Buat Renna Unni..
Hope u like it^^
maap kalu gag bagus2 amat,,hihi^^
****
“jonghyun-aah…!” bentak seorang laki-laki separuh baya berkacamata tebal memukul kepalanya dengan segulung kertas,”konsentasilah…”
“Cheosonghamnida…” cowok yang dipanggil jonghyun itu membungkuk dan kembali menatap tuts piano di hadapannya.
Meskipun ini guru sekaligus ayahnya, Jonghyun tidak menjadi begitu mudah diatur.
Ia selalu salah di bagian chorus lagu ini. Symphony mozart yang akan dimainkannya pada konser amal seminggu lagi. Tinggal seminggu dan ia masih belum fasih, bodohnya, hanya di bagian chorus. Bukan karna ia tak bisa, hanya saja setiap ia memainkan bagian ini, seseorang itu pasti muncul. Ia bisa melihatnya dengan jelas dari balik kaca jendela yang berembun dingin diterpa angin musim gugur. Seorang cewek bermantel merah yang berjalan terburu2 melintasi halaman gedung.
Hampir 2 bulan Kim Jonghyun training piano di sini. Ia akan tampil di konser musik klasik untuk amal anak2 jalanan di kota Seoul. Lagu mozart III terpilih untuknya bermain bersama orkestra lain. Sepulang kuliah ia langsung berlari ke gedung ruang nomor 2 ini. Dua sampai 3jam bahkan lebih menghadap sebuah piano hitam anggun dengan tuts mewah. Tapi bukan Cuma itu alasan ia senang berlatih di sini. Meski jarum jam belum menunjuk pukul 3sore, ia sudah menunggu di koridor utama untuk melihatnya melintas. Cewek bermantel merah kuno itu, datang tergesa2 memanggul tas biola kecil. Rambutnya hitam pekat bergelombang rapi, disertai pipi dan bibir bersemu merah merona. Hanya saja bukan itu yang membuatnya tertarik. Raut wajah itu, tersenyum dan menangis di saat bersamaan.
Seringkali ia mencoba mengajaknya berbicara, tapi selalu terhalangi karena apa saja. Jadi ia hanya punya satu kesempatan setiap kali. Tepat ketika ia memainkan chorus pada shift ketiga, cewek itu pasti berlalu di jendela. Kira2 sekitar pukul 4.30pm.
Jonghyun sudah memikirkannya baik2. Hari ini ia akan mengajak cewek itu berbicara apapun yang terjadi.
“…dan jangan lupa teorinya—“
Jonghyun berdiri mengacuhkan ocehan ayahnya.
“yaa…kau mau ke mana?” seru gurunya bingung melihat tingkah muridnya.
Jonghyun tak peduli, ia berlari memburu waktu menyusuri koridor. Cewek itu tak ada di mana2. Jonghyun berputar2 di tempat. Kelas biola sudah kosong melompong. Ia bergegas ke halaman.
“Sial!” umpatnya menatap kosong tempat itu. Tak ada siapa2. Jonghyun mengerang frustasi ketika ia menangkap sesosok siluet yang dikenalnya. Cewek bermantel merah, bersandar di balik pohon di pinggir jalan menggenggam tali tas biolanya, menahan dingin.
Jonghyun setengah berlari menghampirinya. Cewek itu menoleh dan melirik sekitar memperhatikan siapa yang dituju cowok ini.
“Annyeonghaseyo…” sapa jonghyun seramah mungkin. Embun menguap dari napasnya yang terengah.
Si mantel merah menunduk, mengigiti bibirnya takut2.
“Cheosonghamnida, aku hanya ingin bertanya sesuatu,” kata jonghyun cepat, khawatir gadis itu lari ketakutan menjauhinya.
Tiba2 sebuah mobil mewah berhenti di hadapan mereka. Seorang laki2 muda keluar. Setelannya rapi dan terkesan mahal.
“Waeyo?” tanyanya pada si gadis dan melirik waspada ke arah jonghyun.
Gadis itu menggeleng dan menurut ketika si pemuda memberinya isyarat naik ke mobil.
“Chokkomaneyo…” jonghyun menarik tangannya dan buru2 merogoh sesuatu di balik sakunya, “Datanglah kalau ada waktu…” ia memberikan secarik kertas. Si gadis tidak menatap matanya, namun cepat2 memasukkan benda itu ke saku mantelnya dan berlalu pergi bersama deru mobil…
****
Jonghyun bersenandung ringan mengikuti melodi di balik headphone putihnya. Meski tubuh terselimut syal tebal, ia tetap merasa dingin. Gugup yang tak dapat dikuasai. Tidak seperti biasa. Untuk jenis emosi satu ini, ia paling ahli. Jonghyun melirik jam tangannya. Terlambat 20menit. Ia tak ‘kan datang. Batin jonghyun pada dirinya.
30menit…
36menit…
45menit…
56menit…
Jonghyun menekan tobol stop pada ipod-nya dan beranjak pergi. Pabo! Ia merutuki diri sendiri. Tak mungkin ia datang. Sesalnya.
“Yaaa!!” panggil seseorang.
Jonghyun menoleh dan melihat orang yang hampir 1jam ditunggunya. Si gadis mantel merah—kali ini mantelnya biru lembut—menunduk terengah mengatur napas. Ia terlihat cantik dengan hiasan pita putih sederhana tersemat diantara helaian rambut ikalnya.
“Mi-mianheyo… aku tersesat…” ia terbata2,”Kau salah menulis hangul-nya,” ia menunjuk kertas yang diberi jonghyun beberapa hari lalu.
“Mwo? Ah… maap…” jonghyun menggaruk kepalanya,”Tapi kau datang...!” katanya senang.
Cewek itu mengangguk malu.
“Kajja!” jonghyun menarik tangannya tanpa basabasi.
“Ke mana?” si gadis bertanya panik…
Jonghyun tak menjawab dan terus memaksa ikut. Ia membawa cewek itu ke taman bermain dan mencoba semua wahana. Mereka tak banyak bicara. Waktu dihabiskan bersenang2 dari wahana satu ke yang lain.
“senang?” tanya jonghyun ketika mereka beristirahat di bawah pohon berhias lampu2 indah. Pukul 7pm.
“Ne, kamsahamnida…” si gadis membungkuk sopan dan tersipu malu sampai wajahnya semerah tomat.
“Sebenarnya bukan itu yang ingin ku tunjukkan,” tanpa basa-basi jonghyun menarik tangan si gadis dan mengajaknya ke gedung paling tinggi di Seoul.
Dalam waktu beberapa saat, mereka sudah tiba di lantai teratas. Jonghyun mengarahkannya ke atap yang sepi. Tak ada orang di sana karena cuaca sangat dingin. Sepertinya ada yang habis menyewa tempat ini untuk sebuah acara. Pagar pengaman di seting dengan lampu2 mungil berkelip.
“Indah sekali,” seru si gadis menghirup udara,”Kamsahamnida,” katanya pada Jonghyun.
“Choenmaneyo…,”jonghyun menarik napas,”mmm, jika kau memang ingin berterimakasih, katakan
sesuatu tentang dirimu… aku ingin mengetahui sesuatu tentangmu,”
“emm..itu, aku harus bilang apa?”
“Entahlah,” jonghyun mengangkat bahu,”sesuatu…”
“Aku lebih tua darimu, jadi aku noona…”
“Gurrae?”jonghyun tertawa,”Bagaimana kau tahu umurku?”
“Siapa yang tidak kenal kim jonghyun? Di kelas biola kau populer, apalagi di kalangan cewek. Murid baru dengan kemampuan bermusik yang tinggi. Memainkan mozart…”
“ah..itu kebetulan,”jonghyun tersipu,”Jadi…noona, siapa namamu?”
“Sebelum aku mengatakannya, maukah kau menyanyikan sebuah lagu untukku?”
“Menyany? Katakan saja kau mau lagu apa…”
“Apapun…”
“Ummm..oke..”
Jonghyun pun menyanyikan nothing better dari brown eyed soul…
“eejae soom chuh-reum neh-gyuhtteh
hangsang shwee myuh, geu-ruht-keh eessuh joo myun
nothing better nothing better than you
nothing better nothing better than you”ia sampai di lirik terakhir...
Si gadis bertepuk tangan tak sanggup menutupi kekagumannya.
“Dan namamu…?” tuntut jonghyun.
Cewek itu membuka mulut menjawab tapi…
“Rrrrrr…RRrrrr” ponselnya yang terkesan sama kuno dengan dirinya berbunyi. Masih ada orang yang menggunakan ponsel macam itu di jaman sekarang? Ia menatap kaget layarnya dan tanpa berkata apa2 berlari meninggalkan jonghyun yang terpaku kebingungan.
***
Sejak saat itu jonghyun tak pernah lagi bertemu. Si gadis berpipi merah menghilang begitu saja. Tak ada data jelas tentang dirinya.
Jonghyun sedang berdiri hendak masuk ke ruang piano ketika mendengar dua bisik2 bersenandung dari dalam.
“Pernah dengar legenda gadis ruang biola?” bisik seorang cewek melintas di hadapannya.
“Ah, yang meninggal sekitar 20 tahun lalu?”tanya temannya.
“Ya… kudengar sesekali ia muncul di saat musim gugur seperti sekarang. Memainkan biola dengan nada2 sendu yang indah…”
“Kekasihnya seorang pianiskan?”
“Ne, kalau tidak salah itu guru yang mengajar piano sekarang…”
“Mr. Kim? Tapi ia sudah menikah dan punya anak ‘kan? Kim jonghyun?”
“Ne… mungkinkah gadis itu sesekali muncul untuk melihat kekasih pertamanya tumbuh dewasa dan memastikan ia dan keluarganya baik2??”
“Entahlah…”
****
Jonghyun turun dari panggung setelah mendapat aplaus meriah. Konsernya sukses. Ia berjalan menuruni tangga ketika ayahnya menepuk punggung anak kesayangannya bangga. Jonghyun tersenyum enggan. Ia merasa ingin sendiri sekarang, jadi ia keluar dan melonggarkan dasi jasnya malas2an ketika tertanggkap oleh matanya seorang gadis sedang duduk di bawah salah satu pohon yang menguning daunnya. Mantel merahnya bergerak ringan ketika ia melambai riang ke arah jonghyun. Si gadis bermantel merah!
=The End=
please do not hot link!
No comments:
Post a Comment