as one of the requirements in language ambassador of central borneo election 2011
Terbunuhnya Bahasa Dayak Ngaju di
Tanah Sendiri
Oleh : Riza Sriwahyuni
Bahasa Dayak Ngaju adalah bahasa dengan penutur terbanyak
di wilayah Kalimantan Tengah khususnya Kota Palangka Raya sebagai ibukota
provinsi. Jalan-jalan sekeliling kota dipenuhi warga Dayak yang ramah dan
berbahasa santun. Dari ujung ke ujung bahasa Dayak Ngaju terngiang dengan jelas
diiringi senyum dan sapaan. Anak-anak kecil berlarian meneriakan seruan dalam
bahasa ibunya. Sayangnya, kejadian seperti ini berlangsung bertahun-tahun yang
lalu. Seiring perkembangan zaman dan pergantian era, bahasa Dayak Ngaju semakin
rentan bersaing dengan bahasa-bahasa daerah lain yang dibawa oleh penuturnya ke
bumi Isen Mulang. Dalam pergaulan sehari-hari bahasa Dayak Ngaju terpinggirkan
oleh bahasa seperti Jawa, Batak, dan yang terbesar adalah Banjar dibawa oleh
pendatang yang ingin membuka lahan pekerjaan di ibukota Palangka Raya. Bahasa
Dayak Ngaju tertatih di rumah-rumah tua dan semakin jarang terdengar dituturkan
terutama oleh generasi muda yang sebenarnya bertugas menjaga denyut nadi
identitas dan karakter suku Dayak ini.
Pada kenyataan sehari-hari kalangan muda Dayak Ngaju
perlahan-lahan meninggalkan bahasa ibunya dan beralih ke bahasa lain. Jika
dibiarkan hal ini pelan-pelan akan membunuh bahasa Dayak Ngaju di tanahnya
sendiri. Kemunduran penggunaan bahasa Dayak Ngaju dipengaruhi oleh beberapa hal
seperti kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang memaksa
warga Dayak di wilayah Palangka Raya untuk memfokuskan diri pada bahasa yang
lebih dapat diterima secara luas, pemikiran akan penuturnya sendiri sebagai
seseorang yang ketinggalan zaman jika menggunakan bahasa daerah dan cenderung
menggunakan bahasa Banjar dalam pergaulan sehari-hari serta kurangnya kesadaran
kaum muda untuk melestarikan bahasa dan terlalu bergantung pada para orang tua
untuk meneruskan budaya Dayak Ngaju.
Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)
tidak dapat dibendung lagi. Penemuan-penemuan di bidang ini terus membeludak.
Perkembangan IPTEK memiliki dampak positif dan negatif di berbagai bidang lain.
Dengan majunya IPTEK, informasi yang akurat dan terbaru akan mudah disampaikan
dan waktu serta jarak yang dulunya menjadi penghambat, sekarang tidak lagi
menjadi masalah. Namun, kemajuan ini juga memiliki dampak negatif khususnya bagi
perkembangan sosial dan budaya. Kota Palangka Raya yang merupakan ibukota
provinsi menjadi daerah dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
paling pesat. Warung-warung internet atau warnet menjamur di pinggir-pinggir
jalan. Hampir setiap warga dari yang kecil sampai dewasa memiliki akses pribadi
berupa telepon genggam. Masuknya jaringan internet juga memberi pengaruh
signifikan pada penggunaan bahasa di kalangan muda. Tidak ada lagi seorang muda
yang tidak mengenal kata Facebook
atau Twitter. Betapa mudahnya
informasi dan komunikasi secara nasional bahkan internasional, dalam bahasa
Indonesia maupun bahasa asing menggerus bahasa daerah itu sendiri karena
kemajuan ini mendorong penggunanya untuk berbahasa ‘gaul’ dan dimengerti oleh
pengguna dari daerah lain yang mereka temui di dunia maya.
Faktor yang berpotensi ‘membunuh’ bahasa Dayak Ngaju
lainnya adalah adanya suatu pemikiran akan rasa malu untuk berbahasa daerah.
Seseorang yang bergaul menggunakan bahasa Dayak Ngaju dianggap ketinggalan
zaman atau ‘kampungan’ dan penuturnya dicap sebagai “uluh lewu” atau “uluh ngaju”.
Di Palangka Raya sendiri banyak ditemukan kejadian ketika seorang pemuda
bertemu rekannya, mereka cenderung tidak percaya diri menggunakan bahasa Dayak
Ngaju dan justru bergaul menggunakan bahasa daerah lain, bahasa Banjar sebagai
contohnya yang berasal dari provinsi Kalimantan Selatan. Bahasa Dayak Ngaju
perlahan tergantikan oleh identitas bahasa daerah lain yang terus tumbuh subur seiring
dengan jumlah pendatang yang cukup besar setiap tahun. Sering kita jumpai
keadaan di mana seorang pemuda lebih memilih memasang status Facebook menggunakan bahasa ‘gaul’ atau
bahasa asing yang belum tentu mereka pahami benar artinya dibanding bahasa
Dayak Ngaju di mana sebenarnya ia dapat memanfaatkan sarana internet sebagai
pengenalan bahasa daerahnya ke lingkup yang lebih luas.
Kurangnya kesadaran kaum muda akan tugasnya untuk menjaga
bahasa daerah membuat bahasa daerah menjadi semakin terancam keberadaannya.
Terlebih bagi kaum muda yang hidup di ibukota Palangka Raya, sangat mudah
terpengaruh perubahan zaman dan banyak memperkaya diri dengan bahasa asing,
misalnya bahasa Inggris, namun lalai untuk mempertahankan bahasa Dayak Ngaju
sebagai bahasa ibu. Kaum muda cenderung bergantung pada para orang tua untuk
melestarikan budaya. Bahkan di rumah-rumah sudah jarang terdengar kaum muda
Dayak berdialog menggunakan bahasa Dayak Ngaju melainkan menggunakan bahasa
Banjar yang tercampur dengan bahasa Indonesia dan bahasa Dayak.
Bahasa Dayak Ngaju harus terus dipertahankan khususnya di
daerah asalnya terutama oleh kalangan muda sebagai pewaris kebudayaan sehingga
karakter bangsa yang luhur tetap terjaga. Jika terus dibiarkan maka bahasa
Dayak Ngaju akan ‘terbunuh’ dan tergantikan oleh bahasa daerah lain yang terus
berkembang di wilayah Kalimantan Tengah khususnya kota Palangka Raya yang
semakin maju dengan banyaknya pendatang dari daerah lain. Kemunduran penggunaan
bahasa Dayak Ngaju oleh kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK), rasa malu serta tidak percaya diri
menggunakan bahasa daerah dan kecenderung menggunakan bahasa Banjar
dalam pergaulan sehari-hari serta kurangnya kesadaran kaum muda untuk
melestarikan bahasa Dayak Ngaju sesungguhnya dapat ditanggulangi dengan adanya
suatu tindakan nyata untuk mencegah hal ini terjadi. Formula baru dibutuhkan
untuk mencegah kepunahan bahasa Dayak Ngaju misalnya dengan membentuk
komunitas-komunitas kecil kaum muda yang sadar dan percaya diri berbahasa Dayak
Ngaju di lingkungan sendiri dengan baik dan benar. Bangga akan bahasa daerah
sendiri dan jangan biarkan bahasa Dayak Ngaju mati terkubur, namun biarkan ia
hidup lestari menjadi tuan rumah di tanah sendiri.
Daftar Pustaka
Fauzi, Iwan. 5
September 2002. Bahasa Ngaju Alami Krisis Pemberdayaan. Banjarmasin Pos.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kalimantan_Tengah diakses pada 27 September 2011
http://lindataway.wordpress.com/2009/04/13/pelestarian-bahasa-ngaju/ diakses pada 27 September 2011
Pemertahanan Bahasa
Banjar di Komunitas Perkampungan Dayak. Makalah dipresentasikan pada Seminar
Antara Bangsa Dialek-Dialek Austronesia di Nusantara III (SADDAN III), Fakulti
Linguistik, universiti /brunei Darussalam, Bandar Seribegawan, 24-26 Januari
2008
No comments:
Post a Comment