidak pernah mengharap reward atas kebaikannya. Atau karena akal-akalan hidup saja supaya dia jadi yang paling terkenal di antara kematian, nasib, perasaan, dunia.
Pic cr : google
Pic cr : google
2 comments:
this is exactly happen to me right now.... hahaha kok pada ngomongin idup ya? berasa tua >.<
aiih di komen kk peel... sok dewasa aja sih heheh
Post a Comment